Senin, 24 November 2014

Satu Langkah

Halo.
Bertemu lagi dengan Pengembara.
Pengembara tetaplah Pengembara.
Dia bebas dalam kelana.
Terkadang kelana pun memiliki kekangan tersendiri.
Sejauh ini Pengembara tetap berusaha berdiri.
Ada sedikit yang dia korbankan tapi dia percaya ini berbuah kebaikan.

Satu. Langkah.
Langkah ini hanya tentang perasaan.
Perasaan akan tetes hujan sendu yang jatuh menapak tanah.
Perasaan akan terik sinar bahagia yang menyeruak ke tiap sudut-sudut.
Perasaan akan awan berarak yang tak tentu warnanya. Kadang putih, abu-abu, dan kelam.
Perasaan yang mulai berdamai pada logika.
Perihal perasaan, Pengembara punya satu langkah.
Pengembara tak membawa perasaan dalam langkahnya...
Untuk sementara...

Pengembara punya mimpi.
Pengembara punya realita.
Dan Pengembara tetaplah Pengembara
Mimpi tetaplah mimpi
Realita tetaplah realita
Pohon Rindang tetaplah Pohon Rindang
Pangeran tetaplah Pangeran
Pemuda tetaplah Pemuda
Gadis tetaplah Gadis
Yang Diterawang tetaplah Yang Diterawang
Semesta tetaplah Semesta

Langkah hidup Pengembara? Hanya Yang Diterawang yang tahu. Walaupun begitu, dengan baiknya Yang Diterawang juga mempertimbangkan pemberontakan hidup Pengembara (yang sekarang untungnya tidak terlalu sering)
Izin dari Yang Diterawang dan Semesta, siapa yang tahu?

*****

n.b.:
Pengembara tengah tersenyum berjuang menyampaikan tentang udara bumi ini dalam kertas kado cantik.
Pengembara tengah tersenyum berjuang di bawah pimpinan Yang Diterawang untuk menyatukan.
Pengembara masih semangat terutama semangat dalam mengingatkan dirinya untuk bersyukur :)

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Maaf kalau random :'

Semangat selalu kawaannn!! :D
Jangan lupa bersyukur yaaaa ^v^

Tuhan memberkati

Salam dari yang tengah menapak satu langkah,
Maria Paschalia Judith Justiari

Rabu, 19 November 2014

Distorsi di Pagi Hari - Mungkin Benar, ITB itu Institut Tempat Berkarya

Pagi gaes!

Entah apa yang terjadi di pagi ini, gue mendapat ilham dan hidayah untuk menulis tulisan ini.
Langsung saja diklik di bawah ini:

Mungkin Benar, ITB itu Institut Tempat Berkarya :)

Ps: maaf yaps kalau harus login dulu ke Facebook nya hehe, peace love n gawl everibadeehh :3

Semangat selalu gaes!!
Jangan lupa bersyukur yapss!!

Terima kasih telah membaca tulisan ini.

Tuhan memberkati.

Salam dari yang pagi-pagi dapet ilham dan tumben-tumbenan bisa nulis yang kayak gini,
Maria Paschalia Judith Justiari

Rabu, 24 September 2014

Over-imagining | Clarity

Well, recently I like to answer some questions in ask.fm

And now, my post will tell you about a little bit of my ask.fm account.

So one day, I got a daily question in ask.fm
Here's the question and my answer. <= *please, click it*

In my answer, there are 3 songs and for each song, I inserted the video clip also I typed my favorite lyric and my comment about the song.
If you pay attention at the details, in the third song, I just typed "Enough said :)))" as my comment.
.
.
.
.
.
It's just because.............................
That lyric represents what I'm feeling right now.


"Cause you are the piece of me I wish I didn't need

Chasing relentlessly, still fight and I don't know why
If our love is tragedy, why are you my remedy?
If our love's insanity, why are you my clarity?"


Yep, it's enough said.
:''''')))
I totally consider that moving on from someone or something is a hard thing to do :''''
*****

Anyway, please kindly ask me at ask.fm/justiari
I will reply (but I don't promise if I will reply as soon as possible hehehe)
:p
Ah ya, please forgive me for the bad English.. I'm still learning by the way.

Cheers!
Don't forget to be grateful!
God bless you all..


Regards,
The one who represents her feeling by some lines in Clarity lyric,
Maria Paschalia Judith Justiari

Filosofi Anak Kecil dalam Taman Bermain Berpagar Kawat Duri

Seorang anak kecil sudah selayaknya gemar bermain.
Kala dia telah melihat taman bermain di depan matanya, dia langsung berlari menuju taman bermain tersebut.
Tanpa peduli bahaya apa yang mengancamnya, anak kecil itu akan tetap berlari ke sana.

Di waktu ini, anak kecil itu bermain dengan riang bermain di taman bermain.
Semua tampak normal, semua tampak biasa saja.
Sampai di saat mata ini memandang lebih luas lagi.
Mata akan menangkap potret kawat duri yang menjadi pagar taman bermain itu.
Dan diingatkan lagi. Anak kecil itu bermain di dalam taman bermain berpagar kawat duri.

Namanya juga anak kecil.
Dia hanya menengok sekilas ke sekelilingnya.
Tak peduli kawat duri itu akan menggores kulitnya hingga berdarah, dia tetap bermain dengan riang di sana.
Anak kecil itu pun mencoba di permainan ini itu, berlari ke sana ke mari di dalam taman bermain.
Dia tak peduli kawat duri di sekitarnya mampu melukainya.
Dia tak peduli.

Sama seperti aku.
Aku telah membiarkan diriku seperti anak kecil itu.
Aku pikir, aku cukup hati-hati.
Tapi mungkin Yang Mahakuasa dan semesta memandangku seperti anak kecil itu.

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.

Tuhan memberkati.


Salam dari yang tampak seperti anak kecil dalam taman bermain berpagar kawat duri,
Maria Paschalia Judith Justiari

Minggu, 27 Juli 2014

Mengingat Lagi Jalan Dongeng Pengembara

Pengembara muncul pertama kali kala pikir dan imaji pemilik raga ini berkelana dalam ruang perumpamaan, tepatnya sekitar tahun 2010/2011.
Saat itu Pengembara berjalan dari kolaborasi logika dan imaji ke dunia Twitter.
Kini Pengembara tengah duduk, mereka ulang bagaimana hidupnya sejak 2010/2011 hingga detik di mana dia duduk dan mereka ulang.

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan sebagainya.
Modal perjalanannya hanya semangat dan niat.
Seperti yang telah dikatakan pada kalimat paling pertama pada tulisan ini, kisah Pengembara dimulai pada kisaran tahun 2010/2011.

Pada awal mula, dikisahkan Pengembara membangun tenda di pepohonan sekitar istana. Namakan wilayah istana itu Daerah Satu. Dalam masa tinggalnya di sana, Pengembara jatuh hati pada seorang Pangeran di Daerah Satu. Pada siang-sore-malam, Pengembara kerap menghabiskan waktu bersama Pangeran Satu dalam cerita, canda tawa, hingga jalan-jalan santai.
Sayang, sakit hati menyerang Pengembara ketika Pangeran Satu menceritakan perasaannya. Dia jatuh cinta pada seorang Putri cantik tiada cacat di Daerah Dua. Putri ini sungguh berbanding terbalik dengan Pengembara, dia begitu kalem dan pendiam. Pengembara mengunci jerit hatinya dengan senyum di wajah sambil memagut ketertarikan akan cerita Pangeran ini. Hari dan malam berikutnya, dunia Pengembara berisi kisah tentang Pangeran Satu yang begitu tergila-gila pada Putri Dua.





Tak kuat lagi menahan jerit hatinya, Pengembara membereskan tendanya dan melanjutkan perjalanannya. Dia tak punya tujuan (sudah dibilang bahwa dia memiliki kebebasan tersendiri). Ternyata kakinya berpijak di suatu desa kecil, masih di Daerah Satu.
Di pinggir hutan dekat desa itu, dia membangun tenda. Dia berusaha untuk menyembuhkan sakit hatinya yang berujung air mata di kala malam. Apa yang dia lakukan di siang hari? Dia hanya berjalan-jalan mengelilingi desa tersebut. Setelah sembuh, matanya jauh lebih terbuka. Pandangannya beralih pada Pemuda Satu. Tanpa dia duga, pandangan ini bersambut manis. Pemuda Satu pun menyukai Pengembara. Setelah mengenal satu sama lain dalam interaksi hangat, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman. Sayangnya, hubungan mereka hanya berlangsung selama 1 bulan. Ada tembok di antara Pemuda Satu dan Pengembara yang tidak ingin mereka hancurkan dan mereka panjat. Pengembara sadar betul betapa dia meninggalkan sakit hati pada relung kalbu Pemuda Satu. Sampai detik ini, Pengembara sadar kata 'maaf' tak cukup untuk menyembuhkan luka hati Pemuda Satu. Apalagi mengingat selama 1 bulan itu, benar-benar hanya ada bahagia yang sangat hangat bagi hidup mereka berdua. Tak heran bila kehangatan itu membekas dalam hidup Pengembara sampai saat ini.

Hebatnya, Pemuda Satu ternyata pemaaf. Bahkan sampai detik ini, Pemuda Satu dan Pengembara masih menjalin hubungan yang sangat baik. Beberapa bulan setelah mereka tak lagi menjalin hubungan khusus sampai detik ini pula, Pemuda Satu menjalin hubungan cinta yang sederhana namun pasti dengan Gadis Satu.

Kembali lagi saat hubungan antara Pengembara dan Pemuda Satu berubah menjadi pertemanan yang erat. Seolah diguratkan takdir, Pangeran Satu mendapati Pengembara di pinggiran desa itu.
“Aku mencarimu,” begitu kata-kata Pangeran Satu. Kata-kata itu lalu hanya disambut oleh diam dan senyum bahagia Pengembara.







*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Pengembara baru saja usai menutup buku dengan Pangeran Tiga, Pangeran dari suatu istana di Daerah Tiga. Delapan bulan. Yah, begitulah yang terhitung oleh Pengembara.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki Yang Diterawang untuk menjadi sandaran hidupnya.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki sebuah pondok kecil yang berada di wilayah yang dia sebut Rumah. Rumah ini bukan ‘rumah’ yang khalayak biasa sebut. Meski tingkat kenyamanannya memang tak senyaman ‘rumah’-yang-khalayak-biasa-sebut, namun cukup memberi ketenteraman dalam hidup Pengembara. Ah ya, di pondok kecil itu, Pengembara biasa bertemu dengan kedua orang tuanya dan adiknya.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki beberapa pohon rindang yang tersebar di berbagai macam wilayah. Baru satu pohon rindang yang tumbuh besar dan kokoh, sayangnya jaraknya begitu jauh dari Pengembara.
Meski jaraknya dengan pohon rindang – pohon rindang itu tak menentu jauhnya, Pengembara selalu berhasil mencari cara untuk sampai ke pohon rindang – pohon rindangnya tersebut. Dia selalu menemukan jalan untuk sekadar bersandar sejenak di salah satu atau bahkan banyak pohon rindang. Kemudian dia pergi melanjutkan perjalanannya dan meninggalkan pohon rindang – pohon rindangnya untuk sementara. Pengembara pasti akan kembali pada mereka, hanya saja waktunya tak pasti.
Pengembara percaya pada alam dan hidup. Alam dan hidup akan menumbuhkembangkan pohon rindang – pohon rindang dalam kelana Pengembara. Namun apabila ada manusia yang mengancam hidup pohon rindang – pohon rindang itu, Pengembara akan langsung hadir bagi mereka serta berusaha keras menyelamatkan nyawa dan hidup mereka.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Saat ini Pengembara tak sebebas biasanya namun tetap menjalani apa yang dia maksud dengan kebebasan miliknya.
Kini Pengembara tengah belajar memimpin suatu desa mungil yang dipenuhi orang-orang yang ramah pun hangat di Daerah Tiga.
Secara tak langsung, Pengembara belajar memaknai kebebasan dalam sudut pandang lain, memaknai rumah dalam sudut pandang berbeda, dan memaknai libur dalam sudut pandang tak biasa.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan sebagainya.

Ya, satu makna bebas yang Pengembara pegang. Dia bukan milik siapa-siapa. Dia adalah milik Yang Diterawang, keluarganya, dirinya sendiri, serta tanah dia lahir yang bernama Indonesia.
Tak ada satupun yang berhak menyatakan mereka memiliki hidup Pengembara selain empat pihak yang baru saja disebutkan. Ingat, Pengembara adalah kebebasan.

Sampai…
Sampai nanti Yang Diterawang mempertemukannya dengan sosok laki-laki yang menjadi sandaran hatinya dan kelak pula nantinya menjadi suaminya, keluarganya. Di saat itu makna kebebasan berubah bagi Pengembara.

*****


Nb: Ini beberapa prosa tentang secuil kisah Pengembara. Sila klik di label Jalan Dongeng Pengembara

Terima kasih telah membaca tulisan ini
Tuhan memberkati.

Salam dari pemilik kolaborasi imaji dan pikiran yang mencipta Pengembara,
Maria Paschalia Judith Justiari

Jumat, 18 Juli 2014

Antara Judith, Ma**in, dan Kaderisasi

Selamat sore para pemilik raga, baik yang bernyawa maupun berharap akan nyawa.

Baru saja, saya mendengar iklan Ma**in. Gelombang suara nyanyian iklan tersebut menjalar di ruang keluarga hingga sampai ke gendang telinga saya.

Jujur saja. Biasanya, saya langsung mencak-mencak dan misuh-misuh begitu mendengar iklan tersebut.
Gerutu saya paling-paling hanya seputar,
"Terus kenapa gue harus gembira kalau kulit manggis ada ekstraknya?"
"Memang yang membuat bahagia cuma ekstrak kulit manggis?"
"Kenapa kalau mau bersinar harus minum Ma**in sih?"
"Bukannya kalau mau badan sehat itu nggak cuma minum Ma**in ya?"
"Ini iklan kesannya penting banget dah..."
"Jadi sekarang dunia perlu banget tahu kalau kulit manggis kini ada ekstraknya? Hello!"
dan lain sebagainya.

Saya pun menilik jauh ke belakang. Apa yang membuat saya sering kesal dengan iklan Mas**n. Terus terang, saya pribadi merupakan orang yang memiliki alasan untuk tiap emosi negatif yang keluar dari diri saya. Tidak mungkin saya kesal terhadap iklan Ma**in tanpa alasan.

Saya pun terkenang peristiwa ketika menonton salas satu film box office yang ditayangkan oleh salah satu acara televisi lokal. Ketika film tersebut iklan, yang berulang kali ditayangkan adalah iklan Mas**n. Dengan diksi "Kabar gembira untuk kita semua......." yang diputar berkali-kali dalam intensitas yang terbilang sering, lama-lama saya jengkel pada iklan tersebut. Apalagi saat itu perasaan saya benar-benar butuh kegembiraan yang mutlak bagi saya. Bukan hanya sekadar kulit manggis kini ada ekstraknya.

Ternyata efek kejengkelan saya pada Mas**n merambat ke mana-mana, salah satunya ke Pendiklat Sekolah Mentor. Akun ask.fm saya pun berisi pertanyaan perihal Mas**n. Bahkan, salah satu kawan terdekat saya di Program Studi Meteorologi (namanya Yusuf Afandi atau lebih dikenal dengan Ucup) berkata seperti ini:



Kembali lagi pada peristiwa saya yang baru saja mendengar iklan M**tin. Angin semilir sore khas Depok kini tengah meneduhkan konflik antara Mas**n dan saya. Ia berbisik usil pada saya, "Mungkin kamu sedang dikader Ma**in."
Bisikan usil yang entah dari mana asalnya inilah yang membuat saya hanya terdiam setelah mendengar iklan Ma**in.

Bagi saya pribadi, salah satu bagian yang tidak rumit dari kaderisasi adalah menjadi lebih baik. Lebih membuka diri dan pikiran merupakan salah satu tanda menjadi lebih baik.

Iklan Ma**in ini mengader saya untuk lebih menerima secara terbuka akan baiknya ide dan kreativitas manusia. Memang saya berpendapat bahwa iklan Ma**in menyebalkan, namun bagaimanapun juga saya perlu mengapresiasinya. Iklan Ma**in adalah buah karya dari ide-ide sekumpulan manusia yang berada di balik layar.
Saya pun teringat secara spontan, memilih diksi bukanlah hal yang mudah apalagi sampai harus mencocokkan diksi tersebut dalam alunan melodi. Membuat melodi yang tersusun dari berbagai macam nada juga butuh kemampuan yang bisa disebut bakat.

Bukan hanya menghargai suatu ide atau gagasan, iklan Ma**in mengader saya untuk menghargai kerja keras dan peluh dari orang-orang yang ditampilkan maupun tak ditampilkan. Iklan Ma**in hanya menampilkan seorang perempuan yang dengan cerianya mempromosikan Ma**in.
Bagaimana kalau misalkan perempuan itu harus olah rasa ekstra keras demi menaikkan daya jual Mas**n? Saya pun menggigit bibir kalau harus mereka-reka berapa kali dia harus mengulang adegan yang sama. Saya saja yang hanya mendengar berkali-kali saja sudah tidak kuat, apalagi si perempuan yang harus memeragakan ini berkali-kali.
Itu baru perempuan yang menjadi model. Belum lagi orang-orang yang tak ditampilkan. Ada sutradara, kameraman, penata busana, editor. Ah iya, saya langsung teringat mempermulus video itu sulit. Bagaimana dengan waktu yang mereka korbankan demi iklan Ma**in ini? Ya ampun, ternyata iklan Mas**n bersirat pengorbanan dan kerja keras banyak pihak.
Lebih ke asal-muasalnya lagi, dalam kaderisasi iklan Ma**in ini saya diingatkan bahwa menemukan sesuatu yang baru itu sulitnya luar biasa. Sebagai seorang calon ilmuwan, saya membayangkan berapa puluh kali percobaan yang dilakukan untuk menemukan ekstrak kulit manggis. Pasti begitu ditemukan, ini menjadi kabar gembira bagi ilmuwan tersebut.

Masih ada lagi. Iklan Ma**in mengader saya untuk memahami rasa takut, takut akan hal yang ditakutkan terjadi. Beberapa orang di belakang iklan Ma**in pasti takut Ma**in tidak laku. Lebih sederhana lagi, penggagas ide dan tim kreatif iklan Ma**in pasti takut kalau iklannya tidak disukai. Tiba-tiba saya merasa bersalah. Saya merasa bersalah karena mewujudkan salah satu ketakutan mereka. Semoga orang-orang seperti saya hanya sedikit, bahkan kalau perlu hanya saya saja.. Amin.!

Satu hal yang pasti, saya dikader iklan Ma**in untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih tahan olah rasa. Terutama dalam menghadapi pendiklat-pendiklat SM yang dengan sukarela mengingatkan saya akan iklan Ma**in.

Terima kasih Yang Mahakuasa dan semesta, lagi-lagi saya mendapat alasan untuk bersyukur.
Saya bersyukur untuk kedua kalinya, saya boleh mencicipi kaderisasi dalam sudut pandang yang terbilang aneh.
Saya bersyukur telah diberi kesempatan untuk mendalami makna kaderisasi tanpa batasan apapun.
Saya bersyukur telah diberi kesadaran bahwa Yang Mahakuasa dan semesta bisa mengader saya dengan cara apapun, bahkan lewat benda mati yang saya kesalkan.
Saya bersyukur, meskipun saya sering kesal pada iklan Ma**in, iklan ini tidak membalasnya dengan dendam. Justru saya malah dikader olehnya bahkan diberi pelajaran hidup.
Ya, saya bersyukur untuk pelajaran hidup sederhana yang saya dapat dari kaderisasi iklan Ma**in.
Tentunya, saya bersyukur boleh diberi kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih bisa olah rasa.




Dikutip dari novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho
Untuk saya pribadi, kaderisasi bisa dianalogikan seperti ini.


Kaderisasi yang dilakukan iklan Ma**in terhadap saya telah mengagitasi saya akan satu hal. Saya ternyata tidak menghargai sebuah karya, berbagai pengorbanan, bahkan mewujudkan ketakutan dari apa yang jauh, yang tidak dalam lingkup nyata sekitar saya. Bagaimana terhadap orang-orang dan lingkungan di sekitar saya?

Lagi-lagi, terima kasih Yang Mahakuasa dan semesta karena telah menyadarkanku melalui agitasi dalam kaderisasi yang tidak sengaja dilakukan iklan Ma**in.
:)

Satu lagi. Kaderisasi oleh iklan Ma**in ini benar-benar memberi saya pelajaran untuk lebih terbuka dalam apresiasi terhadap suatu karya, pengorbanan, kreativitas, ide, gagasan, dan keringat kerja keras. Selain itu setelah kaderisasi dari iklan Ma**in ini, saya berharap saya tidak lagi mewujudnyatakan ketakutan orang atau bahkan sekelompok orang.

Kesimpulannya ialah saya akan menghargai keberadaan orang-orang dan lingkungan sekitar saya sehingga tidak ada waktu untuk memperhatikan iklan Ma**in yang isinya tidak penting. Bagi saya, yang terpenting dari iklan Ma**in terdapat pada pelajaran hidup yang dia berikan. Sekian.

*tetep aja judith ada di #timantimastin*:p


nb: mungkin ada yang ingin menikmati rasanya dikader oleh iklan Ma**in, sila klik di sini :)


Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Tuhan memberkati


Salam dari produk kaderisasi iklan Ma**in dan tetap berada di #timantimastin,
Maria Paschalia Judith Justiari

Meteorologi 2012 - 12812006

Jumat, 11 Juli 2014

Antara Judith dan Hujan

Langitnya gelap.
Gelap berawan dan hamburan cahaya yang membias.

Langitnya gelap.
Gelap hingga menangis deras melepaskan berliter-liter muatan yang sudah lama tak dikeluarkan.

Langitnya gelap.
Gelap sambil mengajak angin bersuhu rendah dan asyik mengganggu kuat si raga.

Langitnya gelap.
Gelap dalam bosan sampai habis ide ingin berbuat apa.

Langitnya gelap.
Gelap tak berhasil kalahkan secercah cahaya dalam niatan menulis.


*****
Ceritanya, dari tadi gue nunggu hujan reda di depan Sekre KMK ITB.
Sekarang ditemani Dwika, Vivi, dan Jotet.
Tadinya, gue udah berencana ke suatu tempat yang akan memudahkan hidup gue dalam 2 tahun ke depan.

Gue sekarang lagi nggak suka sama hujan.
Nanti sepatu gue basah terus kaki gue dingin. Nggak suka.
Nanti rambut gue basah terus bau. Nggak suka.
Nanti baju gue basah. Nggak suka.
Dan gue kedinginan nggak ada Jahim huaaaaaaa :''''''''''(

Tadi barusan Devi dan Jona (anak-anak basis 22, anak basis gue) lewat dan masuk ke Sekre KMK ITB. Mereka membawa satu teman Camediknya.
Apa yang mereka lakukan?
Mereka meletakkan 4 tandu yang baru saja mereka perbaiki bersama-sama teman Camedik lainnya.



Lama-lama gue bingung, ini sekre KMK atau sekre Camedik? .-.
Tapi yaaaa gue pribadi selow aja sih hahahaha
Puji Tuhan, berarti Sekretariat KMK ITB bisa berguna banyak bagi teman-teman yang sedang berjuang untuk Tuhan, bangsa, dan almamater :3

Daritadi gue di sini cuma ngetik di depan Sekre KMK ITB sambil menanti hujan reda. Biar gue bisa jalan ke mana gitu.
HUAAAAAAAAAAA HUJAN CEPATLAH BERHENTI...............................

Eh eh eh barusan Marcell telepon. Katanya di daerah Pasteur nggak hujan.
DASAR HUJAN LOKAL TRASHBAG!!!!!! -________-"
*padahalanakmeteorologi
*tetepajakalohujannyagamendukungsuasanaromantisyabete

Beberapa detik yang lalu, gue berniat meneguk Calais favorit gue untuk menenangkan pikiran biar ga bete...
Dan ternyata........................................Calais nya udah basi :''''''''''''''''''''''''(



Aaaaaaaakkkk ga tega buang nya aaaaaaaaaa :'''''''''''''(

HUAAAAAAAAAAAAAAAA
HUJAN CEPATLAH BERHENTI :''''(

Judith mau jalan
Judith mau Jahim
Judith mau kaos yang tebal
Judith mau pakai sepatu yang waterproof
Judith mau Calais
Judith mau hujannya berhenti
Judith mau sandaran hati
.................................................................
*****

Tuhan, izinkan aku menikmat malam berbintang tanpa hujan.
Izinkan aku menikmat hangat dalam dekap selimut dan sejuta ide.

Di balik umpatan ini, ternyata masih terselip rasa syukur.

Bersyukur mata ini masih mampu memandang redupnya suasana Sunken Court.
Bersyukur raga ini masih ditemani oleh Vivi, Dwika, dan Kak Ajan.
Bersyukur telinga ini masih mendengar alunan musik merdu dari UKSU ITB.
Bersyukur tubuh ini mengusir kucing dari Sekre KMK ITB.
Bersyukur akal ini memahami cara menyimpan dan mengawetkan Calais.
Bersyukur hati ini mendengar cerita dari beberapa anggota KMK ITB.
Bersyukur budi ini menyaksikan anggota KMK ITB yang antusias dalam menjadi Camedik.
Bersyukur syaraf ini menerima impuls bahwa Sekre KMK ITB bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan.
Bersyukur jemari ini mengetik suatu rangkaian kisah sederhana dari 3 jam duduk di depan Sekretariat KMK ITB.

Ah Yang Mahakuasa memang selalu baik :)
Semesta selalu membagikan kebajikannya :)

Terima kasih sudah membaca tulisan ini. Maaf kalau terlalu banyak umpatannya.
Tuhan memberkati.

Salam dari yang sedang jenuh menunggu hujan berhenti dan langit berbintang,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sore Ini

- 11 Juli 2014 pukul 18.00 sampai 18.19 -

Sore ini aku duduk di depan Sekretariat KMK ITB.
Sore ini aku menunggu balasan dari seorang perempuan yang lebih muda setahun. Dia berjanji menemaniku mengecek sesuatu di daerah Cihampelas.
Sore ini aku mendengarkan kisah salah seorang anggota KMK tentang Diklat Panlap-nya.
Sore ini aku mendengar harmoni indah alunan musik dari Sekretariat UKSU ITB.
Sore ini aku tiba-tiba merasa dingin dari hujan.
Sore ini aku menyimpulkan kata 'redup' berdasar edaran mataku pada sekitar Sunken Court ITB.
Sore ini aku hanya ingin membagikan apa yang aku rasa.
Sore ini aku agak menyesal tidak membawa Jaket HMME "Atmosphaira".
Sore ini aku memandang langit mendung berawan.
Sore ini aku mengajak mataku menerobos ke kediaman Yang Mahakuasa, aku memohon agar malam ini tak hujan.
Sore ini aku mengusir kucing yang berusaha masuk ke dalam Sekretariat KMK ITB.
Sore ini aku..................................................................
Ya sudahlah :)



Terima kasih telah membaca cerita sore ini.
Tuhan memberkati

Salam dari yang sedang bercerita tentang sore ini,
Maria Paschalia Judith Justiari


Jumat, 27 Juni 2014

Mengganti Judul

Sebelum:




Sesudah:




*****
Dari "Kegembiraan dan Distorsi" ke "Cerita Indera"


Mengapa "Cerita Indera"...?
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada yang masih abu-abu di antara kegembiraan dan distorsi.
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada berbagai macam hal yang tidak tergolong kegembiraan maupun distorsi.
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada indera yang menerjemahkan suatu cerita ke dalam kegembiraan atau distorsi. Ya, kegembiraan maupun distorsi bergantung sudut pandang indera.
Karena indera diri saya melalui berbagai macam cerita, entah nyata maupun khayal.

Cerita Indera.
Sekumpulan cerita yang disaksikan mata, didengarkan telinga, dikecap lidah, disentuh kulit, dihirup hidung, dialami raga, dan dirasakan jiwa.
Sekumpulan cerita yang ditulis apa adanya tanpa dibuat-buat oleh penulis.
Sekumpulan cerita yang tak bermaksud puitis karena penulis bukan sastrawan.
Sekumpulan cerita yang siap sedia dibaca oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.

Selamat menikmati suguhan Cerita Indera :)


Terima kasih.
Tuhan memberkati.

Salam dari pemilik blog yang baru mengganti judul menjadi 'Cerita Indera',
Maria Paschalia Judith Justiari

Filosofi Angin --- Kata Orang, Cinta Itu Kayak Angin #bukanpostinggalau

-Diketik tanggal 27 April 2014 -

Broh bray
Orang-orang banyak yang berkata dan berpendapat kalau cinta itu kayak angin.
Sebagai mahasiswi (yang berusaha keras mempelajari) meteorologi, nih dah gue kasih tau aja salah satu hal tentang angin.

Angin telah menjadi aspek penting di meteorologi. Bisa dibilang, sebagian besar pembahasan di ilmu meteorologi yang menyangkut angin.
Salah satunya ini bray:





Jadi di atas, gue punya data kecepatan angin zonal (notasi: U, satuan: m/s) dalam periode waktu tertentu (notasi: t, satuan: menit) di waktu tertentu (dimulai dari 14.58 dan acuan pengamatan pukul 15.00).
Nah, dari data itu, gue diminta mencari nilai kecepatan angin zonal rata-rata dan angin meridional rata-rata.

Hmmmm... Biar nggak bingung, gue jelasin sebisanya yaa apa itu angin zonal dan angin meridional. Angin zonal itu komponen angin yang bergerak sepanjang barat-timur atau sebaliknya, sedangkan angin meridional itu komponen angin yang bergerak sepanjang utara-selatan atau sebaliknya.
Angin zonal dan angin meridional itu punya hubungan satu sama lain.
Yak begitulah penjelasan yang gue tangkap dari dosen gue.

Oke. Cukup perkenalannya dengan angin zonal dan angin meridional ini. Balik lagi ke soal di atas.

Gue puyeng banget bray... Menurut teori, kecepatan rata-rata angin meridional itu nilainya ada di persamaan 3. Dan nilai percepatan itu ada di persamaan 1 dan persamaan 2.

Terus................................terus..... terus...........................
Kagak ada definisi jelas tentang t1 dan t2.
Trashbag pisan lah ini -_-
Di soalnya bilang interval. Nah, interval mana yang di maksud? Menit awal sama menit akhir? Atau antara menit-menit itu sendiri?
Menurut gua sih interval waktu t1 dan t2 yang dimaksud itu yaa menit awal dan menit akhir.
Logikanya gini bray. Kalau antar menit, berarti gue bakal punya percepatan ke-1,2,3 sampai ke-n. Akibatnya, gue akan punya nilai kecepatan rata-rata angin meridional ke-1,2,3, sampai ke-n.
Masa' ada rata-rata di nilai rata-rata???

Yak dan gue telusuri ke buku referensi kuliah Meteorologi Dinamik. Bisa dibaca judulnya 'An Introduction To Dynamic Meteorology'. Iya bray, buku setebal ini masih tahap 'AN INTRODUCTION' kok :3



Penjelasan hubungan antara angin zonal dan angin meridional yaa kayak gini................................:





Langsung gua tutup dah bukunya.

Lalu gua mikir lagi.
Mikir asumsi apa yang digunakan terhadap percepatan angin ini.
Gilak, bahkan gue sekarang mengasumsikan asumsi .-.

Intinya, kalau gue berhasil nemu algoritmanya, gue bisa bikin programnya dengan bahasa Fortran :3
Wuidih kece badai banget sih...

*lalu gue berpikir keras*
*diskusi sesama anak meteorologi*

TADAAAAAAAAA

Nah ternyata gue nemu algoritmanya daaaaannnn mulai kepikiran programnya kayak apa :''3
Lalu segalanya tampak lebih mudah :'''3
Ah bahagia~~~ :'''''''''''''3

Men, gue setuju banget sih kalo cinta itu kayak angin.
Angin itu tampaknya begitu rumit di awal. Lalu ketika kita telah mengerti bagaimana alur memahami angin, semuanya menjadi lebih mudah, lebih sederhana. Kemudian akan membawa bahagia kepada kita.
Sama seperti cinta :)


*sumber gambar: dokumentasi pribadi*

Terima kasih telah membaca.
Tuhan memberkati.


Salam dari yang sedang memahami angin dan cinta secara paralel,
Maria Paschalia Judith Justiari
Kita tak hanya berada dalam bumi berbentuk bola pepat.
Kita tak hanya berada di atas tanah Ibu Pertiwi.
Kita berada dalam satu tubuh.
Aku, diriku, dan jiwaku.

Aku dengan senang hati membebaskan diriku untuk pergi dan melakukan segala sesuatu. Apalagi di tengah libur dan berada di rumah seperti ini.


WAKAKAKAKAKAKAK JUDITH BERLIBUR WOOYY!! YIHAAAAAAAA :3
JUDITH SEMEDI DI RUMAH TJOIIIIIII!! YUHUUUUUU :3

Gaada galau-galauan.........
......
......
Betewe, galau gue cuma muncul kalau gue udah stress tingkat dewa. Begitu gue merasa tertekan amat sangat, gue akan membutuhkan seorang laki-laki yang gue tahu saking sayangnya dia sama gue, tekanan yang buat dia remeh-temeh sampai tekanan yang memang berat pun dia dengarkan. Lalu dia pun memimpin gue untuk meloncat dan terbang menerobos tekanan-tekanan tersebut, memimpin atau paling tidak mendampingi gue menyelesaikan masalah-masalah hidup yang gue hadapi. Ya, sosok sandaran hati.
Oke. skip. Gausah dibahas lagi :p

Iya. Harusnya tidak ada distorsi (baca: galau-galauan) :)

Karena aku bebas tanpa tuntutan
Karena aku bisa rehat dan melepas sejenak beberapa tanggung jawab. Ingat, hanya sejenak.
Karena aku bisa menikmat waktu untuk membahagiakan diriku sendiri tanpa perlu mengganggu kebahagiaan orang lain.
Karena aku dapat memiliki waktu lebih untuk semakin mengenal diriku dan hidupku sendiri.
Karena aku bisa berada di sekitar raga dan jiwa yang menerima sekaligus menyayangi aku apa adanya diriku ini.

Libur dan Rumah :)

Tapi untuk beberapa waktu ke depan, mungkin sampai belasan Juli, aku harus memiliki liburku dan rumahku sendiri. Rumah dan libur yang kusebut dalam sandingan kelenturan hingga di manapun dan kapanpun aku berada, aku selalu bisa menyebut "Judith sedang libur!" atau "Judith sedang di rumah!". Meski aku secara kasat mata tak di rumah atau tak dalam waktu libur.

:)

Semangat Judith! Semangat untuk menciptakan rumah dan liburmu sendiri!
Semangat!!
:3

Tuhan memberkati.


Salam dari yang sedang menikmati libur di rumah secara tersurat maupun tersirat,
Maria Paschalia Judith Justiari

Breathtaking Episode of Bones Season 8

Holaaahhh everybody!

Pengennya sih gue nulis ini dalam Bahasa Inggris tjui, pengennya...
Tapi apa daya, Bahasa Inggris gue udah rada gimana gitu karena jarang dipakai. Jadi daripada ribet mikirnya, langsung aja deh pake Bahasa Indonesia yang (mungkin) baik dan (nggak terlalu) benar :D

Gue mau mengulas sedikit salah satu episode dari Bones. Yep, Bones udah jadi salah satu serial tv favorit gue sejak kelas 12. Thanks Agitha for introducing Bones to me anyway :3

It's titled "Pathos in Pathogens".
Garis besarnya, episode ini mengisahkan Bones dan Booth menghadapi kasus kejahatan biologi yang telah berhasil membunuh 1 nyawa dan nyaris membunuh 1 kerabat terdekat mereka.

Buat gue, sudut pandang yang menarik di sini adalah bagaimana ilmu pengetahuan dieksplorasi di masa kini.

Suatu hari Jeffersonian (semacam lembaga penyelidikan jenazah. Tempat Bones dan sohib-sohibnya bekerja dan menghabiskan waktu bersama) kalang kabut. Bagaimana tidak? Ada seorang jenazah memasuki Jefersonian dengan infeksi biologis yang tidak dikenal.



Sayangnya, pada saat pemeriksaan, salah seorang dokter di Jeffersonian tertusuk jarum yang berisi cairan yang mengandung sumber infeksi biologi tersebut. Dokter itu bernama Arastoo. Dalam waktu singkat, Arastoo menderita demam tinggi bahkan kejang-kejang.


Untuk menemukan vaksin agar Arastoo pulih, mau tak mau Booth dan Bones harus segera menemukan pelaku pembunuhan keji kelas ilmiah ini.

Sambil selidik sana-sini demi menangkap pelaku jahanam itu, Bones dan Hodgins bekerja sama membuat ramuan dari bahan-bahan herbal tradisional. Ini dilakukan karena setelah diteliti ternyata infeksi biologis tersebut memiliki gejala yang sama dengan penyakit chikungunya namun dimodifikasi lebih jauh secara biologis.

Singkat cerita, Booth dan Bones menemukan pelakunya. Ternyata pelakunya adalah seorang dokter yang sengaja membuat infeksi biologis yang mengerikan itu untuk kepentingan pribadi.

Si pelaku tampaknya sudah tak lagi memiliki hati nurani. Booth naik pitam karena si pelaku tak kunjung menyebutkan lokasi penyimpanan vaksinnya. Puncaknya ketika Booth membawa dia secara paksa untuk melihat kondisi Arastoo yang sekarat, bukannya kasihan, si pelaku malah bangga. Dengan teganya dia merasa diri hebat karena karyanya mampu melumpuhkan orang secepat itu. Melihat kejamnya si pelaku, Bones dengan cekatan menyuntikkan suatu cairan ke pelaku sambil berkata, "Nikmatilah hasil karyamu sendiri! Sekarang katakan di mana vaksinnya?"



Akhirnya, secara dramatis pelaku itu ditangkap dan Arastoo pun pulih secara perlahan. Usut punya usut, ternyata yang disuntikkan Bones hanya cairan biasa, bukan virus penyebab infeksi biologis mematikan itu.



*****

Nah, apa yang membuat gue tertarik?
Perkembangan ilmu pengetahuan mungkin membuat beberapa manusia merasa dirinya 'tuhan' yang hanya sudi memikirkan kebahagiaannya sendiri bahkan sampai mengorbankan kebahagiaan orang lain. Kesenjangan ilmu antara yang menguasai dan mengenyam lebih lama dengan yang berangan pada ilmu pun dimanfaatkan demi meraup keuntungan sendiri.
Padahal kesenjangan itu harusnya diubah menjadi kesetaraan.
Menurut gue pribadi, eksplorasi ilmu pengetahuan itu seharusnya bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya kaum cendekia yang bertitel. Bagi mereka yang hanya punya mimpi mencicip ilmu pengetahuan pun perlu disuguhkan ilmu pengetahuan eksakta yang begitu menakjubkan. Hingga mereka pun tak hanya mencicip melainkan terus melahap dan melahap ilmu pengetahuan tersebut.

Sama satu lagi yang benar-benar membuat gue tertarik.
Jangan pernah meremehkan suatu bentukan ilmu apapun. Setradisional atau sekuno apapun ilmu itu, ilmu tetaplah ilmu. Pada hakikatnya, ilmu itu berguna bagi kehidupan. Meskipun sudah berkembang secara pesat, ilmu yang dianggap tradisional jangan sampai dilupakan.
Karena pasti ada momennya, ilmu yang dianggap tradisional itu terbukti menolong manusia.
Ya, ilmu pengetahuan itu kekal. Semesta kece! Yang Mahakuasa benar-benar hebat!

Sebagai (calon) ilmuwan, gue merasa apapun yang gue temukan itu demi kesejahteraan bersama. Bukannya malah merugikan orang lain dan hanya meraup keuntungan sendiri.

Gue sadar bannget kalau gue ini calon ilmuwan.
Calon ilmuwan yang berusaha memberi solusi ilmiah pada nusa dan bangsa.
Calon ilmuwan yang mengabdikan dirinya pada ilmu yang diemban tanpa ego sedikitpun.
Calon ilmuwan yang berharap bisa menyelamatkan nyawa nantinya.

Semoga suatu saat nanti gue bisa menjadi seorang ahli vulkanologi, seismologi, dan meteorologi profesional kebanggaan Indonesia di dunia internasional yang berbasis nilai-nilai ilmiah serta memiliki semangat mengabdi. 

*seluruh sumber gambar: klik di sini :)*

Terima kasih sudah membaca.
Tuhan memberkati.


Salam dari (calon) ahli vulkanologi, seismologi, dan meteorologi,
Maria Paschalia Judith Justiari

Satu Lagi Langkah dalam Hidup

Diketik mulai tanggal 27 April 2014

Entah men, entah banget. Gue selalu bahagia ketika gue menemukan detil-detil kecil yang melengkapi siapa jati diri gue.
Menjelang umur 20 tahun, gue merasa potongan teka-teki 'siapakah aku' semakin banyak dan semakin terkumpul. Yah walaupun masih jauh dari kata tersusun tapi setidaknya potongan-potongan itu sudah ada, tinggal dirangkai.

Alkisah, gue blogwalking ke sana- kemari. Teman-teman seumuran gue menulis perihal kemahasiswaan. Intinya tentang paradigmanya mengenai berbagai macam hal perihal kemahasiswaan. I'm just like, "Wow! Pinter banget sih mereka."

Lalu gue bandingkan dengan blog gue.

Iya, gue bandingkan.

Gue bandingkan.

.............
.............
.............

Ini blog tuh entah mau gue sebut dengan apa. Isinya yaa literally kegermbiraan dan distorsi hidup gue. Bener-bener tentang hidup gue dan...........................................................................ga ada atribut-atribut kemahasiswaannya.

Jujur, gue malu banget.
Di saat teman-teman sekampus gue yang seumuran atau setingkat sama gue menulis perihal kemahasiswaan atau lebih jauhnya tentang nasionalisme, tulisan gue hanya berkutat tentang apa yang gue rasakan dalam hidup gue.
Tentang bahagia gue. Tentang kegalauan gue. Tentang hal-hal aneh yang gue alami maupun gue lalui.

Mana ada tentang kemahasiswaannya -_-"

Tapi di satu sisi, justru gue makin mengenal diri gue melalui tulisan-tulisan yang ada. Tentang siapa gue, tentang jati diri gue. Gue lebih tahu seperti apa gue sebenarnya.
Jujur, tadinya gue mau mengutuk-ngutuk tulisan gue karena isinya ga berbobot banget (menurut gue) apalagi kalau dibandingkan dengan tulisan teman-teman gue.
Lalu gue mulai menelusuri tulisan-tulisan gue dari yang terbaru sampai tulisan yang pertama kali muncul di blog.
Dan gue kembali menemukan jalan pikiran seorang Maria Paschalia Judith Justiari.

Meski hanya sedikit, setidaknya gue menemukan Judith yang sesungguhnya di dalam tulisan-tulisan gue.
Gue memahami seperti apa Judith bermimpi, menghadapi hidup, ingin diperlakukan, memiliki sudut pandang, berpikir, dan lain-lain.
Bagian hidup gue yang tadinya benar-benar hilang dan kosong juga mulai terisi perlahan-lahan dengan tulisan-tulisan di blog ini. Bahkan jujur, semua tulisan yang ada di blog ini hanya merangkum sepersekian bagian dari diri dan hidup gue namun menjadi kunci untuk semakin mengenal siapa gue sesungguhnya.

Dan gue pun tersenyum tiap membaca tulisan gue. Karena gue semakin mengenal bagaimana jalan pikiran gue.



Terima kasih Yang Mahakuasa.. Engkau mengizinkanku menyimpan serpihan jalan pikiranku sendiri melalui tulisan-tulisan di blog ini. Sekali lagi, terima kasih :)

Mari berkelana lebih lanjut untuk mengenal diri sendiri, Dith :)
Semangat Judith! :)

Tuhan memberkati

Salam dari yang baru saja menemukan dirinya melalui tulisan-tulisannya sendiri,
Maria Paschalia Judith Justiari

Aku Bilang Langit Malam Ini Cerah

- Diketik sejak bulan Mei -


#sedangdiputar Mudah Saja - Sheila On 7

Mungkin sejak dekat denganmu, aku makin sering memandang langit.
Kala bintang bertaburan di atas langit sana, aku selalu tersenyum.
Dulu itu tak sekadar "Malam ini tak akan hujan"
Dulu itu pertanda aku bisa menghabiskan waktu denganmu.
Waktu denganmu yang benar terasa mahal awalnya. Lalu lama-kelamaan aku menyesuaikan diri dan bersyukur untuk tiap detik aku bisa menghabiskan waktu denganmu.
Karena itu, aku selalu menyukai langit bertabur bintang. Ya, itu pertanda aku bisa menikmati waktu yang lebih panjang bersamamu tanpa diganggu hujan badai.


Tuhan, aku berjalan menyusuri malam setelah patah hatiku

Iya, malam bertabur bintang akhir-akhir ini sering aku anggap sebagai pertanda malam cerah tanpa hujan.
Kini malam terasa sepi, siang terasa sibuk namun kosong.
Jalanku menyusuri malam menyisakan jutaan tanda tanya dan milyaran rasa sakit.
Tapi aku berusaha bersyukur. Bersyukur pada Yang Mahakuasa.
Karena malam cerah dan tak hujan.
Karena bintang-bintang di atas sana setia menghibur dan menemani langkah hampaku.

Aku berdoa semoga saja ini terbaik untuknya

Iya, aku berani menyimpulkan bahwa kamu bahagia menjalani hidup sekarang.
Antara senang dan sakit, begitulah yang aku rasakan.
Mungkin ini memang terbaik untukmu. Untukmu saja.
Kalau terbaik untukku juga, aku tidak akan merasa sakit seluar biasa ini.
Kalau terbaik untukku juga, malam ini aku tidur dengan nyenyak.

Dia bilang, 'Kau harus bisa seperti aku, yang sudah biarlah sudah...'

Awal hari buruk itu terjadi, aku sama sekali tidak bisa tidur.
Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkan itu berlalu begitu muda.
Aku tidak bisa semudah itu berkata "Ya sudah..."
Bagaimana bisa segala yang kita lalui bisa kubiarkan berlalu begitu saja?
Kala banyak keindahan di sana...
Kala banyak hal manis di sana...
Bagaimana bisa segala yang kita lalui bisa kubiarkan berlalu begitu saja?

Mudah saja bagimu, mudah saja untukmu

Mengapa? Mengapa semua tampak mudah untukmu?
Sedang bagiku di sini semua tampak sulit, semua tampak rumit tak berujung.
Mengapa untukmu semudah itu?

Andai saja, cintamu seperti cintaku

Ah ya, mungkin inikah jawabnya?
Jujur, aku tidak tahu sama sekali dan tidak ingin menerka.
Mungkin hanya Tuhan dan semesta yang tahu.
Tapi setiap reflek ketika aku membutuhkan sosok sandaran hati, aku pasti reflek akan menghubungimu.
Bagian yang menyakitkan, aku sadar kamu telah pergi.
Dan siapalah aku ini kalau masih tidak tahu diri mengemis memohon bahumu untuk bersandar, memohon hatimu untuk memberi perhatian dan memimpinku melalui masalah yang aku hadapi.

Coba saja, lukamu seperti lukaku

Apakah kamu tahu aku sesakit apa?
Apakah kamu tahu dengan rasa sakit seperti itu, apa saja yang harus kuhadapi?
Dan kamu tampak bahagia menjalani hidup di sana.....
Sedang aku tak tahu harus bagaimana.
Aku mencoba dengan sungguh menenggelamkan diriku pada pelbagai macam kegiatan.
Harapku, ada kesembuhan yang kudapat.
Ah, aku lupa kalau semakin sibuk, aku bisa semakin stress. Semakin aku stress, semakin aku membutuhkan sosok sandaran hati. Semakin aku sadar aku membutuhkan sandaran hati, aku semakin sakit menghadapi kenyataan bahwa kamu bukan lagi sandaran hati untuk diriku. Lalu luka yang telah menganga terasa diperciki jeruk nipis. Sakit.
Mungkin karena itu juga tiap malam aku habiskan dalam sendu.


Omong-omong, ada sedikit tulisan yang iseng kutulis pada 19 Juni 2014


Congratulation Anyway
(by. Maria Paschalia Judith Justiari)

Congratulation anyway
You share your smile with your friends there
While I’m stuck with thousands paper here
Congratulation anyway

Congratulation anyway
You have reached another achievement
While I have to speak with rock-head people
Congratulation anyway

Congratulation anyway
You get one another step for your dream
While I feel tired with all of stuffs in my life
Congratulation anyway

Congratulation anyway
I’m really happy for you
I wish you tons of success and happiness
God bless you

*****

Ya sudah.
Sudahlah Judith, sudah...
Relakan.
Terbanglah Judith, terbang..
Jalani.
Semangat Judith, semangat..
Biarkan dia bahagia yaa Judith..
Bisa, Judith pasti bisa.
Karena dari dulu sampai sekarang Judith hanya ingin bahagianya tanpa mengganggu hidupnya.
Dari dulu itu ya dari ini:
http://judithjurang.blogspot.com/2013_07_01_archive.html

:)

Lalu aku melanjutkan penelusuran hidup ini.
Meski berawan, aku bilang langit malam ini cerah.

Terima kasih.
Tuhan memberkati

Salam dari aku yang bilang langit malam ini cerah,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 15 April 2014

Raga Ini Masih Penasaran

Raga Ini Masih Penasaran

Raga ini berdiri kokoh di tengah cerita bahagia
Meski raga ini punya sedih untuk dipenjara
Raga ini berdiri tersenyum di antara mimpi
Meski raga ini punya takut untuk bertepi

Raga ini teguh mendengar kisah hebat
Meski raga ini punya malu tuk bicara
Raga ini teguh perhatikan keluh kesah
Meski raga ini punya alasan tuk merana

Raga ini tak mau lagi berteriak akan cita
Berbisik saja dia tak sanggup dan enggan
Raga ini dalam diam meronta akan belas
Sudah jauh dia dari adab, acuh, dan manja

Raga ini masih penasaran
Sayang, raga ini punya putusan tuk merangkak
Raga ini terseok maju merangkak awalnya
Hingga akhirnya raga ini terbang mengangkasa


Distorsi (lagi).

Tuhan memberkati.

Salam dari penulis puisi 'Raga Ini Masih Penasaran',
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 04 Februari 2014

Judith dalam Pekan yang Sibuk

Inilah aku dalam tulisanku dan hariku
Berdasarkan kejujuran, aku hendak mengucap maaf
Mungkin ada yang akan terabaikan
Namun percayalah aku tak sengaja


Dalam beberapa pekan ke depan dipastikan gue bakal agak sibuk sih broh.. Yaahh bukan mau sok sibuk atau gimana, tapi memang perlu untuk mengemban amanah, broh..
Dalam beberapa pekan ke depan, gue akan belajar secepat dan semengerti mungkin tentang bagaimana bisa menjalankan tiap kepercayaan dengan penuh tanggung jawab.

Mungkin gue akan memajukan pikiran rasional gue. Ya, seperti biasa, gue akan berpikir sekian langkah ke depan-belakang-kanan-kiri-atas-bawah-serong beserta langkah-langkah perencanaannya.
Mungkin gue akan menggunakan perasaan gue untuk memposisikan diri gue. Apabila emosi yang keluar bersifat ego, pasti akan sekuat mungkin gue pendam. Yaaa contohnya kala gue merasa bosan kerjasama si X atau gue capek di kepanitiaan anu. Nah perasaan itu akan gue pendam hingga gue tetap rasional dan profesional.
Mungkin gue akan lebih banyak porsi seriusnya daripada bercandanya. Yaaa maaf kalau sampai itu terjadi...

Kalau ada yang merasa diabaikan oleh gue, sungguh, gue minta maaf.. Itu benar-benar tidak sengaja. Sebelum dan sesudahnya, gue minta maaf sebesar-besarnya

Nah, karena gue akan memendam emosi gue yang menyangkut kenyamanan diri gue, kebutuhan gue akan sandaran hati pun meningkat... Hmmmmmmm.. Apa perlu ini dipendam juga?

Teruntuk keluarga, sahabat dan segenap sobat, serta sandaran hati, aku mengucap maaf. Maaf jika aku akan tampak tak menghiraukan cerita kalian. Tenanglah, aku tetap mendengarkan dan menaruh kepedulianku pada kalian diiringi suatu kepercayaan. Kepercayaan bahwa kalian kuat dan mampu melaluinya tanpa aku.
Namun apabila kalian benar-benar berada di titik terlemah, percayalah, aku akan memastikan diriku ada dan hadir untuk kalian. Ya, kita akan sama-sama melaluinya.
Apabila kalian benar-benar membutuhkan hadirku, aku pastikan aku akan mendampingi dan membantu kalian sebisaku. Ya, aku pun tak akan pernah bisa melihat kalian berada dalam kesulitan.

Untuk akademikku, Himpunan Mahasiswa Meteorologi (HMME) "Atmosphaira" ITB, Collaboration ITB, KMK ITB, KPA ITB, dll........... Ya, aku siap :)
Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater.


Terima kasih.
Tuhan memberkati.

Salam dari yang akan sibuk,
Maria Paschalia Judith Justiari