Rabu, 29 April 2015

Sepenggal Celoteh Pengembara

“Neng, ini kayaknya sepatu udah jelek banget. Beneran mau dibenerin aja, Neng? Nggak mau beli baru?”
“Enggak, Mang. Dibetulin aja.”
“Saya jadi heran, Neng. Kenapa ya banyak anak seumuran Eneng malah nyimpen sepatu yang kayaknya udah jelek banget, bahkan masih kekeuh buat benerin sepatu yang rusak. Eneng sendiri kenapa?”
“Karena sepatu ini udah nemenin saya ke mana-mana, Mang, hehehe”

*****

Aku berani mengecap diriku sebagai Bocah Petualang Terakreditasi A. Begitu banyak bentuk petualangan yang aku cicipi. Dari yang alam banget yang mall banget. Dari perjalanan ke Mall Kelapa Gading sampai perjalanan ke Mahameru. Begitu beragam dan begitu aku syukuri.

Dari kecil aku memang tidak bisa duduk diam. Jika di rumah tidak ada yang aku kerjakan, sontak aku mengambil ransel serta mengenakan kaos, celana panjang jeans, kaos kaki, dan sepatu keds bertali. Lalu aku berpamitan dan melenggang keluar rumah. Kadang ada tujuan tertentu, kadang tanpa tujuan.

Dari yang alam banget sampai yang mall banget. Dari perjalanan ke Mall Kelapa Gading sampai perjalanan ke Mahameru. Begitu beragam dan begitu aku syukuri. Dari perjalanan yang terdokumentasikan oleh kamera sampai yang teringat jelas dalam benak tanpa dipotret kamera.


Dari yang alam banget
Agustus 2014 aku memutuskan untuk mendaki Semeru hingga Mahameru. Mahameru sendiri mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang tangguh dan mampu melawan keterbatasan fisik dalam suatu totalitas.


 Meraih puncak Mahameru adalah kesulitan dan tantangan luar biasa bagiku. Namun aku tak membiarkan diriku dihipnotis kata menyerah.
Bukankah sama ketika aku berjuang meraih puncak-puncak kehidupanku, kata menyerah tak boleh mampir dalam hidupku?


Tiap setahun sekali, aku melakukan tea walking bersama keluarga. Bagiku merupakan suatu yang berharga berjalan sekitar 3 km sampai 5 km untuk menikmati udara segar dan pemandangan indah buatan Yang Mahakuasa.


20 Juli 2014.
Tea-walk sejauh 4 km ini memuaskan raga akan pesona harmoni antara awan putih, langit biru, dan tentunya hijau kebun teh

Akhir tahun pun aku memilih untuk pergi ke dataran tinggi di Pegunungan Tengger untuk mengabadikan pesona matahari terbit yang terakhir di tahun 2014. Matahari terbit telah menjadi sumber semangat tersendiri bagiku untuk menjalani hari di tahun 2004.

Kepada matahari di ufuk timur, ingatkan aku selalu untuk terbit sebagai suatu jalan keluar 

Dataran tinggi pun punya pesona tersendiri untuk memberi kesegaran pada raga, pikiran, dan perasaan milikku. Memiliki waktu untuk berhenti sejenak memandangi pesona tersebut merupakan waktu yang sungguh tidak sia-sia untuk dinikmati.
Negeri atas awan di Kediri, suatu surga yang malu-malu untuk memamerkan pesonanya

Bicara kesegaran, air yang mengalir tumpah ruah dengan derasnya pun tak terelakkan menjadi sumber kesegaran itu tersendiri. Tapi namanya juga kesegaran yang lain daripada yang lain, perlu perjuangan untuk menikmati kesegaran itu. Perjalanan ke air terjun mengajarkanku bahwa segala yang indah membutuhkan perjuangan. Bahwa untuk meraih segala yang aku sebut keberhasilan pasti membutuhkan perjuangan.

Air Terjun Dolo, Kediri
Air Terjun Malela, Jawa Barat.
Melangkahkan kaki ke sana bukanlah perjalanan yang mudah. Namun begitu bertemu dengan air terjun ini, seluruh penat dan lelah tak lagi hinggap dalam diri raga ini.


Sampai ke yang mall banget
Bisa jadi bagi orang lain perjalanan ke mall di seputaran Jakarta merupakan suatu kemewahan. Bagiku biasa saja. Aku lebih memilih pergi ke mall dengan angkutan umum. Kenapa? Karena aku begitu ingin menikmati dinamika berbagai lapisan masyarakat yang berinteraksi dalam angkutan umum. Adalah sudut pandang yang menyegarkan kala aku mengamati bagaimana dinamika interaksi tersebut dibanding hanya duduk diam dalam kendaraan pribadi atau taksi.

Senja pusat kota Jakarta dari sudut pandang Grand Indonesia


Pulang dari Grand Indonesia, aku pergi ke sini untuk naik Commuter Line jurusan Depok
Tak kusangka-sangka, sekarang Stasiun Sudirman sekeren ini.
Pernahkah kita menghargainya?


Kadang kala, aku tak sempat mengambil potret untuk suatu momen hanya karena aku terlarut dalam yang disajikan oleh perjalananku.

Semisal ketika aku bertualang dengan angkutan umum, entah bus (Kopaja, Metromini, Mayasari, dkk) atau kereta (kereta api ekonomi jaman baheula).
Aku membiarkan telingaku menikmati alunan lagu yang didendangkan pengamen-pengamen sepanjang perjalanan. Dari suara mereka, aku mengasah kepekaanku pada realita hidup yang mesti diperjuangkan. Dari suara mereka pula aku belajar yang namanya ketegaran hidup. Tak jarang lirik yang mereka senandungkan berisi protes atas ketidakadilan bahkan berisi keprasahan harap akan kesejahteraan.

Aku membiarkan mataku merekam segala aktivitas yang lewat di hadapanku. Pernah aku memperhatikan seorang ibu berpakaian lusuh berjongkok di hadapanku dan membersihkan kereta ekonomi tempat aku berada. Aku hanya membisu dan terhenyak. Dia berlalu dari hadapanku dan membersihkan gerbong lainnya. Dia tak mengenakan baju seragam resmi jadi bisa aku pastikan dia hanya menanti uluran kasih yang memberikannya sedikit uang sebagai penopang hidupnya. Saking tak bisa berkata apa-apa aku hanya bisa diam memandanginya.

Pernah juga mataku merekam seorang anak kecil yang asyik bermain ponsel di dalam angkutan umum. Dia duduk di hadapanku dan tanpa sengaja memaksaku mengingat-ingat apakah di umur yang sama aku pernah seasyik itu bermain ponsel. Rasa-rasanya tidak. Yah, jaman memang telah berubah. Mungkin karena begitu herannya tanganku sampai sempat merogoh tas dan memotret apa yang ada di hadapanku.

Gadis kecil yang tengah begitu asyik dengan ponselnya

*****

Segala perjalanan itu aku ingat dan kujadikan suatu bahan pelajaran hidup.
Ketika aku melangkahkan kakiku keluar rumah sama saja aku menapaki langkah pertama untuk mengenal diri lebih jauh.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku memahami betapa indah karya Yang Mahakuasa , betapa agung Yang Mahakuasa, dan betapa Yang Mahakuasa mencintaiku.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku membuka diri pada segala macam sudut pandang yang dunia miliki. Aku pun lebih terbuka dengan pelbagai macam dinamika yang ditawarkan dunia ini.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku dapat menjadi pribadi yang lebih bersyukur, memiliki empati, bahkan termotivasi untuk berkarya lebih bagi kebaikan sekitarku.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku menemukan keeping-keping dari diriku.

 Setelah mengalami berbagai macam perjalanan, aku sepakat dengan kutipan ini


Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :)

Ps:
Sepatu yang menjadi bahan perbincangan di atas



Salam, dari Pengembara hidup ini dengan segala petualangannya,

Maria Paschalia Judith Justiari.

#BetterOutside
#BetterOutsideID
@BetterOutsideID