Sabtu, 16 Mei 2020

"Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui" Ala Sampah

Halo!
Sebagian besar dari kita tahu kalau kata-kata di dalam tanda kutip merupakan peribahasa yang bermakna, ada sejumlah keuntungan yang didapatkan dari satu perkejaan. Sampah, khususnya yang bersifat organik, menjadi wujud nyata dari peribahasa ini dengan bantuan dari kita, manusia. Wujudnya pun dapat dialami oleh panca indra kita.

Memilah dan memisahkan sampah yang bersifat organik dari tempat tinggal kita menjadi langkah dasarnya. Sampah rumah tangga yang bersifat organik, sepengalaman saya, berupa sisa potongan sayur atau buah, tulang dari daging hewan, duri ikan, sisa potongan tempe atau tahu yang tak termasak, dan teman-temannya.

Sampah rumah tangga organik ini, jika diolah secara tepat dan penuh perhatian, dapat menjadi pupuk kompos. Untuk apa pupuk kompos ini? Tentunya bisa menjadi nutrisi bagi tanaman atau tumbuhan yang ada di dekat tempat tinggal kita. Ini manfaat pertama.

Kedua (dan mungkin bergulir hingga yang ketiga dan seterusnya).
Jadi begini bunds. Indonesia itu sesungguhnya masih impor sampah. Sampah plastik dan sampah kertas, salah satunya. Nggak percaya? Impor sampah ini legal loh, ada aturannya di Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 92 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri.
Tetapi, impor ini ada solusinya. Pelaku industri yang berkaitan langsung bilang, sampah plastik dan sampah kertas (juga mungkin limbah lainnya) yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri asalkan...


Tangkapan layar dari artikel yang saya tulis dengan tautan:
https://kompas.id/baca/ekonomi/2020/01/11/revisi-aturan-impor-indikasikan-kurangnya-koordinasi-lintas-kementerian/



Yak, benar. Limbah plastik dan limbah kertas itu kudu terpilah kalau mau jadi bahan baku industri untuk diproses atau dibentuk menjadi produk baru. Sebisa mungkin nggak tercampur oleh sampah organik. Kenapa? Limbah yang buat bahan baku industri ini sebisa mungkin mesti bersifat kering bunds. Di sisi lain, sampah organik sifatnya basah.
Yaa bayangin aja, industri pasti mesti menyediakan uang tambahan dongski kalau harus mengolah bahan baku berupa limbah yang tercampur. Sederhananya, industri sulit menjadikan limbah plastik dan limbah kertas, yang misalnya tercampur potongan sayur atau buah yang sudah membusuk, untuk jadi bahan baku.
Nah, kalau kita sebagai bagian dari masyarakat, minimal sudah membantu memilah dan memisahkan sampah dari tempat tinggal, bisa jadi memberikan rentetan dampak (yang semoga positif) hingga mengurangi impor limbah.
Makanya, di atas disebutkan manfaat kedua, ketiga, dan seterusnya dari memilah dan memisahkan sampah organik yang berujung pada pengolahannya. Proses pengolahan sampah organik terkenal dengan nama mengompos.

Daaannnn
Karena aku pribadi orangnya paling suka (juga paling sangkil dan mangkus) belajar sambil praktik langsung, aku memutuskan untuk ikut memilah, memisahkan, dan mengolah sampah organik dari tempat tinggal.
Tanggal 18 April 2020 menjadi hari yang cukup perlu diingat karena mentor dan guru saya, Kak Andito, dengan segala perjuangannya membuat dan membawakan komposter ini. Kak Andito ini juga membagikan ilmunya lewat YouTube (namanya Rumah Hijau Net) dan Instagramnya lohhh. Langsung klik aja bundss!!
Terima kasih yaa Kak Andito, maaf kalau saya terlalu cerewet kalau jadi murid hehe.




Semoga tulisan ini juga memberikan manfaat pada bunda-bundi sekalian.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Semoga Yang Mahakuasa dan Semesta selalu melimpahkan cinta dan tuntunan-Nya pada kita semua

Salam dari yang mulai memilah, memisahkan, dan mengolah sampah organik,
M Paschalia Judith J

1 komentar: