Minggu, 08 Agustus 2010

Pemendam

Saatnya mendekripsikan diri sendiri (seharusnya: saatnya memamerkan diri)
Bukan deh, saya tidak ingin pamer. Toh kalaupun dipamerin, yang dideskripsikan hal jelek. Jadi buat apa pamer?
*mata bersimbah air mata dan wajah memerah karena sukses menjatuhkan diri sendiri*


Salah satu sifat saya yang paling tidak terlihat adalah Pemendam. Ya, saya sering memendam segala sesuatu bahkan sekecil apapun. Kalau ada yang menyinggung, saya hanya bisa mengelus dada dan berkomat-kamit membaca mantra "sabar".
Saya paling ogah kalau terjadi perselisihan karena hal kecil, jadi yaaa dipendam adalah cara paling ampuh untuk menghindarinya.
Silahkan saja kalian tuduh saya berlebihan, karena apa yang saya pendam akan saya pikirkan berhari-hari, bahkan ada yang bertahun-tahun. Itu fakta, kalian boleh bertanya tapi saya tidak akan menjawabnya.


Yang paling saya takutkan adalah ketika seluruh yang saya pendam di hati membludak ingin dikeluarkan (layaknya BAB). Cara apapun (*masih dicap halal 97%)  saya lakukan demi melampiaskannya. Biasanya saya ngacir ke Gita Sulistianingrum, Quickword, blogger, dan cara paling ampuh adalah menangis. Kalau saya menangis berarti banyak yang tak dapat ditahan lagi dan TERLALU SAKIT buat disimpan di hati. (*kayak belajar sistem ekskresi)


Sejujurnya, saya bosan memendam segala sesuatu dan menerima dengan senyum tulus (baca: munafik) tingkat tinggi. Namun mau bagaimana lagi? Lebih baik saya pendam daripada emosi saya yang campur tangan.


Demikian deskripsi colongan saya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

 Salam, Maria Paschalia Judith Justiari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar