Tampilkan postingan dengan label bertani dari tempat tinggal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bertani dari tempat tinggal. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Juli 2020

Pengingat Diri di Tengah Cerita Kompos

Halo teman-teman!

Jadi ceritanya, tulisan kali ini akan menjelma sebagai pengingat bagi diri sendiri dalam cerita mengompos sisa-sisa bahan organik dari tempat tinggal. 
Cerita mengompos ini pun belum selesai karena saya percaya akan ada hal baru yang dapat ditemukan dan dipraktikkan. Syaratnya, saya tak berhenti belajar, mencari tahu, dan bertanya.

Di tengah cerita mengompos yang baru mulai sejak April 2020 lalu, saya ingin membagikan sepenggal rangkuman yang semoga ada manfaatnya. Mohon digarisbawahi, saya juga masih belajar. Saya juga percaya, tiap pribadi memiliki cara dan kenyamanan masing-masing dalam mengompos. Jadi, kalau ada perbedaan, mari kita diskusikan secara sehat dan dengan pikiran terbuka.

Rangkuman ini sengaja dibuat di tengah-tengah cerita agar bisa mengingatkan diri terhadap langkah-langkah saya dalam mengompos sampah. Tak hanya langkah yang bersifat teknik maupun material, tetapi juga perasaan yang terlibat.

Dalam tulisan ini, saya mau bilang, saya selalu merasa nyaman, tenang, dan bahagia ketika mengolah sisa bahan organik di tempat tinggal untuk menjadi kompos. Proses itu seolah menjadi cermin diri saya dalam mengolah sisa-sisa rasa batin, yang kadang saya anggap sampah, tapi ternyata bisa dibentuk menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Balik lagi ke teknik kompos, saya mencoba merangkumnya melalui video singkat di bawah ini. Selamat menonton teman-teman!





Yap, di tengah-tengah video, lagi-lagi saya dengan senang hati dan berbangga menyebut Kak Andito sebagai mentor kompos. Tulisan kali ini juga patut menjadi sarana saya mengapresiasi Kak Andito, seorang mentor dengan sudut pandang positif, semangat membara, sikap yang mau memahami orang lain, kesabaran dalam berproses, dan cintanya pada proses alam semesta. Tentu saya juga ingat rasa bangga Kak Andito menjadi seorang petani urban. Elemen-elemen pada Kak Andito tersebut membuat saya mendapatkan energi sebagai mentee untuk belajar mengompos sisa bahan organik dari tempat tinggal, bahkan memberanikan diri menjadi petani urban. Oh iya, tak bosan-bosannya saya mengingatkan teman-teman untuk berlangganan dan menonton video tutorial dari Kak Andito tentang kompos dan bertani secara urban di kanal YouTube Rumah Hijau Net (sila diklik yaa).


Terima kasih Kak Andito atas waktu dan kesediaan diri yang diberikan untuk membagikan ilmu beserta pengalamannya!
Semoga Kak Andito dan keluarga selalu sehat dan bahagia


Demikian pengingat ini dibuat

Terima kasih juga bagi para pembaca!
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :D

Semoga Sang Empunya Alam dan Semesta selalu melimpahkan cinta-Nya pada kita


Salam dari pribadi yang tengah belajar mengompos,
M Paschalia Judith J

Sabtu, 30 Mei 2020

Catatan Tani Halaman Pertama


Sabtu, 30 Mei 2020

Hari ini gue akan mulai menyimpan catatan aktivitas bertani (bertaninya yang sederhana aja kok, skala rumah tangga. Masih jauh jauh jauuuhh lebih hebat petani yang jadi produsen pangan kita) dari tempat tinggal  yang sebenarnya sudah sejak Januari 2020 lalu. Waktu itu bermula dari gue menanam durian di tempat tinggal (gue inget banget, itu gue nanemnya pas malem Minggu). Sebulan belakangan ini, gue menyadari diri mencurahkan lebih banyak fokus dan energi pada kegiatan yang menyenangkan ini.



Bentuk tulisannya mungkin seperti buku harian, santai dan tak formal. Isinya juga suka-suka gue aja haha

Oke.
Di hari ini, setelah bangun pagi, gue langsung memindahkan tiga bayi bawang merah gue (Crowny, Boxy, dan Bangwa), bayi sereh, dan bayi kurma ke tempat yang terkena sinar matahari langsung. Sereh dan kurmanya belum tumbuh sepenuhnya jadi belum dikasih nama hehe.

Yang gue inget adalah, gue menanam Crowny, Boxy, dan Bangwa pada malam Takbiran, yakni Sabtu, 24 Mei 2020. Maafkan, gue lupa kapan menanam sereh (dua batang) dan kurma (enam biji), yang jelas setelah malam Takbiran itu.

Habis itu, seperti biasa gue makan buah naga. Bapak juga minta buah naga. Alhasil, ada dua sumber buah naga buat jadi bahan eco-enzyme. Sip, begitu selesai makan, gue membuat dua botol eco-enzyme berbahan baku kulit buah naga.

Agak siangan, gue membuat pupuk cair berbahan baku nasi basi. Nasi basinya sudah gue diamkan sejak Senin, 26 Mei 2020. Lumayan, bisa dapet dua botol. Ohya, bikinnya sambil dengerin seminar dalam jaringan tentang investasi haha
Karena ibundo habis ngupas kulit bawang, gue langsung bikin pupuk cair lagi sebanyak satu botol. Namanya pupuk cair kulit bawang.

Foto oleh M Paschalia Judith J
Pupuk cair berbahan baku nasi basi


Foto oleh M Paschalia Judith J
Pupuk cair berbahan baku kupasan kulit bawang


Sekitar jam 19.00, gue menanam lemon (sembilan biji), sereh (tiga batang), buah naga, dan bawang merah (satu umbi, namanya BlueDucky). Tanah dan media tanamnya udah gue jemur pas siang-siang. Sebelum ditanam, tanahnya gue siram dulu biar agak lembab tapi tak basah (loh? bingung ga?). Oh ya menanam ini berarti jadi aktivitas malam mingguan gue ehe

Alhamdulillah, satu jam kemudian, ibundo cuci beras. Alhasil, air cucian beras itu tertampung buat jadi santapan lezat bagi bayi bawang merah, sereh, kurma, buah naga, durian, dan lemon. Porsinya beda-beda. Selain durian dan buah naga, bayi-bayi tanaman awak mendapatkan satu centong. Buat bayi durian 3,5 centong dan bayi buah naga 2 centong.

Gue pikir kegiatan bertani gue di malam Minggu udah kelar. Pas ke dapur, ternyata ada kulit pepaya yang masih segar karena baru dikupas. Baiklah, langsung gue sikat dan jadikan eco-enzyme kulit pepaya. Berarti di hari Sabtu ini, gue bikin tiga botol eco-enzyme dan tiga pupuk cair, secara total.
Sungguh, botol-botol ini akan bermakna buat bayi-bayi tanaman yang sedang bertumbuh di tempat tinggal orangtua gue :')

Foto oleh M Paschalia Judith J
Persiapan membuat satu botol eco-enzyme berbahan baku kulit pepaya. Tentu saja, lontong di piring tidak termasuk.


Demikian halaman pertama catatan tani gue.
Beberapa bagian akan gue tulis rinci, kayak membuat pupuk cair nasi basi atau pupuk cair kulit bawang. Tapi, gue nunggu dulu hasilnya kayak gimana, soalnya dua pupuk cair itu masih berproses hehe.


Terima kasih sudah membaca catatan ini
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur

Semoga Sang Pencipta dan semesta melimpahkan cinta dan rahmat-Nya untuk kita semua


Salam dari yang baru memulai catatan bertani,
M Paschalia Judith J

Dua Dapur

Sejak tanggal 18 April 2020 lalu, ada dua dapur di tempat tinggal orangtua saya. Pertama, tentunya ruang dapur yang digunakan untuk memasak makanan dan minuman bagi penghuni.

Dapur kedua adalah komposter, tempat untuk memasak pupuk kompos, baik padat maupun cair. Pupuk kompos ini akan menjadi makanan dan minuman pula bagi tanaman-tanaman yang sedang bertumbuh di rumah.

Foto oleh M Paschalia Judith J
Komposter hasil karya Kak Andito


Karena sampah organik dihasilkan tiap hari, ada kalanya komposter tak cukup menampung. Ya sudah, pada 24 Mei 2020, saya mencoba menghadirkan dapur baru bagi sampah organik. Namanya kompospot. Prinsipnya tetap mengompos, namun di dalam pot.

Foto oleh M Paschalia Judith J
Kompospot di tempat tinggal saya yang dibuat dengan menonton tutorial dari Kak Andito


Ohya teman-teman bisa mengecek YouTube Rumah-Hijau.Net untuk video tutorial membuat kompospot (klik di sini) bersama Kak Andito, mentor saya. Di kanal YouTube ini juga banyak tutorial seputar kompos yang bisa dipelajari dari tempat tinggal kita.

Daann, mari kita berkenalan dengan koki utama di dapur komposter maupun kompospot! TADAAA!!

Foto oleh M Paschalia Judith J
Belatung sebagai koki utama yang memasak di komposter dan kompospot





Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Semoga Yang Mahakuasa dan Semesta senantiasa menuangkan cinta dan rahmat-Nya dalam kehidupan kita

Salam dari yang menambah dapur di tempat tinggal,
M Paschalia Judith J

Minggu, 17 Mei 2020

Langkah Kedua tentang Sampah di Tempat Tinggal

Halo lagi bunda-bundi pembaca!

Mau melanjutkan tulisan sebelumnya yang berjudul "Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui" Ala Sampah.

Apa langkah kedua untuk memisahkan sampah organik dan anorganik dari tempat tinggal kita?
Menyediakan tempat sampah yang berbeda. Artinya, dari kegiatan awal membuang sampah, kita langsung memisahkan antara sampah yang organik dan anorganik. Yap, membuang sampah mesti kita lakukan secara sadar dan penuh perhatian.

Kalau aku pribadi, di rumah Bapak-Ibu, aku menyediakan dua tempat sampah di dekat dapur. Ember hitam untuk menampung sampah organik dan keranjang dengan plastik untuk sampah anorganik.

Foto oleh M Paschalia Judith J
Sampah rumah tangga di tempat tinggal orangtua M Paschalia Judith J


Lalu, apa langkah pertamanya?
Mencari tahu perbedaan dan jenis sampah organik dan anorganik sehingga kita bisa memilah dan memisahkannya. Misalnya di foto di bawah ini. Aku mau membuang sampah sisa tulang ayam yang tidak aku makan maka aku membuangnya ke ember hitam. Nah, kalau dilihat-lihat ember hitam yang aku foto berisi ampas kelapa parut, daun sayur yang tak bisa dimasak, kulit buah, cangkang telur, kulit bawang, dan kawan-kawannya.

Foto oleh: M Paschalia Judith J
Memasukkan sisa potongan sayur ke ember sampah organik



Sekian catatan hari ini, semoga bisa bermanfaat untuk bunda-bundi pembaca semuanya.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Semoga Sang Pencipta dan semesta selalu menganugerahkan cinta dan bimbingan-Nya.


Salam dari yang belajar untuk sadar dalam membuang sampah,
M Paschalia Judith J