Senin, 30 Agustus 2010

Kalimat Pertama dan Jawaban Pertama

Kesan pertama setelah kalian membaca tulisan ini: "Dith, lo SKSD banget ya?"

Prinsip hidup gue, bodo amat SKSD yang penting gue jadi kenal. Emang urat malu lo ke mana, Dith? Gue simpen di laci kamar gue.
.lewat.

Kalimat dan jawaban pertama seseorang untuk kita (atau sebaliknya) membuat kita merasa atau minimal bisa jadi bahan haha-hihi kalo nggak ada yang ngelawak. Walaupun sekedar obrolan biasa, tapi tanpa kita sadari obrolan ini akan membawa kita ke suatu ikatan yang lebih erat.

Gue bakal menceritakan kalimat pertama gue dengan Exhsclafe10. Bukan cuma kenangan, tapi sarana buat ngehibur diri gue saat kangen sama mereka...

1. Achmad Fadhil Aprilianto
Gue: "Eh, sini kosong kan?"
Fadhil: "Iya"

2. Adhila Ghina Soraya Putri.
Gue: "Lo rumahnya di KPAD, Ghin? Kenal Riama nggak?"
Ghina: "Iya, gue di KPAD. Nggak kenal. Gue taunya Christin yg anak BHK di KPAD."
Gue: "Riama itu Christin.. Riama Christina namanya."
Ghina: "Ha? Beneran? Dia temen main gue lho!" 

3. Aida Fildzah
Gue: "HP kamu lucu banget. Seri apa?"
Aida: "Nokia 3120 classic"

4. Aji Saputra
*seinget gue, aji lg ngelawak pas senbud dan gue ngakak" 
 Gue: "Bwakakakakakak... Nggak bosen lo ama Joseph mulu?"
Aji: "Bosen sih tapi gimana yaaa.. gue kira dia nggak bakal ke sini. Eh malah ketemu"

5.  Amalia Dwiandani
Gue: "Woah, lo doyan sama Guns & Roses?"
Amel: "Iya Dith! Lo juga kan?"

6. Amira
Amira: "Hai Judith! Namanya lucu yaa, J-U-D-I-T-H"
Gue: "Hehehe makasih, Mir"

7. Anchika Ladeza Aulia
Gue: "Sini, gue bantuin foto."
Chika: "Makasih Dith, lo ngga mau ikutan?"
Gue: "Ngga, makasih."

8. Andria Puja Pratama
Gue: "Lo sekretaris kan? Gue absen brapa?"
Andri: "Tuh liat aja!"

9. Bunga Astya Safitri
Gue: "Eeeeenng, maaf, tapi lo nyium-nyium bau nggak sedap ngga?"
Bunga: "Iya"

10. Cecilia Ratna Puspita Sari
Cecil: "Lo pasangannya gue gapapa kan Dith? Cuma buat ngitung push-up."
Gue: "Oke!"

11. Davindra Giovanno Airulla
Davin: "Dith, lo mantan BHK kan? Kenal ama Lusi nggak?"
Gue: "Kenal. Kenapa?"
Davin: "Dia temen les gue."
Gue: "Oooh"

12. Diani Ambar Sari
Gue: "Diani, makan bekel bareng yuuk!"
Diani: "Iya"
Gue: "Lo rumahnya di mana? Kalo searah, pulang bareng aja."
Diani: "Emang kamu ke mana?"
Gue: "Auri."
Diani: "Yaaah, nggak searah"

13. Dwi Jayanti
Gue: "Gue manggil lo apa nih? Dwi atau yang lain?"
DJ: "Dije"

14. Dyah Tri Handayani 
Gue: "Ayo Dyah kita makan bareng"
Dyah: "Iya. Lo duduk sini aja, Dith." 

15. Dzorfi Bardani Nufus
Gue: "Pas skolah lo kebakar, lo gimana?"
Opi: "Ngungsi lah"

16. Evita Nur Indahsari
Gue: "Lo manis banget sih. Kalo diliat dari tampangnya, pasti lo anak yang rajin."
Vita: "Salah, Dith! Gue normal kok kayak yang lain."
Gue: "Maksud?" 
Vita: "Sama malesnya sama yang lain"

17. Fativa Indah Setyawati
Gue: "Indah atau Fativa?"
Indah: "Yang mana aja boleh yg penting pas lo panggil gue nengok."

18. Ghaisa Marin
Bege: "Namanya Judith kan? Ntar gue nunjuk elo yaa.."
Gue: "Sip!"

19. Gita Sulistianingrum
Gita: "Gue bingung mau ikut Orgab apa."
Gue: "Udah, Rohkris aja."
Gita: "Tapi gue juga pengen ikut Padus."

20. Ika Indah Fitria
Ika: "Kota Wisata tuh di mana sih? Deket sama Taman Buah Mekarsari ya?"
Gue: "Sebelumnya."

21. Joseph Christoffel
Gue: "Gue heran deh, masa' di sini cowoknya nggak demen bola."
Joseph: "Gue suka Barca kok."
Gue: "Yaaah, kenapa ga EPL?"
Joseph: "Barca mainnya bagus"

22. Khoirunnida
Gue: "Ha? Nama lo siapa? Nindya? Linda? Lida?"
Nida: "Nida."
Gue: "Oooh."

23. Landyasari Riffyanti
Gue: "Kalo diliat-liat, lo mirip ama Manohara ya?"
Dyas: "Ha?"

24. Ludwina Maria Sanda
Gue: "Eh, lo dari SMP mana? Nama lo siapa?"
Wina: "Wina dari Slamer."
Gue: "Akhirnya gue nemuin cewek yg pake rok pendek juga.."

25. Maria Paschalia Judith Justiari
*lewat*

26. Muhamad Gian Giffar
Gue: "Kalo 2012 beneran kejadian apa kabar dosa gue ya?"
Gian: "Itu mah ramalan iseng aja. Jadi pas suku Maya mau bikin kalender baru, dia udah keburu dijajah suku Indian."

27. Mutiara Adinda
Gue: "Kok di UKS? Sakit juga?"
Mutiara: "Iya, gue gaenak badan."

28. Nachita Putri
Gue: "Lo turunan Jepang ya? Nama lo unik."
Nachita: "Gue Jawa tulen kok"

29. Nimas Mita Etika
Gue: "Kenalannya yang heboh yaa, Mas"
Nimas: "Hehehe iya iya"

30. Puput Puspitasari
Puput: "Yel-yelnya keren ya, Dith? Kayaknya kelas kita bakal seru."
Gue: "Yaaa, kita liat aja nanti."

31. Raditya Satrio Wibowo
Radit: "Lo kenal Luis, Dith?"
Gue: "Iya, dia dulu SD nya di BHK"

32. Riska Frindona
Riska: "Eh Dith, lo mirip banget sama temen gue. Anak 10 E. Namanya Mila."
Gue: "Ah masa'? Beneran?"
Riska: (narik Mila) "Mirip kan??"

33. Rohma Hidayati
Gue: "Tugas sosiologi nomor 3 jawabannya apa?"
Rohma: "Ada di buku halaman 7"

34. Rosdiana Diah Paramita
Ana: "Pinjem tip-ex ya?"
Gue: "Silahkan"

35. Rully Ferdiansyah
Rully: "Lo doyan futsal juga, Dith?"
Gue: "Iya. Dulu mainnya pas classmeet doang tapi."

36. Sandy Indriana
Gue: "Ih Sen, lo tinggi banget ya.. Gue iri ama lo."
Sandy: "Ooh."

37. Saraswati Qonitah Thifal
Gue: "Saras, lo mau ikut ekskul apa?"
Saras: "Mading."

38. Selvy Febrina
Gue: "Eeenng, boleh nyontek PR ga?"
Selvy: "Mmmm..."
Gue: "Oke. Gapapa"

39. Tri Budi Utami
Budi: "Hai Judith! Nama lo unik ya?"
Gue: "Hai Tri! Hehehehe makasih."

40. Vanya Margareta
Vanya: "Lo kenal Luis, Dith? Serius?"
Gue: "Kenal. Kenapa?"
Vanya: "Gue pengen cerita."

Oke. Bener kan gue SKSD banget? Tapi gapapa, justru dari SKSD gue, gue bisa menyatukan diri di kelas X-H dan menjadi bagian dari keluarga Exhsclafe10.
Gue kangen kalian kawan...

Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Minggu, 29 Agustus 2010

Bagian Hidup Gue yang BERHARGA :')

Minggu, 22 Agustus 2010

Gue merasa kehilangan semangat dan arah karena suatu alasan. Efeknya, gue nyampah di Twitter.
Kayak udah dikirim Tuhan atau gimana, mereka datang layaknya malaikat yang turun dari surga. Tujuannya sudah dapat ditebak yakni menghibur gue.
Kata-kata dan kalimat mereka membuat gue yang patah semangat mampu berdiri lagi.
Mereka adalah bagian dari Exhsclafe10. Keluarga yang gue sayang sampai detik ini. Kelas yang memberi warna tersendiri buat gue. Solidaritas yang membuat gue nggak bisa lepas.
Kedekatan antara mereka dan gue sendiri membuat hemmm.. blak-blakan. Frontal bahasa modernnya.

atas (ki-ka): Nimas Mita Etika, Cecilia Ratna Puspita Sari, Gian Giffar
bawah (ki-ka): Saraswati Qonitah Thifal, Gita Sulistianingrum, Joseph Christoffel

Merasa familiar? Yaialah, mereka masih makhluk penghuni 39 kok.
Gue pengen ngucapin terima kasih buat mereka....
"Kalian hebat! Kalian bisa membuat gue tersenyum!"
"Kalian nggak tergantikan! Cuma kalian yang bisa ngucapin kalimat yang bikin semangat gue balik lagi!"
"Kalian berharga! Gue nggak bisa bales semangat yang kalian kasih buat gue."

Bayangin aja. Lo ditolong buat keluar dari lubang keputus-asaan (oleh: Nimas, Saras, Gita, Cecil) dan berhasil keluar. Walaupun pas keluar dimaki habis-habisan (oleh: Gian) serta ditanya dan dinasehati ini-itu (oleh: Joseph), lo berhasil keluar. Dan setelah lo renungkan baik-baik, semangat dari temen lo, makian yang ada benernya (emang bener sih), pertanyaan, dan nasehat itu yang membuat lo mensyukuri hidup lo.
Dan itulah pengalaman termanis gue yang baru keluar dari lubang keputus-asaan.

Terima kasih kawan. Gue sayang kalian..

Ini cuma kalimat Twitter sih, tapi cukup menggambarkan betapa berartinya kalian buat gue


Sekali lagi, terima kasih yaa kawan..
Maaf, gue nggak bisa ngasih apa-apa buat kalian..
God Bless!!


Salam hangat,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sabtu, 28 Agustus 2010

Sabtu, 28 Agustus 2010.
Buat gue, pagi itu bener-bener pagi yang berat. Ada rasa kecewa yang menusuk.
Kecewa karena apa? Gue udah kalah telak.
Kalah telak? Sama siapa? Rahasia. Itu bagian dari proyek gue yang belum bisa dipublikasikan.

Nafas-nafas pertama di pagi hari mulai gue rasakan. Oksigen mengalir bebas ke paru-paru gue lalu mengelilingi gang-gang di seluruh tubuh gue. Sampailah dia di otak. Pertama-tama, otak gue sama hati gue nggak sinkron. Korslet bahasa bagusnya. Untung aja ada oksigen yang menengahi. Pelan-pelan, gue buka mata dan sadar. Tanpa basa-basi, gue ngambil hape bokap dan menuliskan apa yang gue sadari.

Bukti sah (lagi-lagi Twitter):


Semangat gue yang kabur entah ke mana, tiba-tiba balik memeluk gue. Gue harus tetap berjalan walaupun gue merasa kecewa atau kalah telak. Ibaratnya, gue sedang mencoba berlari dengan satu kaki. Sulit, tapi pasti bisa.
Andaikata gue tetap berkumul dengan kekecewaan, gue pasti bakal ngerasain sakitnya penyesalan. Padahal, nyesel itu nggak ada dalam kamus gue.
"Pertama-tama, gue mencoba berjalan dengan satu kaki. Lama-lama, gue berlari dengan satu kaki. Dan suatu ketika, gue akan mendaki gunung dengan satu kaki."
artinya...
Gue melanjutkan hidup gue dengan sakit hati dan kecewa yang gue rasakan. Gue jadikan itu semua sebagai pemandu sorak pribadi.

Nggak ada yang boleh menghalangi usaha dan niatan gue buat mengejar dan meraih semua impian, obsesi, cita-cita, dan keinginan gue.
SEMANGAT!!

God Bless.

Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Tiba-tiba, Seorang Judith Menjadi...............BIJAK -,-

Ini realitas dan fakta. Di pagi hari yang cerah, perempuan berumur 15 tahun yang bernama Judith mendapat pencerahan setelah belajar fisika secara singkat, hmm lebih tepatnya setelah mendengar dan membaca suatu cerita.

Bukti sah (Twitter) :



Hebat ya? Padahal dia sedang dirundung kekacauan akibat ulangan fisika. Berikut adalah cerita yang menyegarkan pikiran seorang Judith.

Suatu hari, seorang ayah dari keluarga yang makmur mengajak anak lelakinya pada suatu daerah untuk memperlihatkan padanya bagaimana kehidupan masyarakat miskin. Mereka menghabiskan beberapa waktu dan malam di peternakan untuk merasakan kehidupan keluarga miskin. Dalam perjalanan pulang, sang ayah bertanya kepada anak lelakinya.

Ayah : "Bagaimana perjalanannya?"
Anak : "Ini menyenangkan ayah"
Ayah : "Apakah kamu bisa melihat kehidupan orang miskin?"
Anak : "Oh ya"
Ayah : "Jadi katakan padaku, apa yang kamu pelajari dari perjalanan ini?"
Anak : "Aku melihat bahwa kita punya 1 ekor anjing dan mereka punya 4 ekor anjing.
Kita punya kolam renang yang menjangkau taman kita dan mereka punya teluk yang tak berujung.
Kita punya lampu buatan luar negeri dan mereka punya bintang di langit malam.
Teras belakang kita mencapai pekarangan dan mereka punya seluruh alam semesta.
Kita punya sejengkal tanah untuk hidup dan mereka punya ladang luas untuk hidup selamanya.
Kita punya banyak pembantu yang melayani kita, tapi mereka saling melayani.
Kita selalu membeli makanan, tapi mereka menyediakannya sendiri.
Kita punya dinding-dinding untuk melindungi harta benda kita, mereka punya teman untuk melindungi mereka...."

Sang ayah hanya terdiam terpaku....

Lalu sang anak menambahkan : "terima kasih ayah untuk menunjukan seberapa miskinnya kita"

Bukankah ini hal indah untuk direnungkan? Membuat kita menyadari apa yang terjadi jika kita bersyukur atas apa yang kita miliki, dibanding hanya mengkhawatirkan apa yang tidak kita miliki.
"Bersyukurlah atas segala sesuatu yang kamu miliki"

Sederhana. Cerita ini hanya mengajak kita untuk bersyukur atas hal sekecil apapun. Wajar kan kalau Judith menjadi bijak karena cerita ini?
Hehehehehehe

Terima kasih telah membaca.

God Bless!!

Salam dari seorang yang menjadi bijak tiba-tiba,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Anda Merasa Kurang dengan Rutinitas Anda? Selamat, Anda Tidak Sendirian!

Seandainya ada yang mewawancarai saya seperti ini, maka saya akan menjawabnya dengan penuh kejujuran.

(Tanya dan Jawab)

T: "Anda makan berapa kali?"
J: "Tiga kali sehari."
T: "Kalau mandi?"
J: "Normal. Dua kali sehari?"
T: "Doa pagi?"
J: "..............." (menggelengkan kepala)
T: "Bagaimana dengan doa malam?"
J: "Akhir-akhir ini saya jarang berdoa secara pribadi, bahkan tidak pernah doa pagi maupun doa malam."

Malu mengakui bahwa akhir-akhir ini saya hampir tidak pernah doa pagi atau doa malam. Memang berdoa bukan rutinitas, melainkan kebutuhan rohani. Kalau tidak ada yang mengajak saya berdoa, sepatah kata untuk berkomunikasi dengan Tuhan tidak akan terucap dari bibir saya.
Doa yang rutin saya lakukan cuma pada waktu Saat Teduh, pelajaran pertama, pulang sekolah, dan sebelum makan (3 kali). Selebihnya tidak. Memalukan sekali!
Benar apa kata orang, terkadang kita berdoa kalau hanya ada maunya. Kalau tidak ada kepentingan, kita enggan berdoa untuk mengucap syukur bahkan untuk nafas yang masih diberikan Tuhan.

Ampuni hamba-Mu ini Ya Tuhan...
Gerakkan hati hamba untuk mengingat segala kebaikan Engkau...
Hamba bersyukur karena mampu menampar diri yang tidak pernah bertemu dengan-Mu dalam doa...






Salam dari pendosa yang ingin bertobat,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sabtu, 14 Agustus 2010

Setelah Satria November

Bukannya mau selingkuh dari novel-novelnya Mia Arsjad, tapi entah mengapa saya terhipnotis membeli kedua novel ini





Well, I’ve read and felt Satria November. But, both of them have similar story with me. They are my teacher now because I want to get out from a situation that you don’t wanna be there. Welcome Refrain and Pillow Talk! We’ll meet during Ramadhan on break time. Give your lesson and accompany me during my school break time! I’m ready to ‘slap’ myself with these novels! Hehehehehe

=D


GBU always..

Best regards,
Maria Paschalia Judith Justiari

Mohon Dimaklumi, Saya Sedang Girang

Heyyaaa!!
Saya duduk di depan laptop langsung setelah mendapat mention (bahasa twitter) dari novelis favorit saya.
Begini kronologi nya:

Saya mengetikkan 3 tweet ini: ( maksa banget dah) -.-

Dan......... VOILAAAA!! Tweet saya dibalas oleh dia:

Efeknya seperti ini: (malu-maluin diri sendiri)
 
Hahahahahaha, saya teriak jejeritan, histeris, dan dengan noraknya lhoo -____-
#bangga


Dia adalah Mia Arsjad.
Sejak kelas 7 (1 SMP), saya sudah ngefans (kelas) berat sama dia gara-gara novelnya yang berjudul Miss Cupid.
Novel Miss Cupid berhasil membuat ibu saya hampir dibawa ke psikiater (baca: ngakak kenceng-kenceng sendirian di kamar sambil baca Miss Cupid).

Akhirnya, dan mungkin sudah ditakdirkan *sok tau* saya mengecap Mia Arsjad sebagai novelis favorit saya.
Saya masih ingat pada zaman Friendster merupakan ciri anak gaul, saya mencantumkan nama Mia Arsjad di kolom “Who I Want to Meet”. *kalo saya punya nyali, saya cantumkan untuk membuktikan.

Novel-novel karya wanita geulis asal Bandung ini memang patut diacungi lebih dari 10 jempol (pinjem jempol kaki-tangan tetangga, abang ojek, ibu-ibu PKK). Bahasa dan kalimat-kalimat menggelikan dan mengalir merupakan ciri khas novelnya. Biarpun masalah yang diangkat serius, dijamin masih bisa ketawa di tengah jalan kalo baca novelnya (juga di tengah jalan). Saya pribadi saat membaca novel-novel Kak Mia *maaf, sok akrab*, nggak pernah pusing mikir ini-itu atau bolak-balik ke halaman belakang buat mengerti. Dengan caranya, Kak Mia berhasil membawa pembaca menikmati cerita dengan tutur kalimat yang mudah dipahami dan ber-genre lawak. Bahkan hebatnya lagi, saya selalu merasa hadir di dalam novel itu dan menyaksikan sendiri bagaimana tiap paragraf diceritakan. *standing applause

Masih banyak lagi kehebatan novelnya. Masalah yang diangkat dalam novelnya pun unik. Yang paling unik adalah Satria November.
Satria November menceritakan perjuangan dan pengorbanan seorang cewek berumur 15 tahun membantu seorang cowok berumur 16 tahun yang memiliki niat teguh untuk lepas dari jeratan narkoba.

Hayoo, belum ada lho novelis selain Mia Arsjad yang memasukkan tema Narkoba sebagai tema utama sebuah novel. Kalau diumpamakan dengan detergen, Satria November ibarat detergen yang sudah komplit – ada pemutih, pembersih, pewangi, pelembut, penggoda (?) – sehingga pakaian yang dicuci dengan detergen ini akan nyaman dipakai dan terlihat berkualitas. Sama dengan Satria November, nyaman dibaca dan berkualitas.

Sejujurnya (pengakuan), saya meneteskan air mata (hiperbola nggak dosa kan?). Intinya, saya nangis pas adegan Inov (mantan pecandu narkoba) menangis di pelukan ibunya. Pendeskripsian Mia Arsjad di sini sebenarnya cukup singkat, namun mampu membawa emosi saya ke dalam peristiwa itu. Mungkin kalian pikir bahasa yang kocak selalu membawa kalian tertawa terbahak-bahak keselek duren. Salah! Mia Arsjad mampu membuat kalian nangis sesenggukan jika kalian baca Imajinatta. *standing applause kedua kalinya

Pesan moral yang dihidangkan oleh Mia Arsjad juga berbobot tinggi. Sederhana, namun bermakna besar bagi kehidupan.

Bukan mau promosi, tapi kalau kalian butuh bacaan yang menghibur sekaligus mendidik, kalian HARUS eh ga harus juga sih tapi DIWAJIBKAN membeli novel karya Mia Arsjad. Alasan, ulasan, penjelesan, kukusan dari saya di atas cukup merayu iman Anda untuk membeli kan?

Sejauh ini, saya baru punya 2 novel yaitu Imajinatta dan Satria November. Sisanya saya baca pas lagi nongkrong di Zoe Comic Corner Depok.







Terima kasih atas perhatiannya.
Maaf yaa Kak Mia Arsjad kalau ada kata-kata yang kurang berkenan. Sebagai permohonan maaf, karena Kak Mia doyan kuda, saya kasih gambar kuda:
  
hehehe


Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari

Manipulasi dan Kamuflase

Demi apapun! Pelakunya bukan gue! Melainkan ibu kandung gue.

Ibu gue melakukan manipulasi dan kamuflase yang untungnya nggak perlu dibawa sampai ke meja hijau.

Perhatikan kisahnya baik-baik!

Suatu siang yang cerah (baca: terik, panasnya nyengat), gue baru balik dari sekolah dengan tampang ceria (suram). Pas turun dari ojek, gue memandang sekitar. Ternyata semua rumah sudah memasang bendera merah-putih.

Contoh: (tetangga depan)

Hati dan semangat gue langsung berkoar-koar memandang Sang Merah Putih berkibar di udara sepanjang jalan perumahan gue. Rumah gue juga udah memajang bendera Indonesia.

Nih fotonya tampak depan:




Lanjut. Gue pun serta-merta kaget dan menggelengkan kepala. Ternyata di balik bendera yang berkibar penuh semangat di halaman rumah gue tersimpan rahasia kreativitas ibu gue. Biar jelas, nih fotonya tampak belakang:


Alamaaaaakk?! Ibu gue melakukan kamuflase dan manipulasi yang berlandaskan kreativitas. Liat noh hasil kreativitas ibu gue: KURSI BAKSO DIJADIKAN PENYANGGA TIANG BENDERA
-________-

Usut punya usut, gue bertanya pada Mbak Sri tentang apa yang terjadi di halaman rumah gue. Mbak Sri pun menceritakannya

- Percakapan antara Ibu gue (I) dan Mbak Sri (S) –

S: ”Tiangnya mau ditaro mana, Bu?”
I: “Di halaman lah, Sri”
S: “Iya tau, di mananya?” (jengkel)
I: “Di tanahnya.” (berjalan menuju TKP)
S: “Ga ada pasak, Bu. Ga bisa nancepin tiangnya.”
I: “Oooh.. Bentar..” (masuk ke rumah)
S: ”Bu.........?” (tampang bingung)
I: ”Pake ini aja kalo gitu” (membawa kursi bakso warna biru dengan bangga)
S: (bengong)
I: (meletakkan tiang bendera ke lobang kursi bakso)
S: (masih bengong)
I: ”Makanya, jadi orang itu kreatif, Sri”
S: ”Kalo ibu mah kelewat kreatif.”

Yak! Ibu gue terbukti melakukan kamuflase dan manipulasi. Heran gue, kok bisa kepikiran pake kursi bakso ya??

Hari ini tepatnya Sabtu, 14 Agustus 2010, tiang bendera di rumah gue sudah normal. Mungkin karena kursi baksonya mau dipake.
nih foto yang sudah normal:



MERDEKAAA!!

Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari

Jumat, 13 Agustus 2010

Bebaskan Saya!

Saya terpenjara dalam barisan huruf
Padahal
Huruf selalu menyunggingkan senyum untukku

Saya terkurung dalam balutan kata
Padahal
Kata selalu membuatku bebas

Saya terikat dalam neraka frasa
Padahal
Frasa selalu membawaku ke khayalan

Saya terjebak dalam naungan kalimat
Padahal
Kalimat selalu melayangkanku
 
Saya terjepit
di antara prosa dan puisi


 *galau, Maria Paschalia Judith Justiari

Minggu, 08 Agustus 2010

Pemendam

Saatnya mendekripsikan diri sendiri (seharusnya: saatnya memamerkan diri)
Bukan deh, saya tidak ingin pamer. Toh kalaupun dipamerin, yang dideskripsikan hal jelek. Jadi buat apa pamer?
*mata bersimbah air mata dan wajah memerah karena sukses menjatuhkan diri sendiri*


Salah satu sifat saya yang paling tidak terlihat adalah Pemendam. Ya, saya sering memendam segala sesuatu bahkan sekecil apapun. Kalau ada yang menyinggung, saya hanya bisa mengelus dada dan berkomat-kamit membaca mantra "sabar".
Saya paling ogah kalau terjadi perselisihan karena hal kecil, jadi yaaa dipendam adalah cara paling ampuh untuk menghindarinya.
Silahkan saja kalian tuduh saya berlebihan, karena apa yang saya pendam akan saya pikirkan berhari-hari, bahkan ada yang bertahun-tahun. Itu fakta, kalian boleh bertanya tapi saya tidak akan menjawabnya.


Yang paling saya takutkan adalah ketika seluruh yang saya pendam di hati membludak ingin dikeluarkan (layaknya BAB). Cara apapun (*masih dicap halal 97%)  saya lakukan demi melampiaskannya. Biasanya saya ngacir ke Gita Sulistianingrum, Quickword, blogger, dan cara paling ampuh adalah menangis. Kalau saya menangis berarti banyak yang tak dapat ditahan lagi dan TERLALU SAKIT buat disimpan di hati. (*kayak belajar sistem ekskresi)


Sejujurnya, saya bosan memendam segala sesuatu dan menerima dengan senyum tulus (baca: munafik) tingkat tinggi. Namun mau bagaimana lagi? Lebih baik saya pendam daripada emosi saya yang campur tangan.


Demikian deskripsi colongan saya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

 Salam, Maria Paschalia Judith Justiari

Jumat, 06 Agustus 2010

Think About Them, Pals..

Think about these quotes.. Let it disturb your dream and build your new simple world  :)











GBU always...


Warmly regards,
Maria Paschalia Judith Justiari

Intermezzo~



GBU always...


Warmly Regards,
Maria Paschalia Judith Justiari

Filosofi Otonomi Daerah

Entah gua kerasukan setan apa, mungkin ahli-ahli otonomi daerah hadir dalam mimpi saya dan memberi inspirasi untuk menulis filosofi ini.

Otonomi daerah itu bisa berupa penggabungan daerah atau pemisahan daerah (secara  sederhana). Yaaaah, itu cuma pembukaannya.

Daerah A, daerah B, daerah C.
Daerah A dan daerah B menjalin hubungan yang kuat, bahu-membahu membangun daerah masing-masing. Tiba-tiba daerah C dengan potensi kekayaan alam yang tinggi mengajak daerah A untuk bersatu. Tanpa dipikirkan lebih lanjut, daerah A menerima tawaran daerah C. Ya, sekarang kedua daerah itu bersatu menjadi satu daerah.

Awalnya, daerah A mengalami kemajuan yang pesat. Lambat laun, penduduk di daerah A mengeluh. Mereka tidak merasa nyaman dengan daerah gabungan A-C. Sejujurnya, penduduk daerah A ingin bersatu dengan daerah B. Daerah B telah memberi kenyamanan kepada penduduk daerah A walaupun tak dapat memberikan kekayaan sebanyak daerah C.

Pemerintah daerah C tak mengetahui perasaan penduduk daerah A. Bahkan, ketika daerah A mulai menjalin hubungan lagi dengan daerah B, daerah C sama sekali tidak sadar.

Daerah B berubah. Pemerintah dan penduduknya memberi kenyamanan dan menambah pasokan sumber daya kepada daerah A. Seolah-olah, tak ada batas antara daerah A dan B. 

Tanpa disadari, daerah A semakin memantapkan langkahnya untuk bergabung dengan daerah B dan memisahkan diri dari daerah C. Parahnya, daerah C tidak mengerti apapun yang terjadi pada daerah A dan B. Daerah C hanya menyimpulkan bahwa daerah A baik-baik saja.

Sampai saat ini, daerah A masih menyandang status sebagai gabungan daerah C. Namun, ia melupakan batas daerah dengan daerah B yang lama-kelamaan memiliki hubungan semakin erat dengan daerah A.


Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Maafkan Saya, Bu

Gue emang anak durhaka.
Gue emang anak yang tak tau diuntung.
Tapi ibu gue nggak pernah berpikir, "Ah, untuk apa Judith hidup?"

Gue sendiri heran, kok gue berani membentak ibu gue. Padahal, bentakan itu meruntuhkan harapan dia terhadap gue.
Gue juga heran, kok gue bisa marah ama ibu gue. Padahal, kemarahan gue itu membuat ibu gue berpikir ulang apa salah dan dosanya.

Pas kecil, gue yakin ibu gue anak yang baik dan penurut. Mungkin jarang membangkang kakek-nenek gue.
Pas ngeliat gue udah pake seragam SMA dan duduk di bangku ipa, ibu gue bahagia.
Tapi pas ngeliat gue ngebentak dia, dia mikir, "Apa salahku? Salah didik nggak sih? Atau aku pernah ngelawan ibuku saat itu?"
Bisa dibilang, ibu gue terpaksa nanggung karma dan kesedihan. Yap, kesedihan itu adalah gue. Nggak seharusnya ibu gue menanggung semua itu, secara itu bukan salah dia. Salah gue dan emosi gue.

Pikiran gue cuma satu. Ntar kalo gue punya anak apa kabar karma yang gue tanggung? Gue berani taruhan, lebih berat dari yang ibu gue rasain sekarang.

Woah, berarti emak gue sabar banget ye, tahan banting. Salut punya emak kayak gitu.
Semoga gue bisa jadi anak yang berbakti dan berhenti kurang ajar ama ibu gue.

  

Maafkan saya Bu, udah sering kurang ajar dan gak tau diri... 
Saya sayang ibu. 


Salam hangat,
Maria Paschalia Judith Justiari