Selasa, 01 Desember 2015

Untuk Jerih Payah Para Pejuang Kemandirian Teknologi di Kampusku

Sabtu, 28 November 2015

Sore pada Sabtu di tanggal itu memang mendung. Tapi mendung di sore itu tidak aku jadikan alasan untuk tidak berkeliling kampus di tanggal itu meskipun hanya sebentar. Kampus ramai. Lebih spesial lagi, tidak hanya diramaikan oleh civitas akademika kampusku, melainkan masyarakat pun meramaikannya.

Ramainya kampus di tanggal itu berkat ITB Insight. Kalau boleh kubilang menurut sudut pandangku, ITB Insight merupakan suatu jembatan antara teknologi dan masyarakat yang diperjuangkan dengan segala totalitasnya oleh Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT) ITB. Kenapa aku berani berpandangan seperti itu? Karena aku telah mengamatinya dan inilah hasil pengamatanku.

Memandirikan teknologi. Dua kata barusan adalah secuplik visi ITB Insight yang kutahu dari media sosial seorang temanku. Sederhana sekaligus mulia. Begitulah kesan pertamaku ketika membaca cuplikan semangat visi tersebut.

Karena tidak bisa hadir dari pagi, aku memantau lini masa akun resmi ITB Insight Festival di media sosial LINE. Ternyata pagi hari dimulai dengan demo sains kepada anak-anak SD. Dari foto yang kulihat, ada ketertarikan di mata anak-anak itu pada demo sains yang diperagakan di hadapan mereka. Ya, ITB Insight membuktikan padaku bahwasanya teknologi memiliki magnet bagi anak-anak, tak hanya mereka yang sudah berusia dewasa.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Sekitar pukul 15.00, Bioskop 4D (bekerja sama dengan LFM) akan menunjukkan kebolehannya. Lagi-lagi, sungguh disayangkan aku tidak bisa duduk di sana dan menikmati pertunjukannya. Namun dari sini ITB Insight membuktikan kepadaku bahwasanya teknologi memiliki sisi hiburan yang dapat dinikmati oleh siapa saja.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Aku baru berkeliling di ITB Insight ini pukul 18.00. Sebentar memang, bahkan aku tidak menikmati satu wahana pun yang diadakan oleh ITB Insight. Di tengah jalan-jalan berkeliling, aku sempat bertanya pada salah satu temanku yang merupakan anggota HMFT. Pertanyaanku seputar wahana 'Berjalan di Atas Air'. Aku penasaran karena Audhina bertanya-tanya bagaimana kita bisa berjalan di atas air. Karena penasaran, aku langsung bertanya pada temanku itu.

Dari kiri ke kanan:
Belakang: Judith - Priska - Gilang - Yudha Maryam
Depan: Audhina - Nindya - Wira yang sudah mandi

Kemudian di malam harinya, kampusku semakin dipenuhi oleh masyarakat. Pemandangan yang luar biasa karena sangat jarang dalam 40 bulan aku kuliah aku melihat masyarakat memenuhi kampusku. Memang di malam hari itu ITB Insight telah menyiapkan NAIF untuk hadir dan memberi sajian musik terbaiknya untuk memeriahkan ITB Insight.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Berhubung aku bukan penggemar NAIF, aku memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang, aku bertemu Pak FX Nugroho Soelami, salah satu dosen Fisika Teknik.
"Selamat malam, Pak. Dari mana, Pak?"
"Dari gereja, nih. Judith, saya mohon maaf karena buru-buru. Di kampus ada acara anak-anak. Saya ingin mendampingi mereka."
"ITB Insight ya, Pak? Mantap, Pak! Semoga sukses ya Pak."
"Terima kasih, Judith."
Pak Nugroho pun sempat tersenyum penuh kebanggaan lalu berjalan cepat dan bergegas penuh semangat menuju kampus. Jujur saja, aku benar-benar salut. Ternyata semangat ITB Insight tidak hanya dimiliki oleh HMFT, melainkan juga ada semangat ITB Insight yang membara dalam diri salah satu dosen Fisika Teknik.

Tengah malam.
Maklum saja, kalau tengah malam, kuota internetku berlimpah jadi aku memantau lini masa media sosialku.
Kaget. Terkejut. Sedih.
Hal yang tidak mengenakkan terjadi pada salah satu mata acara ITB Insight pada malam itu.
Dan aku hanya bisa gigit jari karena tak bisa hadir di sana untuk memberi dukungan dan apresiasi secara langsung.

Namun ada satu sisi mungil yang membuatku terharu. Dukungan dari mahasiswa-mahasiswa kampusku mengalir begitu derasnya untuk ITB Insight.

"Sungguh! Sebenarnya gue sangat-sangat senang kampus yang berlapiskan tembok batu yang tinggi ini 'disusupi' masyarakat umum! Sesenang itu melihat banyak wajah bahagia, meskipun hanya karena (teknologi) buatan mahasiswa sederhana! Ini baru edukasi nyata untuk masyarakat, bung! Salut buat seluruh panitia! :")"
- Anugrah Yudha P., Senator Utusan Lembaga MTI ITB -


Kembali lagi pada pernyataanku di awal. Bagiku, ITB Insight merupakan suatu jembatan antara teknologi dan masyarakat yang diperjuangkan dengan segala totalitasnya. Aku benar-benar melihat sendiri betapa ITB Insight berjuang memasyarakatkan teknologi. Aku benar-benar melihat sendiri betapa ITB Insight membuktikan bahwa masyarakat dapat begitu dekatnya dengan teknologi dan menikmati teknologi itu sendiri tanpa melihat lapisan, kelas, bahkan golongan. Ya, ITB Insight menunjukkan padaku bahwa tiap lapisan masyarakat berhak dekat dengan teknologi dan menikmatinya.

Suatu perjuangan dan keberhasilan yang mulia, menurutku :)


*****
Kepada beberapa teman di HMFT

Untuk Davindra, ketua ITB Insight sekaligus teman sekelas di kelas 10
Bray, gue nggak nyangka lo bisa jadi ketua acara sehebat ITB Insight! Ternyata lo nggak cuma jenius Vin, tapi lo juga rendah hati dan memiliki daya juang yang besar. Mantap lah! Mungkin habis ini, lo musti ngeseriusin 1 cewek sih Vin, fixed. HAHAHA peace :p Btw, gue sangat menghormati kepemimpinan lo di ITB Insight 2015 ini. Two thumbs up, Vin!

Untuk Vivi, Kadeptsos-ku tercintah
Hai Vivi! Totalitas lo buat ITB Insight nggak gue ragukan lagi lah. Gue cukup melihat kerja keras lo buat ITB Insight ini. Belum lagi pencurahan tenaga, pikiran, dan perasaan lo yang nggak nanggung-nanggung buat ITB Insight. Terima kasih juga sudah repot-repot menyulap foto koplak gue untuk pensuasanaan ITB Insight. Makasih lagi karena udah ngeramein grup LINE BP kita dengan ITB Insight. Pastinya, terima kasih untuk keringat dan lelah lo untuk ITB Insight ini. Standing applause for ya, Vi :*

Untuk Seli yang sangat keren dan membadai
Terima kasih untuk kebanggaanmu pada Fisika Teknik dan HMFT (bahkan sebelum kamu jadi anggota HMFT, kamu sudah bangga pada HMFT. Keren!). Aku masih ingat waktu kita bertemu malam-malam di DPR. Saat itu, kamu masih berjuang menyelesaikan tugas wawancara. Sejak malam itu, aku paham bahwa kamu akan seberjuang itu untuk HMFT. Dan aku nggak bakalan ragu kalau kamu benar-benar berjuang di HMFT. Sekali lagi, terima kasih telah mengingatkanku untuk bangga dalam berjuang di himpunan dan keilmuannya. *peluk*

Untuk Andin, kadept Dogi terbaek bangsa
Terima kasih Andin sudah berjuang membagi waktu untuk ITB Insight dan keberjalanan Dogi. Terima kasih sudah rela dan tulus untuk mengorbankan waktu tidur demi terselenggaranya ITB Insight. Terima kasih juga karena tak ada hentinya mempromosikan ITB Insight di grup LINE Dogi HEHEAku sesalut itu sama kamu yang sudah melibatkan segenap diri kamu dalam ITB Insight, Ndin. No matter what, I bet you have given your best :)

Untuk Ana, teman rumpi KM ITB
ITB Insight is so damn amazing, Na! Makasih banyak Ana, lo udah mau repot-repot memberikan segenap ide dan fokus lo untuk ITB Insight (seinget gue pas kita cerita-cerita terakhir, lo juga lagi ngurus suatu organisasi di luar ITB kan?). Dan buat gue pribadi, ide dan fokus lo benar-benar membuahkan hasil yang luar biasa di ITB Insight ini.Btw kapan kita ngerumpi lagi? :p

Untuk Victor, anak mentor dan anak Dogi
Setahu gue, lo adalah orang yang paling bahagia sekaligus paling semangat kalau diminta mempromosikan dan mengenalkan keilmuan Fisika Teknik dan HMFT itu sendiri. Tentu saja gue merasakan kebahagiaan lo dan semangat lo untuk mengenalkan teknologi itu hadir di ITB Insight. Terima kasih Victor.

Untuk Rezzy, Senator HMFT
Wow! HMFT pasti bangga punya senator kayak kamu, Rezzy. Kamu masih bisa membagi waktu untuk Kongres, Tugas Akhir, dan ITB Insight. Terima kasih Rezzy untuk waktu yang kamu berikan dalam memperjuangkan ITB Insight *peluk*

Untuk Azizah, Remi, Teguh, Aflin, Inay
"Jika kamu bersedih, jika kamu menangis, jika kurang gairah, cepat datangkan Taplok."Aku percaya (biarpun belum bisa membuktikannya) kalau kalian adalah salah satu sumber bahagia dan gairah dalam memperjuangkan ITB Insight kali ini. Terima kasih kawan-kawan Taplok HMFT-ku tersayang

Untuk Andya, salah satu mahasiswi yang patut diteladani
Terima kasih Andya karena kamu tak henti-hentinya menginspirasi aku termasuk lewat jerih payahmu dalam ITB Insight tahun ini :)

Untuk Suwig, salah satu BP di HMFT
Terima kasih banyak Suwig untuk segala bentuk peran dan hal-hal terbaik yang bisa lo berikan untuk ITB Insight

Untuk Asep anak basis, Melissa menantu basis, Ryo anggota baru Dogi, Aresti, Khalid,
dan Kevin yang menjelaskan wahana 'Berjalan di Atas Air'
Terima kasih atas segala yang telah diberikan untuk ITB Insight. Meskipun mungkin aku sama sekali tidak diberi kesempatan melihat kontribusi kalian, tapi aku percaya kalian telah banyak memberikan apa yang kalian miliki untuk ITB Insight. Terima kasih telah berjuang untuk ITB Insight :3

*****

Percakapan 1
A: "Lo Sabtu mau ke mana?"
B: "Insight lah, apalagi?"
A: "Mantap. Sama lah kalo gitu."

Percakapan 2
C: "Asik ntar Sabtu ada acara."
D: "Insight kan?"
C: "Yoa!"

Percakapan 3
E: "Tumben lo Sabtu ini nggak balik."
F: "Ya iyalah. 'Kan ada Insight."

Percakapan 4
G: "Apapun yang terjadi, buat gue Insight sih keren habis"
H: "Iya, gue salut banget sama HMFT."
G: "Udah ngasih semangat ama apresiasi?"
H: "Udah lah, nih barusan gua japri."
G: "Iya, di grup juga rame banget pada nyemangatin anak-anak Insight."

A, B, C, D, E, F, G, dan H adalah mahasiswa ITB di luar Program Studi Fisika Teknik ITB :)

Ya, satu lagi. ITB Insight secara tersirat memberikanku suatu pesan indah. Bahwasanya kampus ini tetap satu dalam harmoni berbagai warna lewat dukungan dan apresiasi kepada karya yang diperjuangkan oleh salah satu warna dalam harmoni tersebut.

Selamat berisitirahat sejenak kawan-kawan HMFT, supaya ke depannya dapat memberi manfaat dan makna seperti ITB Insight 2015 ini :)
Makna yang sederhana dan mulia akan ditunggu dengan senang hati. Pasti :)

******************************************************************************************************************************************

Ah ya, semua kata-kata yang saya tuliskan di atas murni berdasarkan dari yang saya alami, yang saya rasakan, yang saya pikirkan, yang saya refleksikan, dan yang saya amati.

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :D

Salam dari yang begitu berterima kasih atas kehadiran ITB Insight 2015,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 24 November 2015

Here We Go :)

Halo Welt!

So have been a long time since the last post.
Well, actually I want to share my minds and what I am thinking about lately.

Aku Belakangan Ini
Akhir-akhir ini ada pertanyaan yang aku ajukan kepada diri sendiri. Pertanyaan ini jujur saja berhasil membuatku merenung.
Dua pertanyaan.

"Hidup seperti apa yang ingin kamu raih, Judith?"
"Kualitas diri seperti apa yang ingin kamu capai?"

Kedua pertanyaan tersebut tidak serta-merta datang secara tiba-tiba. Dimulai karena aku merasa terlalu terbawa arus keseharian.

Kuliah, ya hanya sekadar kuliah.
Mengerjakan tugas, ya hanya sekadar supaya tugas itu selesai dan ada bahan yang dinilai oleh Dosen atau Asisten.
Ikut lomba atau seleksi, ya hanya sekadar mengejar nama besar dan pujian. Katakanlah, pengakuan dari banyak orang kalau ternyata aku berprestasi.
Parahnya, mengikuti semacam pelatihan terbuka, ya hanya mengejar sertifikat.

Lama-lama, aku merasa aneh.

Aneh aja. Bangun pagi bukannya mensyukuri hari tetapi malah ingin segera mengakhiri hari yang baru saja akan dimulai.
Tak ada semangat sama sekali. Enggan.
Karena keengganan menjalani hari itulah, aku mulai mempertanyakan diriku, mau dibawa ke mana hidupku ini.


Peristiwa Pertama di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Minggu, 22 November 2015 seperti biasa aku ke gereja. Cukup berbeda dari hari-hari Minggu lainnya karena hari Minggu ini merupakan Perayaan Kristus Raja Semesta.

Kristus Raja Semesta.
Raja Semesta.

Lalu aku langsung mengamati diriku dan keseharianku akhir-akhir ini. Rupanya hari-hariku belakangan ini jauh dari pimpinan Yang Katanya Raja Semesta.
Jelas-jelas Dia Katanya Raja Semesta, Dith, logikanya Dia memimpin semesta, termasuk kamu. Begitu batinku.
Aku cuma diam.


Peristiwa Kedua di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Di pagi hari menjelang siang, aku mendapatkan suatu kabar yang.......................yah cukup mengecewakan. Kabar itu pun mampu membuatku begitu merasa gagal. Belum lagi orang-orang di sekitarku yang sedang menikmati keberhasilannya dan keberhasilannya diumbar-umbar secara viral.

Gagal di tengah suasana seperti itu? Sedap.

Karena orang-orang di sekitarku sedang menikmati keberhasilannya dan kabar keberhasilan mereka terumbar di mana-mana, aku jadi berpikir, nilaiku sebagai manusia benar-benar sebatas gelar juara, gelar berhasil, atau katakanlah pengakuan. Akibatnya, aku menilai diriku yang tengah gagal ini sebagai manusia yang tak bernilai. Parahnya lagi, di detik itu aku tidak memiliki teman untuk berbagi cerita. 


Kolaborasi Peristiwa Pertama dan Peristiwa Kedua di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Sadar. Aku benar-benar tersadarkan. Sesuatu-sesuatu yang kukejar akhir-akhir ini sangatlah duniawi. Dan sepengalaman aku, yang bersifat duniawi tidak banyak yang abadi.

Popularitas? Itu duniawi.
Pengakuan? Itu duniawi.
Sertifikat? Itu duniawi.
IP? Itu duniawi.
Gelar? Itu duniawi.
Pujian? Itu duniawi.

Hal-hal duniawi pasti dengan mudahnya berubah-ubah, tidak abadi. Paling-paling hanya bertahan dalam hitungan satuan waktu. Mengejar yang berubah-ubah dengan mudahnya pun menjadi sesuatu yang melelahkan. Tak urung menimbulkan kekosongan, semangat hidup yang kosong.


Kembali ke Beberapa Waktu Sebelum Aku Belakangan Ini
Waktu-waktu yang menyenangkan kalau boleh aku bilang. Tiap bangun pagi, selalu ada hal yang dengan cepat dan cekatan begitu mudah aku syukuri. Selalu membuka mata dengan semangat baru untuk menempa dan menantang diri dalam satu hari baru yang akan kujalani. Motivasinya pun begitu sederhana. Motivasinya apa, ya mungkin cukup Yang Mahakuasa, semesta, dan beberapa orang yang tahu. Sering juga aku menatap langit atau kuedarkan pandanganku pada semesta sambil tersenyum senang. Lelah? Lelah pasti ada dan ternyata lelah itu tidak menguasaiku.
Dan di waktu-waktu itu, aku berasa begitu hidup :)


Beranjak ke Simpulan
Mengejar hal duniawi atau hal spiritual ternyata sudah begitu tipis bedanya bagiku. Ke depannya mungkin aku perlu lebih cermat lagi mana yang sepatutnya aku raih. Mungkin tambahannya, aku perlu berlatih lagi untuk lebih tidak bergantung pada hal-hal duniawi.

Kuliah, ya tak hanya sekadar datang, tapi semakin menambah ilmu sebanyak-banyaknya, membuka mata ini akan begitu besarnya misteri semesta.
Tugas, ya tak hanya sekadar selesai, tapi aku mengerti segala yang bisa dieksplorasi lewat tugas itu.
Lomba atau seleksi, ya bukan mengejar pialanya, tapi memberikan segala yang terbaik dariku untuk bermanfaat bagi sekitar
Mengikuti pelatihan terbukan, ya bukan mengejar sertifikatnya, tapi melatih diri untuk memiliki kemampuan-kemampuan baru agar bisa semakin bermanfaat bagi sekitar.

Bagiku, hal duniawi cukup seperlunya saja untuk membantu aku meraih apa yang ingin dan akan aku capai sesungguhnya. Ya, yang ingin aku capai sesungguhnya :)


Setidaknya aku menemukan jawaban untuk dua pertanyaan di atas tadi. Sesederhana supaya aku sadar untuk memberi makna pada diriku dan hidupku. Bahwa diriku tak sekadar sosok bernama, bahwa hidupku tak sekadar lewat selintas lalu kembali menjadi debu tanpa punya cerita :)


Terima kasih sudah membaca tulisan ini.

Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur ^v^
Semoga Yang Mahakuasa selalu memberkati


Salam dari yang ingin hidupnya tak sekadar lewat lalu begitu saja,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 07 Juli 2015

Dilema Kerja Praktik Hari ke-10

Hola hola!

Hari ini tanggal 8 Juli 2015 (((OH EM JI, AI BARU INGET SEPUPU KESAYANGAN AI ULANG TAON. UNTUNG LIAT POJOK KANAN BAWAH LAPTOP)))

Yha selain hari ini ulang tahun sepupu gue, hari ini juga udah Kerja Praktik (KP) hari ke-13. Dan entah kenapa, gue ingin membagikan dilema gue (ceilah) pada KP hari ke-10.

Jurnal Kerja Praktik ala Judith
- Kerja Praktik Hari ke-10  ||  Jumat, 3 Juli 2015 -

Hari ini gue memilih untuk pulang cepat. Super cepat, tepatnya (jam 11 siang sudah meninggalkan kantor). Seperti biasanya, gue menaiki jembatan penyeberangan untuk bertemu dengan Koantas Bima nomor 509.

Karena gue pulang super cepat, gue pun tak terkena balada macet pulang kantor ala Jakarta #somuchyeay. Keuntungan lainnya, gue dapet tempat duduk di Koantas Bima #doubleyeay

Agak ngangtuk memang tapi gue memilih untuk tetap terjaga sambil melihat-lihat jalanan (Judith selalu menikmati jalan dan perjalanan). Sampai di perempatan Cilandak, Koantas Bima ini ngetem sejenak. Di sinilah peristiwa dilematis ini muncul.

Seorang bapak-bapak berbaju merah-hitam masuk ke dalam bus kecil ini dan berdiri di dekat pintu. Beliau membawa gitar lalu mengepaskan senar-senar gitarnya. Semuanya masih tampak biasa, seperti musisi jalanan pada umumnya.

Jreng.
Bapak berbaju merah-hitam itu hanya menggenjrengkan satu kunci nada dengan mantap sebagai pembuka. Yah, masih biasa saja. Gue pun dengan sotoy dan kesoktahuan gue bergumam dalam hati,
"Ini paling kata-katanya sama kayak pengamen yang lain: 'Selamat siang Bapak-Ibu sekalian. Di siang yang terik ini izinkan saya yang mengalami kerasnya Jakarta memberika satu-dua lagu untuk menemani Bapak-Ibu. Daripada kami mencopet lebih baik kami mengamen. Seribu-dua ribu dari Bapak-Ibu tidak akan mengurangi kekayaan malahan menjadi sumber rezeki kami. Selamat mendengarkan.' Ya kalo engga pun yaa ga jauh-jauh dari situ lah."

*Dith, kok hapal?*
* #JudithSahabatKopaja #JudithSahabatKoantasBima #JudithSahabatMetroMini *

Ternyata.............
Ternyata.............
Ternyata gue beneran sok tahu.. Bapak-bapak itu membetulkan kacamatanya lalu berkata dengan suara berat, "Selamat siang Bapak, Ibu, Mbak, Mas, Adik, Kakak. Izinkan saya mengamen sebentar. Mohon maaf apabila menganggu Bapak-Ibu sekalian. Kalau tidak berkenan diganggu, tidak didengarkan pun tak apa. Saya juga mohon maaf apabila saya mengamen kurang menyenangkan hati Bapak-Ibu. Kalau boleh cerita, semalam saya tidak tidur. Ada urusan yang membuat saya terjaga. Yak, selamat menikmati lagu dari saya."

Gue terdiam. Walaupun tangan gue memasukkan ponsel ke kantong celana gue (biar aman), mata gue tetap fokus mengarah ke Bapak-bapak yang bernyanyi dan memainkan gitar. Merdu, enak banget didengar. Genjrengan gitar yang mantap dipadukan dengan suara bulat beliau. Bapak itu memainkan tembang lawas yang cukup familiar. Apabila gue perhatikan lekat-lekat, beliau memang terlihat menyembunyikan lelah namun wajahnya tampak menghayati lagu. Berkali-kali beliau bernyanyi memejamkan mata. Bukan, bukan karena beliau kurang tidur. Gue yakin itu karena beliau begitu menikmati dan bersatu dengan lagu yang dimainkan.

Seselesainya dia mengamen, dia mengedarkan kantung penopang penghasilannya. Begitu dia bertatapan dengan gue.....
"Pak, terima kasih yaaa," kata gue sambil tersenyum.
"Terima kasih juga yaa, Mbak," balasnya juga sambil tersenyum.
Lalu dia pun turun dari Koantas Bima.

Dan lalu gue merenung. Sejujurnya gue merasakan bahwa bapak tadi mengajarkan totalitas pada gue. Andaikata gue di posisi dia dengan kondisi kebutuhan ekonomi, beban pikiran yang sampai bikin begadang, lelah fisik, dan lainnya, mungkin gue cuma bisa ngamen setengah hati. Tapi bapak-bapak ini engga begitu. Biarpun kondisinya seperti itu, dia masih memberikan yang maksimal dari dirinya. Bahkan dia sempat minta maaf kalau nanti niatan dirinya, yakni ingin memberikan yang terbaik dari dirinya, tidak tersampaikan kepada kami yang mendengarkannya.

Banyak pandangan dilematis terhadap pengamen.
Ada yang menyebutnya tidak mau berusaha keras,
ada yang menyamakannya dengan peminta-minta,
ada yang berpikir nantinya uang hasil ngamen tersebut disetor ke seorang preman,
ada yang setuju kalau 1000-2000 tidak mengurangi kekayaan,
ada yang berbelas kasih,
ada yang berusaha membayangkan kerasnya hidup pengamen.

Katakanlah gue naif dan sok polos. Buat gue pribadi, ada beberapa pengamen yang tidak berbeda dari musisi papan atas, hanya beda panggung - satu di jalan, satu di panggung gegap gempita. Pengamen-pengamen ini adalah musisi yang menggunakan talentanya semaksimal mungkin, meski hanya di jalanan.

Sama seperti bapak berbaju merah-hitam tadi :'''''''''''''''''''''''')


Bapak-bapak Sumber Dilema sekaligus Sumber Inspirasi :')



Gitar yang menemani si Bapak Sumber Inspirasi
Iya, sampai ditempeli kertas bertuliskan "Ini Bolong Lho"


Terima kasih, Pak, untuk pembelajaran hidupnya. Mari berdoa semoga bapak berbaju merah-hitam tadi semakin diberi rezeki yang halal dari Yang Mahakuasa. Ke depannya, gue berharap bisa lebih bijak lagi ketika berhadapan dengan pengamen dan tentunya gue semakin mampu jadi pribadi yang memiliki totalitas. Semoga.. :')


Terima kasih telah membaca tulisan ini
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :D
Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati


Salam dari yang dilema dan terinspirasi pada KP hari ke-10,
Maria Paschalia Judith Justiari

Senin, 06 Juli 2015

Untuk Apa?

Hai!

Jadi begini. Sepengamatanku dengan diriku, entah tampaknya aku melakukan hal-hal yang tersebar. Di sana - di sini, ke sana - ke sini. Seolah tak ada integrasi. Seolah tak ada kaitannya.

Akhir-akhir ini aku berkecimpung dalam energi terbarukan (sebagai topik Kerja Praktik-ku), toleransi beragama, spiritualitas, psikologi, legislatif, pendidikan, Pancasila, masyarakat dan teknologi, politik, sastra, jurnalistik, prestasi, keluarga, moral bangsa, kuliner, masak-memasak, dan hidrologi-meteorologi.

Yah, bisa dilihat beberapa ada yang terkait, ada juga yang tak memiliki benang merah.

Tapi mana ada yang tahu.
Bahwa pada akhirnya yang terlihat tak ada kaitannya sama sekali secara menyeluruh ini ternyata terintegrasi.
Bahwa bisa jadi ada benang merah yang mengikat seluruh hal di atas tanpa terkecuali.

Supaya nantinya aku lebih dekat. Lebih dekat padanya yang membuatku bersemangat menjalani hari-hari.
Ya, 'nya' di sini merajuk pada visi hidupku yang kutujukan bukan hanya untuk diriku sendiri melainkan juga sesamaku.

:)

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur yaapps :3
Semoga Yang Mahakuasa selalu memberkati


Salam dari yang suatu saat nanti akan menemukan benang merah,
Maria Paschalia Judith Justiari

Minggu, 05 Juli 2015

Supaya Pengembara Belajar

Badai pasir tidak pernah diharapkan siapapun yang tengah di gurun
Begitu pun Pengembara

Pengembara terus-menerus menatap langit, mengharap belas Yang Diterawang
Sepenelusuran asal-asalan Pengembara, ia menangkap ingin Yang Diterawang
Mungkin Yang Diterawang ingin supaya Pengembara belajar

Belajar bertahan di tengah gurun yang notabene tidak masuk daftar favorit Pengembara.
Belajar mengambil makna hidup di tengah gurun kering menyesakkan tenggorokan yang lebih memilih menegak kesegaran hidup
Belajar bersyukur di tengah gurun yang Pengembara tidak sukai.

Satu hal. Lambat laun Pengembara sadar. Dia masih bisa tersenyum meski senyumnya tipis.
Sebegitu besar cinta Yang Diterawang pada Pengembara hingga Dia memberi kesempatan pada Pengembara untuk menjadi versi terbaiknya meskipun di tengah gurun yang membuatnya menangis sakit.

Bertahan di zona nyaman itu biasa. Bertahan dan mampu memberikan yang terbaik di luar zona nyaman? Mungkin bisa disebut luar biasa :)
Bukankah itu kesempatan indah dari Yang Diterawang untuk mengembangkan pribadi dan hidup?

Iya, Pengembara sesenang itu merasa diberi kesempatan belajar oleh Yang Diterawang.
Senangnya memang sesederhana itu :)



Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur yaaaa ^v^
Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati

Salam dari Pengembara yang belajar hidup pada gurun,
Maria Paschalia Judith Justiari

Kamis, 02 Juli 2015

BOLANG Edisi Mall Kelapa Gading

Halo everibadeeeehhh..

Ini benar-benar tulisan yang terlambat sih gaes hehehe
Mungkin sekitar setahun lalu lebih.

Jadi, pas awal-awal Juni 2014, gue iseng pengen pergi ke Mall Kelapa Gading. Belum pernah sama sekali soalnya, huftyna :(

Nah karena gue nggak mau perjalanan berjudul "Bocah Petualang" gue berakhir menjadi "Bocah Hilang", gue pun meminta Jeanice (usut punya usut salah satu badhaynya KMK ITB 2012). Secara random, gue nge-chat dia dan minta dia jadi tour guide di Mall Kelapa Gading. Sebenarnya cukup beralasan sih. Jeanice 'kan tinggal di Sunter, terus konon katanya dia sering main ke Mall Kelapa Gading. Untunglah dia mengiyakan keinginan random gue tersebut.

Oke. Bermodalkan pengetahuan dari perselancaran di dunia maya dimodifikasi dengan insting bolang gue, gue pun berangkat ke Mall Kelapa Gading dengan kendaraan umum.

Mula-mula gue ke halte Cibubur Junction. Di sana banyak kendaraan umum yang menuju ke berbagai macam kawasan. Berdasarkan hasil penselacaran, disarankan naik Mayasari jurusan Tanjung Priok dari Kampung Rambutan. Tapi ai males banget kalau harus ke Rambutan dulu. Berkat insting bolang yang gue miliki, gue pun memilih naik 56 ke Cawang. Kendaraan bernomor 56 ini berwujud Elf warna merah bata dengan jurusan Cileungsi-UKI.

Sesampainya gue di Cawang, gue menunggu kendaraan apapun yang bertujuan ke Tanjung Priok. Lewatlah suatu bus besar tak ber-AC dan bukan Mayasari tapi tujuannya Tanjung Prioke. Gue langsung nanya keneknya, "Lewat Gading 'kan, Pak?" "Lewat, Neng."
Nthap.
Gue naik dan berdiri dekat jendela biar bisa merasakan sepoi-sepoi angin Jakarta #hasek (alasan sebenarnya sih biar nggak gerah).

Sekitar 30 menit perjalanan, gue pun melihat gedung Mall Artha Gading dan meminta turun dari bus. Senangnya jalan nggak terlalu macet. Di bawah tol Jakarta - Tanjung Priok, gue menyebrang dengan sangat hati-hati. (((((SANGAT HATI-HATI)))))

Menurut hasil penselacaran, gue harus naik angkot nomor 37. Rezeki memang nggak ke mana, angkotnya langsung muncul di hadapan gue. Gue naik dengan hati riang. Oke, lebay.

Hanya 10 menit perjalanan, abang angkotnya sudah berkata, "MKG MKG,". Mendengar informasi dari Bapak Supir Angkot, gue turun dan menyerahkan selembar 2000 rupiah.
Di sinilah konflik terjadi.
"Neng, uangnya kurang 1000 nih,"
"Oh iya, Pak," gue menyahut sambil ngubek-ngubek tas nyari duit seceng. Ternyata si Bapak masih lanjut ngedumel
"Mana ada sih Neng ongkos 2000,"
"Aduh punten, Pak. Maafin saya, Pak. Saya teh bener-bener baru pertama kali ke sini. Saya nggak tahu kalau jarak dekat di sini tuh 3000," kata gue memelas namun jujur. Yha bener, ini 'kan kali pertama gue ke daerah Gading dan sama sekali nggak tahu kalau jarak dekat memakan ongkos 3000 rupiah. Waktu itu di Depok jarak dekatnya masih 2000 rupiah dan ongkos tersebut yang gue jadikan patokan. Maapin Pak, ternyata saya salah :(
Lalu si Bapak supir langsung ngacir setelah gue memberikan 1000 rupiah.

Sesudah konflik perkara 1000 rupiah, gue menyebrang ke Mall Kelapa Gading dan duduk di foodcourt yang dekat Chatime sambil menunggu Jeanice.
Supaya menunggu Jeanice bisa produktif, gue pun selfie di foodcourt ala kadarnya. Begini hasilnya.


Tidak lama kemudian Jeanice datang. Berdua bareng Jeanice, kami menuju XXI yang ada di MKG sambil keliling. Waktu itu kita nonton Maleficent. Terus gue baper. Ada beberapa adegan yang bikin gue nangis. Tapi tahun lalu memang pas itu gue lagi baper-bapernya sih HEHE



Seselesainya nonton, kita lanjut keliling lagi. Jeanice ini baik hati sekali, nggak bohong. Dia benar-benar menjadi tour guide sejati. Bahkan dia menjelaskan tiap-tiap detil dari MKG sampai La Piazza. Sempat juga keluar-masuk beberapa outlet di sana, salah satunya UNIQLO yang pada saat itu lagi sale. Aeh Jeanice sungguh baik hati :') Maafkan aku yang pernah berburuk sangka padamu, Jen. Peyuk Jeanice *HUG*

Overall MKG itu cukup luas. Belum lagi ditambah La Piazza Dalam 1 area besar, gedung MKG dibagi jadi MKG 1, MKG 2, MKG 3, MKG 4, dan MKG 5. Iyaps, kelima MKG itu satu gedung. Enaknya mall besar gini tuh segalanya lengkap. Pilihan makanannya pun beragam. Toko-tokonya juga banyak anekanya. Kalau mau jalan sendiri di sini sih menurut gue tempatnya enjoyable. Nongski bareng temen juga seru. Sama keluarga juga asyik. Berdua doang sama pacar atau teman juga menyenangkan. Terus banyak cafe-cafe kecil gitu yang lucu banget dan bikin penasaran. Waktu itu ku ingin main ke sana cuma lagi nggak nafsu untuk wisata kuliner hehe

Gue pun pas sama keluarga ke MKG, sangat menikmati kulinernya di foodcourt MKG-berapa-gitu-ku lupa (di MKG tuh foodcourt nya nggak cuma 1). Pokoknya desain foodcourt yang ini agak remang-remang terus bertemakan woodies gitu. Keluarga gue ampe kalap di sana hahaha

Sayang waktu itu nggak sempet selfie sama Jeanice. Yaudah Jen, ini foto kita yang lama aja, pas kita masih tepebe unyu gitu. Maafin lupa ngajak elu selfie



Ah ya, gue sempet nyari-nyari Calais di mananya MKG sih. Yaaaa mana tau tetiba di rumah gue kepengen Calais terus ngacir kemari... Yha mana tau hehe.. Well, finally gue tau Calais itu ada di Mall Kelapa Gading 3. Itupun taunya pas main ke MKG untuk kedua kalinya.

Sekitar jam setengah tigaan, gue pamit ke Jeanice. Gue males banget kena macet soalnya. Habis saying goodbye, gue keluar MKG dan entah kenapa ambil angkot merah jurusan Rawamangun. Kalau nggak salah, angkot 04. Gue pun turun di Arion Mall dan duduk di halte nungguin bus. Jujur aja, gue belum punya bayangan mau naik bus apaan. Di tengah ketidakjelasan gue mau naik bus apaan, lewatlah bus Mayasari AC jurusan Depok - Pulo Gadung. Ditambah lagi abangnya teriak, "Depok Depok Depok!"
Gue naik tuh Mayasari. Syukurlah gue dapet tempat duduk dan ber-AC. Ongkosnya 12000 rupiah waktu itu.

Singkat cerita, gue sampai di Depok dan tanpa mampir ke sana-ke sini, gue menuju rumah. Sekian cerita Bolang gue :3

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :)
Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati.

Salam dari yang mengaku Bolang Terakreditasi A,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 30 Juni 2015

Untuk Makhluk yang Duduk di Hadapanku

Hai kamu, apa kabar?
Sedari tadi kamu tampak kehilangan antusiasme dalam Kerja Praktik pertamamu.

Padahal di hari pertama, kamu begitu deg-degan dan semangat.
Padahal di hari-hari sebelum hari pertama, kamu begitu berjerih demi mendapat perusahaan yang mau menerimamu untuk kerja praktik.
Padahal di minggu-minggu sebelum hari pertama, kamu berjuang dibarengi uring-uringan karena ditolak dan digantung perusahaan tempat kerja praktik. Belum lagi ditambah kabar teman-teman seangkatanmu yang sudah tenang lantaran mendapat kepastian tempat kerja praktik.
Padahal di bulan-bulan sebelum hari pertama, kamu mendoakan keberhasilan kerja praktikmu di sela-sela naik-turun dinamika organisasi yang begitu erat denganmu.

Ingat. Kerja praktik ini tidak hanya kamu perjuangkan, melainkan hadiah dari Yang Mahakuasa.
Sebaiknya, kamu tidak menyia-nyiakan nikmat dari Yang Mahakuasa.
Kamu sangat mensyukurinya, bukan?
Kalau begitu, tunjukkan bentuk syukurmu dalam antuasias, semangat, keaktifan, dan etos kerjamu.
Tanpa perlu aku perinci, kamu pasti mengerti.

Ini bisa jadi tentang zona nyaman. Namun jika kamu menunjukkan perjuanganmu sebagai rasa syukurmu, ini tak lagi tentang zona nyaman.
Percayalah, semakin semangat dan semakin aktif dirmu, kamu akan mendapatkan begitu banyak pelajaran baru untuk salah satu sisi hidupmu.
Salah satu yang dilakukan dalam Kerja Praktik


Beberapa detik yang lalu.........................................
Astaga... Lihat betapa baiknya Yang Mahakuasa padamu. Kamu dianugerahi seorang pembimbing yang baik, ramah, bersahabat, dan seorang cendekia di tempat kerja praktikmu. Bersyukurlah :''''')
Salah satu wujud nyata terima kasihmu pada Yang Mahakuasa, belajarlah sebanyak-banyaknya dari pembimbingmu. Niscaya akan bermanfaat.

Semangat! Jangan lupa bersyukur yaaa :3

Semoga Yang Mahakuasa memberkati :)

Salam dari aku yang berdiri di hadapanmu kala kamu bercermin,
Maria Paschalia Judith Justiari

Taruhlah Bulan pada Tempatnya

Senin, 29 Juni 2015

Sore ini pukul 15.00, aku meninggalkan meja yang telah menjadi temanku sejak sepekan lalu. Kami berkenalan dengan embel-embel Kerja Praktik. Enam hari sudah meja ini menyaksikan membaca total 3 laporan sambil mencatat ilmu-ilmu baru (biasanya hanya bertahan paling lama 3 jam) lalu bosan dan dilanjutkan main internet lalu pulang.

Meja ini tinggal di Sovereign Plaza lantai 12 di Jalan TB Simatupang. Untuk mempermudah dalam membayangkannya, sering aku bilang, "Di seberang serongnya Citos (Cilandak Town Square)". Biasanya langsung mudah terbayangkan.

Dekat dengan tempat tinggal meja itu ada jembatan penyeberangan. Aku melalui jembatan penyeberangan itu lalu naik Kopaja P20. Tujuanku ke Grand Indonesia. Sekadar informasi, Jalan TB Simatupang ini di Jakarta Selatan sedangkan Grand Indonesia di Jakarta Pusat.

Pejaten kemudian Warung Buncit, masih lancar. Sesampainya di Mampang dan perempatan Kuningan, macetnya terasa. Aku hanya bisa membaca buku dibarengi angin sepoi-sepoi dan berefek ketiduran barang 5 menit.

Untungnya Jalan Rasuna begitu kosong. Di seberang Plaza Festival, aku turun dan ganti kendaraan ke Kopaja 66. Kemudian aku turun di dekat Stasiun Sudirman dan berjalan kaki dari sana ke Grand Indonesia. Pukul 16.42 sampai di Grand Indonesia.

Kali ini bukan tanpa tujuan aku ke sini. Ada tiga sosok sobat dekat yang paling sering bersamaku di Bandung. Sonya, Sudib, dan Seto. Tiga orang yang bisa dibilang cukup mengenal dan memahamiku.

Kami memutuskan makan ramen, menukar Lucky Chance di KFC, ditambah sekadar duduk-duduk di Chatime.

Pulangnya aku sendiri berjalan ke Stasiun Sudirman. Satu langkah dari pintu keluar Menara BCA Grand Indonesia, spontan aku menengok ke atas, mengamati langit. Gelap, cenderung berawan, tak ada bintang, namun ada satu bulan yang bulat dan begitu terang.

Langkah demi langkah aku tapaki. Entah di langkah ke berapa, aku berhenti dan lagi-lagi menengok ke langit. Bulan itu masih bersamaku, mengikutiku meski kadang harus bersembunyi di balik gedung yang membumbung tinggi.

Aku naik Commuter Line jurusan Bogor dan turun di Stasiun UI. Keluar dari Stasiun UI, lagi-lagi bulan itu masih ada. Tubuhku di dalam angkot pun, bulan itu tidak absen sedetik pun.

Ketika berjalan kaki menuju rumahku pun, bulan itu masih di atas langit, jauh di atas serong kepalaku. Bulan dan aku sama-sama diam, tak berbicara apapun. Memang rasanya tidak sopan kalau tak menggubris sosok yang menemani perjalanan ini. Tapi rasanya aku sudah tahu pesan bulan itu. Bulan itu pun pasti sadar kalau aku memandanginya berkali-kali.

Langit, Langit selalu menjadi favoritku. Mungkin ini salah satu alasan Yang Mahakuasa menjadikanku mahasiswi meteorologi. Ya, mungkin saja.

Langit malam ini memang tak berbintang, berawan pula. Tapi seakan bulan ingin memamerkan keindahan miliknya dan milik langit. Bulan yang tegap sendiri berpendar bersanding dengan langit gelap pun tak kusangkal cantiknya. Seolah apa yang disebut terang telah disabotase dan hanya menjadi satu-satunya perhiasan bagi langit. Ya, bulan begitu cantik.

Aku paham. Tanpa bintang pun dan temaram cahaya kota, langit tetap cantik, tetap indah. Langit tetap hidup.

Satu lagi pesan yang terbersit di telingaku dari bulan. Bulan itu mungkin hanya suatu lensa. Tanpa ada logika jelas, lensa itu terhubung pada bentangan layar di benak seseorang. Seseorang yang begitu ingin menemaniku pulang, memastikan aku selamat sampai di rumah. Mungkin juga ada, meski begitu kecil tak kasat mata, harapnya pada suatu hari nanti, dia dan aku bertemu di rumah, berpelukan erat satu sama lain sambil membagi penat dan cerita selama satu hari. Kalau begitu, terima kasih pada seseorang itu yang telah mengirimkan bulan.

Ah, aku mengambil dan menyimpan pesan pertama saja. Pesan barusan tampak sebatas khayalan. Karena aku begitu tulus ikhlas dalam paham dan mengerti, bulan pada langit sungguh begitu serasi untuk menghabiskan malam bersama, tak ada bintang pun tak apa.

Kakiku pun memasuki rumah, menyapa hangat Bapak, Ibu, dan Joe. Dari jendela, aku mengintip. Dan bulan itu masih ada :)

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :)

Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati


Salam dari yang melakukan pemanasan bersama bulan untuk menulis lagi,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Minggu, 07 Juni 2015

Dongeng Ajaib di Dunia Orbas

Berhubung gue masih single (tapi bermartabat) dan belum punya laki-laki buat gua ceritain, gue pun memutuskan untuk sharing tentang cowok satu ini. Ho-oh, dia bukan cowok gue koks :3

Anyway gue nulis ini gara-gara ada yang nanyain di ask.fm w, terus karena kepanjangan akhirnya gue tulis aja di sini hehe

Sebelumnya ai mau jelasin dulu secara singkat apa itu orang tua basis menurut pandangan gue yang paling sederhana. Orang tua basis adalah pasangan mahasiswa-mahasiswi KMK ITB yang dibentuk pada saat mereka tingkat 2 dengan tujuan menjadi sosok "orang tua" bagi para TPB KMK ITB.

Gegara orbas, ai jadi makin deket sama satu makhluk Tuhan paling mager yang bernama Yakobus Geganaseta. Yap si Seto, suami basis gue.

Awalnya tuh jujur kita nggak ada niat ngorbas bareng. Gue tuh tadinya mau ngorbas sama Theodorus Felix (Kimia 2012) dan Seto mau ngorbas sama Elisa Melinda (MRI 2012, bos KMK ITB).

Lalu di tengah jalan, Felix menyatakan niatnya nggak jadi ngorbas sama gue karena ada tanggung jawab lain. Gue mah selow-selow weh. Kalo ada temen deket gue di KMK ngajakin orbas yaa hayuk aja, kalo nggak ada yaa gue nggak mau ngorbas. Gue sendiri berprinsip, kayaknya kalo gue nggak ngorbas sama cowok yang udah deket banget ama gue yaa ngorbasnya agak susah berhasil nih.

Ternyata Elisa tau kondisi gue yang sendiri tiada calon suami basis dan dengan prinsip gue yang kayak gitu *Judith memang prinsipnya suka kuat gitudeh*

Daaaaaann
Elisa rela mengorbankan Seto buat gue.. Dia malah ngelepas Seto buat gue.... :''''''''''')
Alhasil gue smsan ama Seto. Kira-kira begini isi SMS-nya

S: Dith, jadinya gimana?
J: Kalo Elisa gajadi ngorbas gara2 gue, mending lo sama Elisa aja
S: Yaudah gue tanyain dulu
............
S: Dith, Elisa udah punya calon pengganti gue. Gmn jadinya?
J: Ok deh set, kita ngorbas brng

Iya, seperti itu banget loh gaes  :'''''''''')
Akibatnya, anak-anak basis gue punya mantan calon mama basis dan mantan calon papa basis :')

Ternyata sampai detik ini, Seto cukup bisa ngerti gue. Kayaknya dia hapal tingkah laku gue selama kita saling kenal. Udah gitu, dia yang paling tau segala lika-liku kisah gue dalam menanti sandaran hati sejati dari jaman TPB ampe detik ini :'3
Seto pun kalo PDKT nggak pernah lolos dari radar gue bahkan ampe sembunyi-sembunyi pun tetep ketauan ama gua HAHAHA :p
Makanya gue juga tau lika-likunya Seto mencari pendamping hidup kayak apaan

Momen paling koplak antara Seto dan gue pasti terjadi ketika OSKM ITB.

- OSKM ITB 2013 -
Di OSKM ini, gue jadi Taplok (Tata Tertib Kelompok, yang sekarang disebut mentor OSKM) dan Seto jadi Medik.
Pas jaman-jamannya kita berdua masih di-diklat divisi dan pelatihan Orbas...........

J: Set, ini materi orbas yang medik gua ga ngerti samsek
S: Tenang, Dith. Ada gue.
J: Yaudah, pokoknya pas ujian, urusan medik tuh gua kasih seluruhnya ama lu yak
S: Ok Dith. Eh tapi gue males bagian yang taplok banget materinya
J: Beuh, dengan senang hati Set. Itu semua jadi jatah gua yak
S: Sabi sih, Dith!

Iya, gue mengakui kalau Seto dan gue adalah calon pasangan yang cukup cerdas :')
Buktinya? Kita berdua berada di peringkat 5 besar pas kelulusan Orbas. Yeay! Jumawa dikit gapapa lah yaaa... :p

- OSKM ITB 2014 -
Akhirnya kita berdua naik pangkat di OSKM 2014. Seto jadi pendiklat divisi medik dan gue jadi pendiklat divisi mentor.
Suatu ketika, evaluasi diklat siang divisi medik dan divisi mentor tuh berdekatan.
Pukul 18.00 evaluasi selesai. Teman-teman yang lain buka puasa.

J: Set, lo ntar ngediklat malem ga?
S: Iya, Dith.
J: Yang lain tarawih nih. Lo mau ngapain?
S: Nganggur gua, Dith.
J: Yaudahlah cabut dulu aja ntar balik lagi ke sini bisa kali yaa..
S: Bisa, Dith. Yuk cabut sekarang

Jadi dari pukul 18.00 sampai 20.45 gue jalan berdua ama Seto ke Steak Ranjang, nyari Susu Murni, dan Calais. Pukul 20.55 teng, kita berdua udah di kampus lagi buat briefing diklat divisi masing-masing.

=====================================================================

Seto.....
Sohib yang selow diajak ke mana-mana dan kapanpun (wes biasa kita ngerandom cuma berdua), saling curcol, dan ga baper-an :')
Seto beneran kagak baper. Ini yang bikin gue nyaman banget. Mau tau se-ga baper apa si Seto ini? Cekidot

Sonya: Dith, lo harus tau. Pas lo mau operasi, gue kan udah panik gitu di Sekre. Terus tau nggak si Seto ngapain? Lebih asik nge-Dota dibanding nemenin gue ke Borro buat nengok elu
Seto: Eh Son, justru gua bakalan aneh kalo gue ikutan panik. Lagian gue lagi asik woy
Judith: *wes maklum*
-------------------------------------------
Suatu ketika di-WA
J: Set, gue sakit. Mau minta tolong anterin
S: Yah Dith, gue lagi nge-Dota. Ini baru mulai game nya.
J: *cuma bisa ngakak bacanya penuh kepasrahan*

=====================================================================

Terus tiap gue punya pacar atau deket sama cowok, gue sangat melarang mereka buat cemburu ama Seto.
Bahkan pernah pas gue punya pacar [pas punya pacar :')], gue nonton berdua doang ama Seto. Terus nyantai aja gitu gue nya cerita ke pacar gue tersebut pada saat itu [pada saat itu :')] 
Meskipun harus sering-sering diteror biar ga mager, orangnya juga bisa megang tanggung jawab
Tapi tetep aja gua gakuat ama mager lo Set.. Ga kuat :')
Eh btw si Seto pernah sih nggak mager nge-WA gue pas gue butuh motivasi. Terus dia suka tetiba bijak gitu. Bener-bener peristiwa ajaib dan gue harap sering terjadi HAHA :p

Anak-anak basis Seto dan gue pun kita anggap sebagai temen jalan baru yang siapa tau berpotensi diajak random bareng orbas mereka yang cem-cem gue dan Seto ini :')
Makanya awal-awal Basis 22 2013 terbentuk, kita jalan-jalan mulu.
Kita juga buka lapak curhat buat mereka koks dan ga mengekang mereka mau aktif di mana selama di ITB ini hahaha
Syukur pada Yang Mahakuasa, anak-anak basis kami banyak yang berkarya di manapun mereka berada :')
Papa-Mama bangga pada kalian, Nak :')

Okeh, ini beberapa foto antara Basis 22, Seto, dan gue
Semoga foto-foto berikut ini cukup menceritakan kisah ajaib di antara kami :3


Baru kelar bikin panji Basis 22.
Dibuat setelah kita berdua kelar diklat malam (waktu itu masih jadi peserta diklat)


 Pas mau foto keluarga basis di OHU ITB 2013


Foto Keluarga Basis 22 pas OHU 2013 [kurang Asep karena dia abis kecelakaan :(]


Foto Keluarga Basis 22 pas SKB KMK ITB 2013 [ngga full team euy :( ]


Makan malam di Kambing Soen bareng beberapa anak basis lain (1)


Makan malam di Kambing Soen bareng beberapa anak basis lain (2)


Makan malam di Kambing Soen bareng beberapa anak basis lain (3)


Ngerayain ultah anak basis :3  (1) 


Ngerayain ultah anak basis :3  (2) 


Ngerayain ultah anak basis :3  (3)


Yah beginilah kerjaan basis 22 pas awal-awal
Jalan-jalan mulu


Jalan-jalan yang ini bareng Basis 21, basis sepupu
(Seto ama Sonya tuh saudara 1 basis)


Karaokean bareng basisnya Abri


Bareng Donny, anak basis, edisi berjamal dalam rangka Hari Sumpah Pemuda
Kita berasa aktipis gini HAHA :p


Bareng Donny, anak basis, setelah pelantikan KPA ITB 2013
Gue ama dia tukeran jaket gitu :3 


Bareng Clarin dan Donny, anak basis, di Retreat KMK ITB dengan judul Kemah Bercinta :3


Ga sengaja gereja bareng anak basis di Gema, Jonathan dan Dessi :3


Ke acaranya ISO, nontonin acara yang turut diurusin sama beberapa anak basis gue.
Salah duanya, Vania dan Dessi :3


Seto bantuin gueh bikin stop-motion buat sahabat gue.
Bikinnya mah sejak 2 November 2013. Baru finishing sekitar bulan Juni 2014
Nah tuh foto pas lagi finishing. Tempatnya di Penvil


Basis 22 bersama papi-mami gue di Basis 4, Papi Ricol dan Mami Chrissa
Seto nya nggak ada karena lagi turun ke Bandung
Foto ini diambil pas SKB KMI ITB 2014


Beberapa cucu basis gue dari Donny-Devi :3


Di foto ini ada beberapa cucu basis Seto&gue dari Vania - Sebas :3


Nge-random berdua doang ke Calais PVJ
Rencananya sih mau cari kado buat anak basis... Rencananya (ampe detik ini)...
Nggak nyangka, pas gue jadi ketua KMK ITB, dibantu sama suami basis dan anak-anak basis
Terima kasih yaa kalian :')
Maaf pas masa itu gue gabisa jadi nyokap basis yang baik dan benar


Bareng Revie, anak basis, pas White Christmas KMK ITB 2015


Basis 22 di Gelombang Paskah KMK ITB 2015 


16 Mei 2015 - Selfie sama suami basis abis curhat ini-itu :3


Bareng Clarin, anak basis, di Lembah Karmel Cikanyere


Bareng Clarin, anak basis, di Kawah Putih Ciwidey


Foto yang gue pajang di ask.fm gueh


Yaudah.. Segitu dulu ajah..
Terima kasih yaa sudah mengizinkan gue berbagi cerita hehe

Dan terima kasih KMK ITB telah mempertemukan gue dengan Basis 4 2012 dan Basis 22 2013 :')
Thank you. Thank you very very very much :')

Terima kasih telah membaca tulisan ini
Semangat selalu yaaa :D
Jangan lupa bersyukur ^v^

Tuhan memberkati.

Salam dari seorang nyokap Basis 22 2013 KMK ITB yang belum tentu budiman,
Maria Paschalia Judith Justiari