Jumat, 07 Desember 2012

Sudah Pagi?

Ketika embun menetes dan jatuh tepat di permukaan kelopak mata, Penggembara mengernyitkan dahi. Bola matanya langsung menatap ke atas, bukan untuk mencari pelaku yang meneteskan embun, melainkan menyambut sinar matahari yang malu-malu mencolek retinanya dari balik awan kelam.
Ah, sudah pagi.
Lantas Penggembara tak lagi menatap sinar matahari. Dia menerawang jauh menerobos. gerombolan awan yang mulai memutih karena kepercayaan diri matahari untuk tampil.
Hatinya bingung. Otaknya yang tadinya berpikir logis, juga bingung.
Kepada yang diterawang, dia berkata dalam sunyi, apa yang terjadi denganku? Jarang sekali aku hanya berdiam dan lebih dari dua jam bersandar di makhluk yang entah sudah sampai berapa dia menghitung helaan nafasku. Aku tahu Engkau tahu di mana diriku. Kembalikan diriku karena aku ingin menggembara tanpa beban...
Matanya terpejam.
Apa sebenarnya aku telah memenjarakan diriku?

Lagi-lagi, pohon menambah jumlah helaan nafas dari orang yang bersandar padanya....


Selamat pagi!
- Maria Paschalia Judith Justiari -

Coba Diingat

Setelah menelusuri blog gue, ternyata gue pernah nulis cerpen benar-benar singkat dan sad ending loh..
Di link ini niih

Masalahnya gue gasuka sad ending...
Dan sekarang....
Sekarang....
Sekarang gue kangen berbahasa dan menulis... Hiks..
Gue kangen belajar bahasa Inggris dan Jerman
Ich vermisse Deutsch und Englisch so viel.. :'(
Tampaknya jaman SMA dulu gue produktif banget dalam tulis-menulis, entah bagus atau kagak..
Gue juga sering nulis filosofi....
Sekarang belum nulis filosofi lagi... hiks

Oh ya, tadi gue bilang kalo gue gasuka sad ending...
Mari kita lanjutkan Trilogi Danau Toba Season 2

Ujung Lidah

Memang Toto tak mendapatkan Avi karena capnya. Tapi mata Toto tetap segar.
Semua karena Mia.
Lama Toto menghapus perasaannya pada Avi.
Ternyata penghapus itu ada pada Mia.


- Maria Paschalia Judith Justiari-

Helaan Nafas

Haaaaahh....
Penggembara menghela nafas untuk ke sekian kalinya.
Mungkin pohon sampai bosan menghitung helaan nafas orang yang bersandar padanya. Prediksi si pohon, orang yang bersandar padanya sedang kalut.
Penggembara kalut?
Ah, tidak juga. Penggembara bukan cuma kalut. Dia kehilangan dirinya. Kehilangan apa yang dia lihat, dengar, dan rasa. Padahal ucapan apapun dari mulutnya bukan berarti hilang.
Seperti yang dibilang, Penggembara tak hanya kalut.
Dia distorsi.
Untungnya bukan distorsi teman dari torsi di dunia benda tegar. Kalau sampai iya, Penggembara akan mengenal penyakit bernama stroke di dunia yang dia tinggali untuk pertama kali.
Oh ya, distorsi apa yang dialami Penggembara?
Distorsi karena tidak bisa mencurahkan distorsinya.
Benaknya bertanya, "Kepada siapa aku berucap jika tak ada yang ingin mendengar ucapanku? Mereka lebih peduli ucapan bibirnya masing-masing."

Pohon menambah jumlah helaan nafas orang yang bersandar padanya....