Tampilkan postingan dengan label Berbicara tentang Teknologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berbicara tentang Teknologi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 April 2017

Melihat, Melirik (2)

19 Maret 2016

Pujasera yang kudatangi bersama Ibundo minggu lalu kali ini menjadi tempat sarapanku. Aku duduk dekat meja makan yang kutempati minggu lalu. Seperti biasa, aku memesan makanan, membayarnya, lalu duduk mengamati sekitar.

Meja sebelahku ditempati 3 orang, seorang kakek, seorang ibu, dan seorang anak kecil. Si ibu menyampaikan pesanan makanannya pada kakek yang mungkin adalah ayah kandungnya (atau ayah suaminya). Kakek duduk berseberangan dengan anak kecil. Sambil menunggu makanannya datang, anak kecil itu meninggalkan kursinya dan lari menuju patung sapi dekat mejaku. Dia tertawa-tawa. Kakek dan ibu tersenyum memandangi tawa si anak kecil. Begitu melihat makanannya sudah datang, anak kecil itu kembali duduk dan bersiap untuk menyantap hidangannya. Sebelum dia makan, dia sempat berkata pada ibu dan kakeknya, "Opa, mama, makan yaaa." Cukup nyaring suaranya hingga sampai di telingaku dan membuatku tersenyum. Jarang sekali aku mendengar kalimat seperti ini keluar dari bibir mungil anak kecil. Tenang sekali anak kecil itu makan. Pelan-pelan satu per satu suapan dilahapnya. Ibu mengamati anak kecilnya sembari bercakap-cakap dengan kakek. Melihat anaknya yang makan begitu tenang, ibu mengeluarkan ponsel dari tasnya, memotret anaknya, lalu memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas. Percakapan ketiganya pun terdengar samar namun senyum ketiganya terlihat jelas. Beberapa menit kemudian, tak ada lagi makanan yang tersisa di atas piring. Ketiganya meninggalkan meja.

Selang beberapa waktu, meja itu terisi kembali. Kali ini meja itu digabungkan dengan meja lainnya. Ternyata yang duduk di sana lebih dari empat orang. Keluarga besar mungkin. Sesudah memesan makanan, mereka duduk dan berbagi cerita. Kadang suasananya hening karena ada satu yang berbicara, kadang dipenuhi bahak tawa. Mataku cukup tertuju ke ponsel milik anak laki-laki dan anak perempuan yang duduk di meja itu. Sedari tadi kedua ponsel itu tergeletak di atas meja. Begitu makanan datang pun, kedua ponsel itu tidak bergeming. Tampaknya pemiliknya begitu larut dalam obrolan keluarga besarnya.

Belajar dari mereka, aku pun segera mendengarkan cerita teman yang duduk di sebelahku sambil menyantap sarapan pagiku.

*****


Terima kasih sudah membaca tulisan ini.
Semoga Yang Mahakuasa selalu mencurahkan cinta-Nya
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur ^v^


Salam dari yang dua kali mengunjungi pujasera yang sama di hari Minggu,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sabtu, 18 Maret 2017

Melihat, Melirik

12 Maret 2017

Di hari Minggu ini aku menghabiskan waktu makan siangku bersama Ibundo. Makan siang kali ini kami nikmati di pujasera suatu pusat perbelanjaan yang terletak di salah satu perempatan kota Bandung.
Aku sendiri memiliki niat untuk membiasakan diri tidak bermain ponsel ketika sedang ada orang di hadapanku yang bisa diajak berkomunikasi. Iya, aku ingin menghargai keberadaannya. Apalagi orang yang saat itu bersamaku adalah ibuku sendiri. Yah, walaupun sesekali aku dan Ibundo melihat ponsel masing-masing karena kami berdua sedang mengontak sana-sini untuk memesan penginapan.
Di atas meja makan kami mengusahakan hanya ada peralatan makan, makanan, dan obrolan hangat yang diselingi canda tawa. Beberapa menit setelah kami puas menghabiskan makanan yang tersaji, Bundo dan aku meninggalkan meja makan.
Memang dasarnya aku hobi memperhatikan sekitar ketika berjalan, pandanganku terhenti pada meja sebelahku. Meja itu ditempati empat orang, sepasang laki-laki dan perempuan serta dua anak kecil yang mungkin umurnya kurang dari 12 tahun. Keempat orang itu duduk bersama dan keempat-empatnya tengah memperhatikan ponsel masing-masing.
Lalu pandanganku beredar kembali. Kali ini tersasar pada meja yang berada dekat elevator. Ada tiga orang duduk di sana. Ketiganya perempuan, dua dewasa dan satu lagi mungkin di bawah empat tahun. Dua wanita dewasa itu sedang berbincang sambil sesekali cekikian dan perempuan mungil satu lagi sedang asyik bermain ponsel tablet.

Menyadari terlalu lama aku memperhatikan sekitar, segera aku menyusul langkah ibuku yang sudah turun dari lantai pujasera.


*****


Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur yaaa ^v^
Semoga Yang Mahakuasa selalu memberkati :)


Salam dari yang suka melihat-lihat dan melirik-lirik,
Maria Paschalia Judith Justiari

Minggu, 13 November 2016

Asoy Geboy Membaca dengan PaDi

Halo Pembaca!

pem-ba-ca
mem-ba-ca
ba-ca

Dulu pas masih sekolah, membaca adalah salah satu kegiatan yang bikin aku betah berlama-lama. Biasanya aku berkutat pada buku-buku fiksi, buku tentang pendidikan, terus…. *berusaha mengingat-ingat* *apa daya, sudah begitu lama*

Lah kenapa begitu lama? Soalnya pas kuliah aku sejarang itu membaca buku (selain buku referensi kuliah loh ya). Alasan jujurnya sih gara-gara aku kurang bisa menyediakan waktu untuk membaca. Tapi pas tingkat tiga, gerah juga rasanya kalau diri ini tidak diisi pengetahuan atau minimal kesegaran fiksi dari buku. Mulailah aku menggandrungi buku-buku elektronik. Bahkan saking niatnya, beberapa ada yang aku cetak.

Di tingkat empat, membaca akhirnya kembali lagi menjadi kegemaranku. Buku-bukuku tambah beragam. Judul-judul non-fiksi  yang nggak ada hubungannya sama kuliahku pun kulahap pelan-pelan.

Waktu luang pun bisa saja tiba-tiba aku isi dengan membaca. Biar waktu luangnya berfaedah hehehe.. Kayak waktu itu, di suatu sore yang teduh (nggak panas, tapi nggak hujan), aku baru sadar kalau aku punya waktu kosong sekitar 1 jam. Sayangnya aku lagi nggak bawa buku apapun. Udah gitu, aku lagi nggak di daerah kampus jadi nggak bisa nangkring di perpustakaan. Lalu aku berpikir sejenak. Aha! Kayaknya iseng-iseng pergi ke Plasa Telkom yang ada di jalan WR Supratman bakalan asoy geboy nehh.

Seiseng itu, Dith?
Sebenarnya sudah diniatkan seminggu sebelumnya, tepatnya setelah berselancar di internet dan menemukan yang namanya PaDi atau Pustaka Digital. PaDi ini salah satu inovasi terbarunya Telkom dalam mewujudkan semacam perpustakaan digital.

Cukup dengan angkot Caheum-Ledeng, aku sudah sampai di depan Plasa Telkom. Sesampainya di sana, ada mbak-mbak ramah yang menyapaku dan menanyakan keperluanku. Langsung aku jawab kalau aku ingin tahu soal PaDi. Mbak-mbak ini mengantarku ke depan layar komputer dan voila! Aku pun bisa membaca buku-buku elektronik yang ada di PaDi.

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Swafoto di angkot hehehe

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Kyaaaa angkot Caheum-Ledeng kyaaaa

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Sampai juga di Plasa Telkom

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Tampilan PaDi di layar komputer 

 (sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Pilihan buku untuk dibaca secara daring

 (sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Akhirnya memilih untuk membaca Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana
Sebenarnya karena ingin nostalgia bacaan pas SMA :3

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Mulai membaca~~~

Tidak terasa, waktu luangku menipis. Kalau mau lanjut membaca, apakah aku harus ke sini lagi? Hmmmm, aku langsung menanyakannya ke mbak-mbak ramah yang tadi menyambutku. Dia menjelaskan kalau aku bisa mengakses PaDi dengan mengunduh aplikasi Qbaca di ponselku. Mantap jiwaa!!!!!

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Swafoto wajah bahagia setelah mencoba-coba PaDi di Plasa Telkom 

(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Plasa Telkom dari seberang jalan. Saatnya kembali ke aktivitas!


Sebelum mengenal PaDi, aku selalu meluangkan waktu beberapa menit sebelum tidur untuk membaca. Fleksibel, bisa buku cetak atau buku elektronik. Berkat adanya PaDi, aku semakin memiliki pasokan buku-buku elektronik yang siap aku baca kapan saja dan di mana saja! Senangnyaaa :'''')

Semoga kemudahan akses buku bacaan dari PaDi membuat kita semakin memiliki kebiasaan membaca. Saatnya kita semakin rajin membuka jendela wawasan kita dengan membaca buku :)

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur


Salam dari yang terkagum-kagum sama PaDi,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sabtu, 08 Oktober 2016

Pemantik Teknologi yang Dirindukan

Kita Indonesia?
Boleh boleh

Tapi.
Adakah kita pada teknologi informasi Indonesia?
Adakah kita pada teknologi komunikasi Indonesia?
Hm

Tulisan saya kali ini bercerita tentang sejentik harapan saya. Kiranya agar jentik harapan ini mampu mengangkat kata 'kita' pada teknologi informasi dan komunikasi Indonesia.

Hm
Hanya dua huruf itu yang dapat saya sampaikan. Menurut pandangan saya, masih ada daerah yang belum merasakan manfaat teknologi informasi dan komunikasi. Sebanyak 122 kabupaten disebut sebagai daerah tertinggal. Salah satu indikator daerah tertinggal tersebut ialah perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana daerah, serta sumber daya manusia (SDM).

Tidak cukup rasanya jika membentuk kualitas SDM di suatu daerah bergantung pada internal daerah itu sendiri. Perlu adanya SDM yang menjadi pemantik dari luar daerah tersebut. Dalam hemat saya, perlu adanya program yang mempersiapkan SDM pemantik ini. Seyogyanya, SDM pemantik ini mampu berempati hingga dapat merumuskan teknologi tepat guna bagi daerah tertinggal sasarannya. Belum selesai sampai di situ. Selanjutnya, SDM pemantik ini pun perlu mendampingi SDM daerah tertinggal untuk membiasakan diri dalam memahami, menggunakan, dan merawat teknologi yang telah diwujudkan.

Boleh saja SDM pemantik ini menerapkan kata teknologi informasi dan komunikasi secara sederhana namun penuh makna.
Sesederhana teknologi yang bermakna metode yang sistematis untuk suatu tujuan.
Sesederhana informasi yang bermakna penerangan.
Sesederhana komunikasi yang bermakna saling berbagi.

Ya, saya berharap SDM pemantik ini turut merasakan kegelisahan masyarakat daerah tertinggal hingga mampu berpikir sistematis dalam menciptakan suatu teknologi tepat guna.

Ya, saya berharap SDM pemantik ini mampu memberi penerangan akan teknologi pada masyarakat daerah tertinggal.

Ya, saya berharap SDM pemantik ini dengan tulus berbagi teknologi dan penerangan pada masyarakat daerah tertinggal dari mata ke mata hingga hati ke hati.

Mengapa teknologi yang akhirnya menjadi jawaban bagi daerah tertinggal?
Manfaat teknologi bagi daerah tertinggal dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat daerah tertinggal. Misalkan Desa Cinta Mekar di Subang yang salah satu roda ekonominya disokong oleh teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Bukan hanya mendongkrak perekonomian, teknologi tersebut pun menjadi sarana dan prasarana aliran listrik di daerah tersebut.

Kaitannya dengan SDM?
Sesederhana karena yang mencipta, menggunakan, dan mengontrol teknologi adalah manusia itu sendiri.

Harapan saya?
Supaya SDM pemantik ini hadir di seluruh sudut-sudut Indonesia hingga akhirnya dapat dinyatakan dengan lantang bahwasanya kita Indonesia dalam teknologi informasi dan komunikasi.

Muluk-muluk?
Semoga tidak.




Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur


Salam dari yang mengharapkan pemantik,
Maria Paschalia Judith Justiari



*********************************************
Sumber:



Kamis, 26 Mei 2016

Begitu Cepatnya Evaporasi Ini!

evaporasi/eva·po·ra·si/ /évaporasi/ n 1 proses yang terjadi apabila jumlah molekul yang keluar dari permukaan lebih besar daripada jumlah yang kembali ke permukaan air; 2 Kim proses perubahan molekul zat cair menjadi gas atau uap air; penguapan


Bandung, 27 Mei 2016

Oh hai pembaca!
Tampaknya ini tulisan pertamaku di 2016. Huhuhu lama tidak menulis :(
Rasa-rasanya jadi kaku begini :(

Tulisan inipun tampaknya singkat dan tak beraturan. Bisa jadi juga antar paragrafnya tak berkaitan. Tapi tak apa.

1. Loh kenapa tak apa, Dith?
Aku merasa seminimal-minimalnya apapun yang aku pikirkan, rasakan, dan terinteraksikan perlu dituliskan. Evaporasi dalam diriku benar-benar begitu cepat! Terutama evaporasi dalam dimensi karsa, rasa, dan indera. Ada 3 hal yang aku renungkan selama seminggu ini. Dan detik ini, yang masih menggaung tinggal 1. Dua lainnya menguap. Sambil mengingat-ingat dua lagi, aku catat dulu yang masih nongkrong di otakku ini.
"Jangan-jangan suatu ketidaktahuan merupakan pengetahuan."

2. Tadi siang di angkot
Seperti biasa, ke mana-mana aku cenderung menggunakan angkot. Kali ini aku memperhatikan suatu percakapan dalam angkot jurusan Margahayu - Ledeng.
Ada seorang ibu bersama 2 anaknya, laki-laki dan perempuan. Tampaknya anak laki-laki si ibu ini masih di bawah lima tahun sedangkan anaknya yang satu lagi di atas lima tahun. Bocah kecil itu bertanya pada kakaknya yang sibuk dengan ponselnya, "Kak, itu apa, Kak?" sambil menunjuk-nunjuk. Khas anak kecil, gumamku. Sayangnya si kakak tidak menggubris dan masih asyik dengan ponselnya.
Tidak puas karena tak mendapat jawaban, si adik menarik-narik lengan kakaknya sambil mengulang pertanyaan, "Kak, itu apa?". Si kakak hanya melirik adiknya sepintas lalu kembali memainkan ponselnya.
Akhirnya, si adik langsung membalikkan badan ke ibunya dan mengajukan pertanyaan yang sama, "Bu, itu apa?". Sambil tersenyumnya, sang ibu menjelaskan pada anak laki-lakinya, "Itu lampu, Nak." Kemudian percakapan mengenai lampu antara ibu dan anak kecil itu mengalir begitu saja sampai aku turun dari angkot. Sedangkan si kakak masih asyik dengan ponselnya.
Gara-gara memperhatikan kejadian tadi, aku jadi mempertanyakan diriku sendiri. Apakah ketika aku di samping adikku, aku sering mengabaikan adikku dan lebih memilih menghabiskan waktu dengan ponselku? Apakah aku selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan sesederhana apapun itu yang dilontarkan adikku? Apakah aku sering membangun percakapan yang mengalir dengan adikku?

Hmmmmm
Untuk adikku, semangat SBMPTN yaa!! Ku doakan keberhasilan dan restu Yang Mahakuasa menyertai dirimu.. Amin.!


Terima kasih telah membaca tulisan ini
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur yaapss :3
Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati

Salam dari yang menjaga karsa dan rasanya dari evaporasi,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 01 Desember 2015

Untuk Jerih Payah Para Pejuang Kemandirian Teknologi di Kampusku

Sabtu, 28 November 2015

Sore pada Sabtu di tanggal itu memang mendung. Tapi mendung di sore itu tidak aku jadikan alasan untuk tidak berkeliling kampus di tanggal itu meskipun hanya sebentar. Kampus ramai. Lebih spesial lagi, tidak hanya diramaikan oleh civitas akademika kampusku, melainkan masyarakat pun meramaikannya.

Ramainya kampus di tanggal itu berkat ITB Insight. Kalau boleh kubilang menurut sudut pandangku, ITB Insight merupakan suatu jembatan antara teknologi dan masyarakat yang diperjuangkan dengan segala totalitasnya oleh Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT) ITB. Kenapa aku berani berpandangan seperti itu? Karena aku telah mengamatinya dan inilah hasil pengamatanku.

Memandirikan teknologi. Dua kata barusan adalah secuplik visi ITB Insight yang kutahu dari media sosial seorang temanku. Sederhana sekaligus mulia. Begitulah kesan pertamaku ketika membaca cuplikan semangat visi tersebut.

Karena tidak bisa hadir dari pagi, aku memantau lini masa akun resmi ITB Insight Festival di media sosial LINE. Ternyata pagi hari dimulai dengan demo sains kepada anak-anak SD. Dari foto yang kulihat, ada ketertarikan di mata anak-anak itu pada demo sains yang diperagakan di hadapan mereka. Ya, ITB Insight membuktikan padaku bahwasanya teknologi memiliki magnet bagi anak-anak, tak hanya mereka yang sudah berusia dewasa.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Sekitar pukul 15.00, Bioskop 4D (bekerja sama dengan LFM) akan menunjukkan kebolehannya. Lagi-lagi, sungguh disayangkan aku tidak bisa duduk di sana dan menikmati pertunjukannya. Namun dari sini ITB Insight membuktikan kepadaku bahwasanya teknologi memiliki sisi hiburan yang dapat dinikmati oleh siapa saja.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Aku baru berkeliling di ITB Insight ini pukul 18.00. Sebentar memang, bahkan aku tidak menikmati satu wahana pun yang diadakan oleh ITB Insight. Di tengah jalan-jalan berkeliling, aku sempat bertanya pada salah satu temanku yang merupakan anggota HMFT. Pertanyaanku seputar wahana 'Berjalan di Atas Air'. Aku penasaran karena Audhina bertanya-tanya bagaimana kita bisa berjalan di atas air. Karena penasaran, aku langsung bertanya pada temanku itu.

Dari kiri ke kanan:
Belakang: Judith - Priska - Gilang - Yudha Maryam
Depan: Audhina - Nindya - Wira yang sudah mandi

Kemudian di malam harinya, kampusku semakin dipenuhi oleh masyarakat. Pemandangan yang luar biasa karena sangat jarang dalam 40 bulan aku kuliah aku melihat masyarakat memenuhi kampusku. Memang di malam hari itu ITB Insight telah menyiapkan NAIF untuk hadir dan memberi sajian musik terbaiknya untuk memeriahkan ITB Insight.

(Source: ITB Insight Festival LINE Official Account)

Berhubung aku bukan penggemar NAIF, aku memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang, aku bertemu Pak FX Nugroho Soelami, salah satu dosen Fisika Teknik.
"Selamat malam, Pak. Dari mana, Pak?"
"Dari gereja, nih. Judith, saya mohon maaf karena buru-buru. Di kampus ada acara anak-anak. Saya ingin mendampingi mereka."
"ITB Insight ya, Pak? Mantap, Pak! Semoga sukses ya Pak."
"Terima kasih, Judith."
Pak Nugroho pun sempat tersenyum penuh kebanggaan lalu berjalan cepat dan bergegas penuh semangat menuju kampus. Jujur saja, aku benar-benar salut. Ternyata semangat ITB Insight tidak hanya dimiliki oleh HMFT, melainkan juga ada semangat ITB Insight yang membara dalam diri salah satu dosen Fisika Teknik.

Tengah malam.
Maklum saja, kalau tengah malam, kuota internetku berlimpah jadi aku memantau lini masa media sosialku.
Kaget. Terkejut. Sedih.
Hal yang tidak mengenakkan terjadi pada salah satu mata acara ITB Insight pada malam itu.
Dan aku hanya bisa gigit jari karena tak bisa hadir di sana untuk memberi dukungan dan apresiasi secara langsung.

Namun ada satu sisi mungil yang membuatku terharu. Dukungan dari mahasiswa-mahasiswa kampusku mengalir begitu derasnya untuk ITB Insight.

"Sungguh! Sebenarnya gue sangat-sangat senang kampus yang berlapiskan tembok batu yang tinggi ini 'disusupi' masyarakat umum! Sesenang itu melihat banyak wajah bahagia, meskipun hanya karena (teknologi) buatan mahasiswa sederhana! Ini baru edukasi nyata untuk masyarakat, bung! Salut buat seluruh panitia! :")"
- Anugrah Yudha P., Senator Utusan Lembaga MTI ITB -


Kembali lagi pada pernyataanku di awal. Bagiku, ITB Insight merupakan suatu jembatan antara teknologi dan masyarakat yang diperjuangkan dengan segala totalitasnya. Aku benar-benar melihat sendiri betapa ITB Insight berjuang memasyarakatkan teknologi. Aku benar-benar melihat sendiri betapa ITB Insight membuktikan bahwa masyarakat dapat begitu dekatnya dengan teknologi dan menikmati teknologi itu sendiri tanpa melihat lapisan, kelas, bahkan golongan. Ya, ITB Insight menunjukkan padaku bahwa tiap lapisan masyarakat berhak dekat dengan teknologi dan menikmatinya.

Suatu perjuangan dan keberhasilan yang mulia, menurutku :)


*****
Kepada beberapa teman di HMFT

Untuk Davindra, ketua ITB Insight sekaligus teman sekelas di kelas 10
Bray, gue nggak nyangka lo bisa jadi ketua acara sehebat ITB Insight! Ternyata lo nggak cuma jenius Vin, tapi lo juga rendah hati dan memiliki daya juang yang besar. Mantap lah! Mungkin habis ini, lo musti ngeseriusin 1 cewek sih Vin, fixed. HAHAHA peace :p Btw, gue sangat menghormati kepemimpinan lo di ITB Insight 2015 ini. Two thumbs up, Vin!

Untuk Vivi, Kadeptsos-ku tercintah
Hai Vivi! Totalitas lo buat ITB Insight nggak gue ragukan lagi lah. Gue cukup melihat kerja keras lo buat ITB Insight ini. Belum lagi pencurahan tenaga, pikiran, dan perasaan lo yang nggak nanggung-nanggung buat ITB Insight. Terima kasih juga sudah repot-repot menyulap foto koplak gue untuk pensuasanaan ITB Insight. Makasih lagi karena udah ngeramein grup LINE BP kita dengan ITB Insight. Pastinya, terima kasih untuk keringat dan lelah lo untuk ITB Insight ini. Standing applause for ya, Vi :*

Untuk Seli yang sangat keren dan membadai
Terima kasih untuk kebanggaanmu pada Fisika Teknik dan HMFT (bahkan sebelum kamu jadi anggota HMFT, kamu sudah bangga pada HMFT. Keren!). Aku masih ingat waktu kita bertemu malam-malam di DPR. Saat itu, kamu masih berjuang menyelesaikan tugas wawancara. Sejak malam itu, aku paham bahwa kamu akan seberjuang itu untuk HMFT. Dan aku nggak bakalan ragu kalau kamu benar-benar berjuang di HMFT. Sekali lagi, terima kasih telah mengingatkanku untuk bangga dalam berjuang di himpunan dan keilmuannya. *peluk*

Untuk Andin, kadept Dogi terbaek bangsa
Terima kasih Andin sudah berjuang membagi waktu untuk ITB Insight dan keberjalanan Dogi. Terima kasih sudah rela dan tulus untuk mengorbankan waktu tidur demi terselenggaranya ITB Insight. Terima kasih juga karena tak ada hentinya mempromosikan ITB Insight di grup LINE Dogi HEHEAku sesalut itu sama kamu yang sudah melibatkan segenap diri kamu dalam ITB Insight, Ndin. No matter what, I bet you have given your best :)

Untuk Ana, teman rumpi KM ITB
ITB Insight is so damn amazing, Na! Makasih banyak Ana, lo udah mau repot-repot memberikan segenap ide dan fokus lo untuk ITB Insight (seinget gue pas kita cerita-cerita terakhir, lo juga lagi ngurus suatu organisasi di luar ITB kan?). Dan buat gue pribadi, ide dan fokus lo benar-benar membuahkan hasil yang luar biasa di ITB Insight ini.Btw kapan kita ngerumpi lagi? :p

Untuk Victor, anak mentor dan anak Dogi
Setahu gue, lo adalah orang yang paling bahagia sekaligus paling semangat kalau diminta mempromosikan dan mengenalkan keilmuan Fisika Teknik dan HMFT itu sendiri. Tentu saja gue merasakan kebahagiaan lo dan semangat lo untuk mengenalkan teknologi itu hadir di ITB Insight. Terima kasih Victor.

Untuk Rezzy, Senator HMFT
Wow! HMFT pasti bangga punya senator kayak kamu, Rezzy. Kamu masih bisa membagi waktu untuk Kongres, Tugas Akhir, dan ITB Insight. Terima kasih Rezzy untuk waktu yang kamu berikan dalam memperjuangkan ITB Insight *peluk*

Untuk Azizah, Remi, Teguh, Aflin, Inay
"Jika kamu bersedih, jika kamu menangis, jika kurang gairah, cepat datangkan Taplok."Aku percaya (biarpun belum bisa membuktikannya) kalau kalian adalah salah satu sumber bahagia dan gairah dalam memperjuangkan ITB Insight kali ini. Terima kasih kawan-kawan Taplok HMFT-ku tersayang

Untuk Andya, salah satu mahasiswi yang patut diteladani
Terima kasih Andya karena kamu tak henti-hentinya menginspirasi aku termasuk lewat jerih payahmu dalam ITB Insight tahun ini :)

Untuk Suwig, salah satu BP di HMFT
Terima kasih banyak Suwig untuk segala bentuk peran dan hal-hal terbaik yang bisa lo berikan untuk ITB Insight

Untuk Asep anak basis, Melissa menantu basis, Ryo anggota baru Dogi, Aresti, Khalid,
dan Kevin yang menjelaskan wahana 'Berjalan di Atas Air'
Terima kasih atas segala yang telah diberikan untuk ITB Insight. Meskipun mungkin aku sama sekali tidak diberi kesempatan melihat kontribusi kalian, tapi aku percaya kalian telah banyak memberikan apa yang kalian miliki untuk ITB Insight. Terima kasih telah berjuang untuk ITB Insight :3

*****

Percakapan 1
A: "Lo Sabtu mau ke mana?"
B: "Insight lah, apalagi?"
A: "Mantap. Sama lah kalo gitu."

Percakapan 2
C: "Asik ntar Sabtu ada acara."
D: "Insight kan?"
C: "Yoa!"

Percakapan 3
E: "Tumben lo Sabtu ini nggak balik."
F: "Ya iyalah. 'Kan ada Insight."

Percakapan 4
G: "Apapun yang terjadi, buat gue Insight sih keren habis"
H: "Iya, gue salut banget sama HMFT."
G: "Udah ngasih semangat ama apresiasi?"
H: "Udah lah, nih barusan gua japri."
G: "Iya, di grup juga rame banget pada nyemangatin anak-anak Insight."

A, B, C, D, E, F, G, dan H adalah mahasiswa ITB di luar Program Studi Fisika Teknik ITB :)

Ya, satu lagi. ITB Insight secara tersirat memberikanku suatu pesan indah. Bahwasanya kampus ini tetap satu dalam harmoni berbagai warna lewat dukungan dan apresiasi kepada karya yang diperjuangkan oleh salah satu warna dalam harmoni tersebut.

Selamat berisitirahat sejenak kawan-kawan HMFT, supaya ke depannya dapat memberi manfaat dan makna seperti ITB Insight 2015 ini :)
Makna yang sederhana dan mulia akan ditunggu dengan senang hati. Pasti :)

******************************************************************************************************************************************

Ah ya, semua kata-kata yang saya tuliskan di atas murni berdasarkan dari yang saya alami, yang saya rasakan, yang saya pikirkan, yang saya refleksikan, dan yang saya amati.

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :D

Salam dari yang begitu berterima kasih atas kehadiran ITB Insight 2015,
Maria Paschalia Judith Justiari