Tampilkan postingan dengan label berantakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label berantakan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Juni 2022

Kelindan Ruah Rasa

Tak hingga 24 jam, beragam rasa dalam kelindan kehidupan meruah

Ada yang melepaskan setelah berjuang dalam penantian
Ada yang kehilangan setelah berjalan bersama
Ada yang mendapatkan setelah tercampak
Ada yang menggenggam setelah terperenyak
Ada ketulusan dalam panjat-panjat doa

Pada rasa-rasa yang meruah dalam tiap insan, ada sirat keikhlasan



Glasgow, 2 Juni 2022
13.53
M Paschalia Judith J


Sabtu, 29 Desember 2018

Mencoba Merasuk (1)

Gara-gara membaca komik berjudul Beauty Pop sampai lupa kerja, terlalu banyak kesan dan rasa yang tertinggal. Yah, salah satunya perasaan saat mencoba berada di posisinya Kazuhiko Ochiai. Jadi, kutulis saja ehe
Ohiya gue tulis dari 16.35 sampai 16.52, setelah mengetik feature analisis buat kerjaan hehe

*****
Senyumannya

Kubetulkan kacamata, memastikan pandangan
Senyumnya saat mendengarkan cerita terasa beda
Tak dekat memang jaraknya, tak sadar dia kuada
Kuabadikan sunggingan tawa serta binar mata sarat makna

Sejengkal dasawarsa kemudian
Senyumnya tak pernah bosan kunikmat, kupandang
Memang tak ada jarak, sayang rasa kita tak sama
Sahabat menangkan senyumannya, selamanya


(Palmerah, 29 Desember 2018)

*****

Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Cinta Yang Mahakuasa dan semesta selalu beserta kita

Salam dari yang telah mencoba merasuki Kazuhiko Ochiai,
M Paschalia Judith J

Minggu, 25 November 2018

What I Write About Inner Peace in 20 Minutes

April, 21st 2015 was my EF writing test. I was late but I could finish it in 20 minutes just because the topic was interesting. Here what I wrote and the topic.


The task:
In your opinion, can talking about your problems or bad experiences help you to deal with them? Can you think of any more ways of dealing with problems or bad experiences? Write an essay explaining your opinions!


My answer:
I usually share my problems or bad experiences to my closest circle, such as my mother, my father, my brother, or my best friends. Psychologically, I am an extrovert who naturally expresses what I feel or what I am thinking about.

When I am expressing my feeling, somehow I get relieved. It is same with when I'm sharing my problems to my family or my best friends. Sometimes, I don't need their advises. I just need somebody's listening and caring me.

Many books state that sharing our problems is one step to make peace with ourselves and a way to avoid stress. When we keep the problems just for ourselves, we can get stressed and there will be no more inner peace in ourselves. If we have no inner peace in ourselves, we make ourselves drown deeper in our trouble.

However, beside sharing our problems to someones we trust, we can get inner peace by ourselves. We just need to be alone for a little time. We can pray, write everything we feel or think and simply talk to ourselves. Then, we can find our inner peace.
The matter is, the inner peace that we get. Inner peace helps us a lot to think and feel clearly. Surely, it eases us to find the way for our problems. Go find your own inner peace! 


*******
I'm really sorry that I've just finished this post today.
Please forgive me for my bad grammar there hehe

Anyway, here's the picture of my writings. I took this pict before submitting it to my teacher





Thank you for reading this post
Cheers! Be grateful always and Godspeed :D

Regards from the one who writes about inner peace for English course test,
M Paschalia Judith J
Tulisan ini diketik dalam dua kerangka waktu

**********

Sabtu, 8 April 2017
ditulis karena bosan di tengah kemacetan teralay tingkat nasional. Bayangin aja, Tol Cikarang itu ternyata menyempit lajurnya, ditambah lagi ada perbaikan jalan cqcq.. Yha mungkin ini bisa jadi bahan inspirasi topik Tugas Akhir.

Baiklah.
Setelah curcol alay tentang macet yang tengah dihadapi, gue mau menuliskan permenungan gue yang dimulai sejak tanggal 2 April 2017 (iya, H+1 wisuda gue haha)

 Tentang perempuan, cinta, dan karya :)

Ternyata bray, setelah wisuda gue merasa rutinitas gue sekosong itu. Biasanya malam-malam gue habiskan di kampus buat rapat atau nge-lab. Terus tiba-tiba aja gue bingung malam-malam sekarang mau ngapain yak.

Muncullah suatu pertanyaan secara tak diundang.
"Jangan-jangan seorang perempuan memilih untuk fokus ke karya lantaran ketiadaan cinta dari pasangannya. Bahasa singkatnya, karena kesendiriannya."

Gue pun menengok ke teman-teman gue lainnya yang sudah berpasangan. Misalkan di suatu malam yang sama. Teman gue yang berpasangan menghabiskan waktu dengan pasangannya, mungkin makan berdua atau bercengkrama atau menikmati hobi masing-masing. Di malam itu, gue sedang asyik-asyiknya rapat. Kemudian luluslah gue dari kampus. Di malam yang sama lagi, teman gue yang berpasangan  masih melakukan hal yang sama sedangkan gue bingung mau ngapain. Akhirnya gue memutuskan untuk menemani teman gue di kosan atau menghabiskan malam di kantor.


*********
Senin, 26 November 2018

/masih ingat hendak menulis apa, terima kasih Yang Mahakuasa dan semesta :)/

Oh iya, kantor yang dimaksud itu Kompas Jawa Barat karena sebelum lulus (hingga diwisuda), gue magang di sana. Lokasinya di Jalan RE Martadinata, Bandung.

Lanjut.
Kesadaran setelah lulus itu membuat gue menelusuri internet dengan kata kunci pencarian "love career woman" untuk membuktikan hipotesis gue pada saat itu.

Hipotesis gue adalah:
Perempuan yang terlihat suka bekerja sebenarnya bisa saja dilatarbelakangi oleh kesendiriannya serta kebutuhannya akan cinta dari pasangan (yang belum kunjung hadir) dan kebutuhannya akan aktualisasi diri dalam mencintai si pasangan.
Namun, karena si perempuan tampak suka bekerja, dia mendapatkan sentimen dari laki-laki sehingga laki-laki pun berpikir berkali-kali untuk mendekatinya.
Lah kalau kayak gitu kan jadi lingkaran setan yang nggak ketolongan alaynya yak.

Namun, usut punya usut di internet, gue tidak menemukan bukti terhadap hipotesis awal. Yang ada, gue malah menemukan sejumlah kisah wanita karir yang dapat menyeimbangkan waktu dan tenaganya antara keluarga dan karyanya.

Baik.
Tampaknya, sementara dapat disimpulkan, perempuan-cinta-karya itu semua tentang waktu versi-Nya saja. 
Kayak motivasi yang selalu gue dengungkan pada diri gue, "Semua indah pada waktunya. Kalau belum indah, ya berarti belum waktunya. Ehe"


Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur yaaps bunds
Semoga Yang Mahakuasa selalu memberkahi kita :D


Salam dari yang akan menemukan waktu-Nya untuk menyeimbangkan diri bagi keluarga dan karya,
M Paschalia Judith J

Jumat, 17 Maret 2017

Lagi


Lagi-lagi tembok tinggi dibangun
Sekarang lebih tebal
Lebih kokoh juga, semoga
Ada pintu kecil yang cukup untuk keluar masuk satu orang
Harus, harus belajar dari pengalaman
Sudah lebih dari satu kali tembok yang dibangun hancur
Melukai yang berlindung di dalamnya
Padahal awalnya tembok itu dibangun untuk menghindarkannya dari suatu luka

Dia yang membangun
Dia juga yang dilindungi
Dia Pengembara yang tetap mengembara
Namun dalam kembaranya, dia tetap ingin melindungi dirinya sendiri
Yah, semoga tembok kali ini bisa melindunginya dari luka yang dia kutuk

*****


Mmmmm sudah lama tak menulis tentang Pengembara
Tulisan kali ini sesungguhnya mungkin bukan tulisan terbaik
Kaku diksi kalau kataku
Tapi tak apa, aku senang :)
Ohya, terima kasih juga sudah membaca tulisan ini


Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :3
Semoga cinta Yang Mahakuasa selalu menyertai

Salam dari yang lagi-lagi membangun tembok untuk melindungi dirinya sendiri,
Maria Paschalia Judith Justiari

Senin, 20 Februari 2017

Supaya Tidak Salah Sangka

Selasa, 18 Oktober 2016





Hari ini aku mengganti bunga di meja kantorku.
Di dalam botol berisi air tiga perempat penuh.
Bunga layak hidup dari air di botol itu.
Semula bunganya berwarna merah.
Kemudian menjadi mawar putih.
Keduanya datang dari kerabatku.
Yang merah dari Iban, yang putih dari Dita.
Senang.
Ada teman bernafas di dekatku saat aku di kantor.
Ada perhatian dari kawan tersirat pada bunga.

Terima kasih kawan :')



Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Semoga Yang Mahakuasa selalu menyertai :)



Salam dari yang mengganti bunga dengan bahagia,
Maria Paschalia Judith Justiari

Rabu, 13 Juli 2016

Biar Saya Tidak Lupa

Rabu, 29 Juni 2016



"Awas Dith, jangan membuat Abang Gojek-nya menunggu," kata Ibuku padaku saat aku masih bersiap-siap pergi sedangkan Abang Gojek sudah di depan rumah
....... Ya, aku membuatnya menunggu.

"Neng, kalau ada waktu, kasih bintang lima ya," pinta Abang Gojek yang tadi sempat menungguku beberapa waktu saat bersiap-siap.
..... Ya, aku tampak tak memiliki waktu.



Pembelajaran. Untukku. Antara aku dan waktu.

********************************************************************************************************


Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur
Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati


Salam yang menyadari suatu pembelajaran pada 29 Juni 2016,
Maria Paschalia Judith Justiari

Selasa, 30 Juni 2015

Untuk Makhluk yang Duduk di Hadapanku

Hai kamu, apa kabar?
Sedari tadi kamu tampak kehilangan antusiasme dalam Kerja Praktik pertamamu.

Padahal di hari pertama, kamu begitu deg-degan dan semangat.
Padahal di hari-hari sebelum hari pertama, kamu begitu berjerih demi mendapat perusahaan yang mau menerimamu untuk kerja praktik.
Padahal di minggu-minggu sebelum hari pertama, kamu berjuang dibarengi uring-uringan karena ditolak dan digantung perusahaan tempat kerja praktik. Belum lagi ditambah kabar teman-teman seangkatanmu yang sudah tenang lantaran mendapat kepastian tempat kerja praktik.
Padahal di bulan-bulan sebelum hari pertama, kamu mendoakan keberhasilan kerja praktikmu di sela-sela naik-turun dinamika organisasi yang begitu erat denganmu.

Ingat. Kerja praktik ini tidak hanya kamu perjuangkan, melainkan hadiah dari Yang Mahakuasa.
Sebaiknya, kamu tidak menyia-nyiakan nikmat dari Yang Mahakuasa.
Kamu sangat mensyukurinya, bukan?
Kalau begitu, tunjukkan bentuk syukurmu dalam antuasias, semangat, keaktifan, dan etos kerjamu.
Tanpa perlu aku perinci, kamu pasti mengerti.

Ini bisa jadi tentang zona nyaman. Namun jika kamu menunjukkan perjuanganmu sebagai rasa syukurmu, ini tak lagi tentang zona nyaman.
Percayalah, semakin semangat dan semakin aktif dirmu, kamu akan mendapatkan begitu banyak pelajaran baru untuk salah satu sisi hidupmu.
Salah satu yang dilakukan dalam Kerja Praktik


Beberapa detik yang lalu.........................................
Astaga... Lihat betapa baiknya Yang Mahakuasa padamu. Kamu dianugerahi seorang pembimbing yang baik, ramah, bersahabat, dan seorang cendekia di tempat kerja praktikmu. Bersyukurlah :''''')
Salah satu wujud nyata terima kasihmu pada Yang Mahakuasa, belajarlah sebanyak-banyaknya dari pembimbingmu. Niscaya akan bermanfaat.

Semangat! Jangan lupa bersyukur yaaa :3

Semoga Yang Mahakuasa memberkati :)

Salam dari aku yang berdiri di hadapanmu kala kamu bercermin,
Maria Paschalia Judith Justiari

Taruhlah Bulan pada Tempatnya

Senin, 29 Juni 2015

Sore ini pukul 15.00, aku meninggalkan meja yang telah menjadi temanku sejak sepekan lalu. Kami berkenalan dengan embel-embel Kerja Praktik. Enam hari sudah meja ini menyaksikan membaca total 3 laporan sambil mencatat ilmu-ilmu baru (biasanya hanya bertahan paling lama 3 jam) lalu bosan dan dilanjutkan main internet lalu pulang.

Meja ini tinggal di Sovereign Plaza lantai 12 di Jalan TB Simatupang. Untuk mempermudah dalam membayangkannya, sering aku bilang, "Di seberang serongnya Citos (Cilandak Town Square)". Biasanya langsung mudah terbayangkan.

Dekat dengan tempat tinggal meja itu ada jembatan penyeberangan. Aku melalui jembatan penyeberangan itu lalu naik Kopaja P20. Tujuanku ke Grand Indonesia. Sekadar informasi, Jalan TB Simatupang ini di Jakarta Selatan sedangkan Grand Indonesia di Jakarta Pusat.

Pejaten kemudian Warung Buncit, masih lancar. Sesampainya di Mampang dan perempatan Kuningan, macetnya terasa. Aku hanya bisa membaca buku dibarengi angin sepoi-sepoi dan berefek ketiduran barang 5 menit.

Untungnya Jalan Rasuna begitu kosong. Di seberang Plaza Festival, aku turun dan ganti kendaraan ke Kopaja 66. Kemudian aku turun di dekat Stasiun Sudirman dan berjalan kaki dari sana ke Grand Indonesia. Pukul 16.42 sampai di Grand Indonesia.

Kali ini bukan tanpa tujuan aku ke sini. Ada tiga sosok sobat dekat yang paling sering bersamaku di Bandung. Sonya, Sudib, dan Seto. Tiga orang yang bisa dibilang cukup mengenal dan memahamiku.

Kami memutuskan makan ramen, menukar Lucky Chance di KFC, ditambah sekadar duduk-duduk di Chatime.

Pulangnya aku sendiri berjalan ke Stasiun Sudirman. Satu langkah dari pintu keluar Menara BCA Grand Indonesia, spontan aku menengok ke atas, mengamati langit. Gelap, cenderung berawan, tak ada bintang, namun ada satu bulan yang bulat dan begitu terang.

Langkah demi langkah aku tapaki. Entah di langkah ke berapa, aku berhenti dan lagi-lagi menengok ke langit. Bulan itu masih bersamaku, mengikutiku meski kadang harus bersembunyi di balik gedung yang membumbung tinggi.

Aku naik Commuter Line jurusan Bogor dan turun di Stasiun UI. Keluar dari Stasiun UI, lagi-lagi bulan itu masih ada. Tubuhku di dalam angkot pun, bulan itu tidak absen sedetik pun.

Ketika berjalan kaki menuju rumahku pun, bulan itu masih di atas langit, jauh di atas serong kepalaku. Bulan dan aku sama-sama diam, tak berbicara apapun. Memang rasanya tidak sopan kalau tak menggubris sosok yang menemani perjalanan ini. Tapi rasanya aku sudah tahu pesan bulan itu. Bulan itu pun pasti sadar kalau aku memandanginya berkali-kali.

Langit, Langit selalu menjadi favoritku. Mungkin ini salah satu alasan Yang Mahakuasa menjadikanku mahasiswi meteorologi. Ya, mungkin saja.

Langit malam ini memang tak berbintang, berawan pula. Tapi seakan bulan ingin memamerkan keindahan miliknya dan milik langit. Bulan yang tegap sendiri berpendar bersanding dengan langit gelap pun tak kusangkal cantiknya. Seolah apa yang disebut terang telah disabotase dan hanya menjadi satu-satunya perhiasan bagi langit. Ya, bulan begitu cantik.

Aku paham. Tanpa bintang pun dan temaram cahaya kota, langit tetap cantik, tetap indah. Langit tetap hidup.

Satu lagi pesan yang terbersit di telingaku dari bulan. Bulan itu mungkin hanya suatu lensa. Tanpa ada logika jelas, lensa itu terhubung pada bentangan layar di benak seseorang. Seseorang yang begitu ingin menemaniku pulang, memastikan aku selamat sampai di rumah. Mungkin juga ada, meski begitu kecil tak kasat mata, harapnya pada suatu hari nanti, dia dan aku bertemu di rumah, berpelukan erat satu sama lain sambil membagi penat dan cerita selama satu hari. Kalau begitu, terima kasih pada seseorang itu yang telah mengirimkan bulan.

Ah, aku mengambil dan menyimpan pesan pertama saja. Pesan barusan tampak sebatas khayalan. Karena aku begitu tulus ikhlas dalam paham dan mengerti, bulan pada langit sungguh begitu serasi untuk menghabiskan malam bersama, tak ada bintang pun tak apa.

Kakiku pun memasuki rumah, menyapa hangat Bapak, Ibu, dan Joe. Dari jendela, aku mengintip. Dan bulan itu masih ada :)

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :)

Semoga Yang Mahakuasa senantiasa memberkati


Salam dari yang melakukan pemanasan bersama bulan untuk menulis lagi,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Senin, 18 Mei 2015

Pengembara Tak Suka Gurun

Pada gurun, Pengembara tak temukan satupun pohon rindang.
Pada gurun, Pengembara bertengkar dengan dirinya sendiri di tiap langkah sepanjang perjalanannya.
Pada gurun, Pengembara muak terhadap segala dinamika hidupnya.
Pada gurun, Pengembara tak temukan makna bersyukur dan bahagia meski telah bersusah payah menyelaminya.
Pada gurun, Pengembara hanya melihat sisi negatif hidup.
Pada gurun, Pengembara terlalu dehidrasi dan tak sanggup berlari meraih pohon rindangnya.

Gurun itu adalah nama dari momen yang membuat Pengembara menyalahkan dirinya sendiri dan membenci dirinya sendiri.
Gurun itu adalah nama dari momen yang membuat Pengembara menangis menjerit dan makin menjerit karena menyadari yang mendengarkannya hanya dirinya sendiri dan Yang Diterawang.
Gurun itu makin menjadi-jadi ketika ada momen atau perkataan yang semakin membuat Pengembara membenci dirinya sendiri.

Gurun itu gurun.

Walau ada harap bagi Pengembara, bahwasanya gurun dapat menyenangkan. Bahwasanya ada momen kala Pengembara bersyukur ketika dia di gurun.
Ah ya benar.
Mungkin sudah saatnya Pengembara bersimpuh rata dengan pasir di gurun. Mengucap syukur pada Yang Diterawang, menguatkan dirinya sendiri, bahkan kalau perlu menyenangkan dirinya sendiri minimal dengan kebahagiaan semu.
Ah ya, mungkin memang itu saatnya.

Kini Pengembara bersimpuh dalam frustasi sendirian. Teriakannya keras namun gurun itu membuat segalanya hening. Harapnya tak hanya Yang Diterawang yang mendengarkan.
Tolong.


Terima kasih telah membaca tulisan ini
Meskipun Pengembara juga masih sulit melakukannya tapi izinkan Pengembara berucap, jangan lupa bersyukur.

Yang Diterawang senantiasa memberkati.



Salam dari Pengembara yang tengah sendiri di gurun,
Maria Paschalia Judith Justiari

Rabu, 11 Maret 2015

Izinkan Saya

Rabu, 11 Maret 2015

Malam!
Kali ini saya masih terduduk menghadap laptop, yang baru selesai diperbaiki, setelah tertawa lepas.
Judul kegiatan kali ini adalah belajar bersama. Bersama duabelas mahasiswa Meteorologi ITB 2012 yang lain, saya berada di dalam ruang berdinding biru dan dinamakan Sekretariat Himpunan Mahasiswa Meteorologi "Atmosphaira" ITB. Kami mengangkat judul belajar bersama dilatarbelakangi besok ujian Metode Prediksi Cuaca Numerik II, sering dipanggil Pemodelan II.



Demi Semester VI yang Lebih Baik :')

Belajar.

Izinkan saya pada malam ini tidak satu kerangka dengan judul kegiatan malam ini.
Saya masih dalam euforia jenaka pada UTS Meteorologi Satelit hari ini. Pagi ini saya habiskan untuk menghafal dan memahami segala tulisan 5 bab materi. Tak disangka-sangka, yang keluar bukan hafalan gambar yang notabene tidak saya sentuh sama sekali.
Saya masih dalam euforia rasa syukur karena laptop saya hari ini sudah kembali pada saya. Tiga hari ini saya luntang-luntung mencari pinjaman laptop. Bahkan saya sempat menyimpulkan, "Ternyata gue lebih butuh laptop daripada pacar HAHA". Bukan apa-apa, ternyata laptop telah menjadi nyawa mahasiswa Meteorologi ITB. Saya hanya bengong ketika mayoritas teman-teman seangkatan saya berhadapan dengan laptop untuk mengerjakan tugas dan belajar. Terutama belajar CBT.... C-B-T :')

Izinkan saya untuk menggaungkan syukur senantiasa dalam diri ini untuk Yang Mahakuasa, baik melalui hening saya, tawa saya, senyum saya, ekspresi saya, tulisan saya, dan seutuhnya diri saya. Jujur, saya cukup panik ketika saya baru menyadari laptop telah menjadi bagian penting bagi mahasiswa Meteorologi ITB. Apalagi mas-mas Asus Service Center mengatakan, "Paling cepat 10 hari". Di hari Senin, saya langsung membatu tiap mengingat kalimat mas-mas Asus Service Center tersebut. Sejak mulai Senin, saya mengemis ke sana kemari mencari pinjaman laptop. Bahkan saya sudah bertekad bulat untuk mencari jasa sewa laptop. Tekad bulat ini didasari pekan deadline dan UTS yang tengah saya lalui.

Izinkan saya bertindak sok tahu. Sungguh saya merasa seolah Yang Mahakuasa sudah mengerti kondisi hari-hari saya. Memang sebelum laptop ini masuk ke Service Center, saya optimis bahwa saya bisa hidup tanpa laptop. Sayang, optimisme ini hanya bertahan beberapa jam. Daaaaannn..... Yang Mahakuasa mengembalikan laptop saya di waktu yang tepat. Tidak tanggung-tanggung, di tengah tiadanya laptop saya, Yang Mahakuasa memberi kesempatan pada saya untuk seproduktif mungkin meskipun tanpa laptop. Bukan hanya itu, saya belajar bersyukur diperbolehkan memiliki laptop yang menunjang perkuliahan dan hidup pribadi saya. Benar-benar ada sesal yang menohok karena saya tidak menjaga salah satu nikmat yang diberi Yang Mahakuasa berupa laptop ini.


Di hari ini pun, saya diizinkan untuk belajar menjaga dan merawat laptop saya.


Izinkan saya berterima kasih dan bersyukur.
Terutama pada Yang Mahakuasa dan semesta :')


Terima kasih telah membaca tulisan ini
Semangat selalu!
Jangan lupa bersyukur yaapss ^v^

Tuhan memberkati


Salam dari yang minta izin,
Maria Paschalia Judith Justiari

Senin, 24 November 2014

Satu Langkah

Halo.
Bertemu lagi dengan Pengembara.
Pengembara tetaplah Pengembara.
Dia bebas dalam kelana.
Terkadang kelana pun memiliki kekangan tersendiri.
Sejauh ini Pengembara tetap berusaha berdiri.
Ada sedikit yang dia korbankan tapi dia percaya ini berbuah kebaikan.

Satu. Langkah.
Langkah ini hanya tentang perasaan.
Perasaan akan tetes hujan sendu yang jatuh menapak tanah.
Perasaan akan terik sinar bahagia yang menyeruak ke tiap sudut-sudut.
Perasaan akan awan berarak yang tak tentu warnanya. Kadang putih, abu-abu, dan kelam.
Perasaan yang mulai berdamai pada logika.
Perihal perasaan, Pengembara punya satu langkah.
Pengembara tak membawa perasaan dalam langkahnya...
Untuk sementara...

Pengembara punya mimpi.
Pengembara punya realita.
Dan Pengembara tetaplah Pengembara
Mimpi tetaplah mimpi
Realita tetaplah realita
Pohon Rindang tetaplah Pohon Rindang
Pangeran tetaplah Pangeran
Pemuda tetaplah Pemuda
Gadis tetaplah Gadis
Yang Diterawang tetaplah Yang Diterawang
Semesta tetaplah Semesta

Langkah hidup Pengembara? Hanya Yang Diterawang yang tahu. Walaupun begitu, dengan baiknya Yang Diterawang juga mempertimbangkan pemberontakan hidup Pengembara (yang sekarang untungnya tidak terlalu sering)
Izin dari Yang Diterawang dan Semesta, siapa yang tahu?

*****

n.b.:
Pengembara tengah tersenyum berjuang menyampaikan tentang udara bumi ini dalam kertas kado cantik.
Pengembara tengah tersenyum berjuang di bawah pimpinan Yang Diterawang untuk menyatukan.
Pengembara masih semangat terutama semangat dalam mengingatkan dirinya untuk bersyukur :)

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Maaf kalau random :'

Semangat selalu kawaannn!! :D
Jangan lupa bersyukur yaaaa ^v^

Tuhan memberkati

Salam dari yang tengah menapak satu langkah,
Maria Paschalia Judith Justiari

Rabu, 24 September 2014

Over-imagining | Clarity

Well, recently I like to answer some questions in ask.fm

And now, my post will tell you about a little bit of my ask.fm account.

So one day, I got a daily question in ask.fm
Here's the question and my answer. <= *please, click it*

In my answer, there are 3 songs and for each song, I inserted the video clip also I typed my favorite lyric and my comment about the song.
If you pay attention at the details, in the third song, I just typed "Enough said :)))" as my comment.
.
.
.
.
.
It's just because.............................
That lyric represents what I'm feeling right now.


"Cause you are the piece of me I wish I didn't need

Chasing relentlessly, still fight and I don't know why
If our love is tragedy, why are you my remedy?
If our love's insanity, why are you my clarity?"


Yep, it's enough said.
:''''')))
I totally consider that moving on from someone or something is a hard thing to do :''''
*****

Anyway, please kindly ask me at ask.fm/justiari
I will reply (but I don't promise if I will reply as soon as possible hehehe)
:p
Ah ya, please forgive me for the bad English.. I'm still learning by the way.

Cheers!
Don't forget to be grateful!
God bless you all..


Regards,
The one who represents her feeling by some lines in Clarity lyric,
Maria Paschalia Judith Justiari

Filosofi Anak Kecil dalam Taman Bermain Berpagar Kawat Duri

Seorang anak kecil sudah selayaknya gemar bermain.
Kala dia telah melihat taman bermain di depan matanya, dia langsung berlari menuju taman bermain tersebut.
Tanpa peduli bahaya apa yang mengancamnya, anak kecil itu akan tetap berlari ke sana.

Di waktu ini, anak kecil itu bermain dengan riang bermain di taman bermain.
Semua tampak normal, semua tampak biasa saja.
Sampai di saat mata ini memandang lebih luas lagi.
Mata akan menangkap potret kawat duri yang menjadi pagar taman bermain itu.
Dan diingatkan lagi. Anak kecil itu bermain di dalam taman bermain berpagar kawat duri.

Namanya juga anak kecil.
Dia hanya menengok sekilas ke sekelilingnya.
Tak peduli kawat duri itu akan menggores kulitnya hingga berdarah, dia tetap bermain dengan riang di sana.
Anak kecil itu pun mencoba di permainan ini itu, berlari ke sana ke mari di dalam taman bermain.
Dia tak peduli kawat duri di sekitarnya mampu melukainya.
Dia tak peduli.

Sama seperti aku.
Aku telah membiarkan diriku seperti anak kecil itu.
Aku pikir, aku cukup hati-hati.
Tapi mungkin Yang Mahakuasa dan semesta memandangku seperti anak kecil itu.

*****

Terima kasih telah membaca tulisan ini.

Tuhan memberkati.


Salam dari yang tampak seperti anak kecil dalam taman bermain berpagar kawat duri,
Maria Paschalia Judith Justiari

Jumat, 18 Juli 2014

Antara Judith, Ma**in, dan Kaderisasi

Selamat sore para pemilik raga, baik yang bernyawa maupun berharap akan nyawa.

Baru saja, saya mendengar iklan Ma**in. Gelombang suara nyanyian iklan tersebut menjalar di ruang keluarga hingga sampai ke gendang telinga saya.

Jujur saja. Biasanya, saya langsung mencak-mencak dan misuh-misuh begitu mendengar iklan tersebut.
Gerutu saya paling-paling hanya seputar,
"Terus kenapa gue harus gembira kalau kulit manggis ada ekstraknya?"
"Memang yang membuat bahagia cuma ekstrak kulit manggis?"
"Kenapa kalau mau bersinar harus minum Ma**in sih?"
"Bukannya kalau mau badan sehat itu nggak cuma minum Ma**in ya?"
"Ini iklan kesannya penting banget dah..."
"Jadi sekarang dunia perlu banget tahu kalau kulit manggis kini ada ekstraknya? Hello!"
dan lain sebagainya.

Saya pun menilik jauh ke belakang. Apa yang membuat saya sering kesal dengan iklan Mas**n. Terus terang, saya pribadi merupakan orang yang memiliki alasan untuk tiap emosi negatif yang keluar dari diri saya. Tidak mungkin saya kesal terhadap iklan Ma**in tanpa alasan.

Saya pun terkenang peristiwa ketika menonton salas satu film box office yang ditayangkan oleh salah satu acara televisi lokal. Ketika film tersebut iklan, yang berulang kali ditayangkan adalah iklan Mas**n. Dengan diksi "Kabar gembira untuk kita semua......." yang diputar berkali-kali dalam intensitas yang terbilang sering, lama-lama saya jengkel pada iklan tersebut. Apalagi saat itu perasaan saya benar-benar butuh kegembiraan yang mutlak bagi saya. Bukan hanya sekadar kulit manggis kini ada ekstraknya.

Ternyata efek kejengkelan saya pada Mas**n merambat ke mana-mana, salah satunya ke Pendiklat Sekolah Mentor. Akun ask.fm saya pun berisi pertanyaan perihal Mas**n. Bahkan, salah satu kawan terdekat saya di Program Studi Meteorologi (namanya Yusuf Afandi atau lebih dikenal dengan Ucup) berkata seperti ini:



Kembali lagi pada peristiwa saya yang baru saja mendengar iklan M**tin. Angin semilir sore khas Depok kini tengah meneduhkan konflik antara Mas**n dan saya. Ia berbisik usil pada saya, "Mungkin kamu sedang dikader Ma**in."
Bisikan usil yang entah dari mana asalnya inilah yang membuat saya hanya terdiam setelah mendengar iklan Ma**in.

Bagi saya pribadi, salah satu bagian yang tidak rumit dari kaderisasi adalah menjadi lebih baik. Lebih membuka diri dan pikiran merupakan salah satu tanda menjadi lebih baik.

Iklan Ma**in ini mengader saya untuk lebih menerima secara terbuka akan baiknya ide dan kreativitas manusia. Memang saya berpendapat bahwa iklan Ma**in menyebalkan, namun bagaimanapun juga saya perlu mengapresiasinya. Iklan Ma**in adalah buah karya dari ide-ide sekumpulan manusia yang berada di balik layar.
Saya pun teringat secara spontan, memilih diksi bukanlah hal yang mudah apalagi sampai harus mencocokkan diksi tersebut dalam alunan melodi. Membuat melodi yang tersusun dari berbagai macam nada juga butuh kemampuan yang bisa disebut bakat.

Bukan hanya menghargai suatu ide atau gagasan, iklan Ma**in mengader saya untuk menghargai kerja keras dan peluh dari orang-orang yang ditampilkan maupun tak ditampilkan. Iklan Ma**in hanya menampilkan seorang perempuan yang dengan cerianya mempromosikan Ma**in.
Bagaimana kalau misalkan perempuan itu harus olah rasa ekstra keras demi menaikkan daya jual Mas**n? Saya pun menggigit bibir kalau harus mereka-reka berapa kali dia harus mengulang adegan yang sama. Saya saja yang hanya mendengar berkali-kali saja sudah tidak kuat, apalagi si perempuan yang harus memeragakan ini berkali-kali.
Itu baru perempuan yang menjadi model. Belum lagi orang-orang yang tak ditampilkan. Ada sutradara, kameraman, penata busana, editor. Ah iya, saya langsung teringat mempermulus video itu sulit. Bagaimana dengan waktu yang mereka korbankan demi iklan Ma**in ini? Ya ampun, ternyata iklan Mas**n bersirat pengorbanan dan kerja keras banyak pihak.
Lebih ke asal-muasalnya lagi, dalam kaderisasi iklan Ma**in ini saya diingatkan bahwa menemukan sesuatu yang baru itu sulitnya luar biasa. Sebagai seorang calon ilmuwan, saya membayangkan berapa puluh kali percobaan yang dilakukan untuk menemukan ekstrak kulit manggis. Pasti begitu ditemukan, ini menjadi kabar gembira bagi ilmuwan tersebut.

Masih ada lagi. Iklan Ma**in mengader saya untuk memahami rasa takut, takut akan hal yang ditakutkan terjadi. Beberapa orang di belakang iklan Ma**in pasti takut Ma**in tidak laku. Lebih sederhana lagi, penggagas ide dan tim kreatif iklan Ma**in pasti takut kalau iklannya tidak disukai. Tiba-tiba saya merasa bersalah. Saya merasa bersalah karena mewujudkan salah satu ketakutan mereka. Semoga orang-orang seperti saya hanya sedikit, bahkan kalau perlu hanya saya saja.. Amin.!

Satu hal yang pasti, saya dikader iklan Ma**in untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih tahan olah rasa. Terutama dalam menghadapi pendiklat-pendiklat SM yang dengan sukarela mengingatkan saya akan iklan Ma**in.

Terima kasih Yang Mahakuasa dan semesta, lagi-lagi saya mendapat alasan untuk bersyukur.
Saya bersyukur untuk kedua kalinya, saya boleh mencicipi kaderisasi dalam sudut pandang yang terbilang aneh.
Saya bersyukur telah diberi kesempatan untuk mendalami makna kaderisasi tanpa batasan apapun.
Saya bersyukur telah diberi kesadaran bahwa Yang Mahakuasa dan semesta bisa mengader saya dengan cara apapun, bahkan lewat benda mati yang saya kesalkan.
Saya bersyukur, meskipun saya sering kesal pada iklan Ma**in, iklan ini tidak membalasnya dengan dendam. Justru saya malah dikader olehnya bahkan diberi pelajaran hidup.
Ya, saya bersyukur untuk pelajaran hidup sederhana yang saya dapat dari kaderisasi iklan Ma**in.
Tentunya, saya bersyukur boleh diberi kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih bisa olah rasa.




Dikutip dari novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho
Untuk saya pribadi, kaderisasi bisa dianalogikan seperti ini.


Kaderisasi yang dilakukan iklan Ma**in terhadap saya telah mengagitasi saya akan satu hal. Saya ternyata tidak menghargai sebuah karya, berbagai pengorbanan, bahkan mewujudkan ketakutan dari apa yang jauh, yang tidak dalam lingkup nyata sekitar saya. Bagaimana terhadap orang-orang dan lingkungan di sekitar saya?

Lagi-lagi, terima kasih Yang Mahakuasa dan semesta karena telah menyadarkanku melalui agitasi dalam kaderisasi yang tidak sengaja dilakukan iklan Ma**in.
:)

Satu lagi. Kaderisasi oleh iklan Ma**in ini benar-benar memberi saya pelajaran untuk lebih terbuka dalam apresiasi terhadap suatu karya, pengorbanan, kreativitas, ide, gagasan, dan keringat kerja keras. Selain itu setelah kaderisasi dari iklan Ma**in ini, saya berharap saya tidak lagi mewujudnyatakan ketakutan orang atau bahkan sekelompok orang.

Kesimpulannya ialah saya akan menghargai keberadaan orang-orang dan lingkungan sekitar saya sehingga tidak ada waktu untuk memperhatikan iklan Ma**in yang isinya tidak penting. Bagi saya, yang terpenting dari iklan Ma**in terdapat pada pelajaran hidup yang dia berikan. Sekian.

*tetep aja judith ada di #timantimastin*:p


nb: mungkin ada yang ingin menikmati rasanya dikader oleh iklan Ma**in, sila klik di sini :)


Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Tuhan memberkati


Salam dari produk kaderisasi iklan Ma**in dan tetap berada di #timantimastin,
Maria Paschalia Judith Justiari

Meteorologi 2012 - 12812006

Jumat, 11 Juli 2014

Antara Judith dan Hujan

Langitnya gelap.
Gelap berawan dan hamburan cahaya yang membias.

Langitnya gelap.
Gelap hingga menangis deras melepaskan berliter-liter muatan yang sudah lama tak dikeluarkan.

Langitnya gelap.
Gelap sambil mengajak angin bersuhu rendah dan asyik mengganggu kuat si raga.

Langitnya gelap.
Gelap dalam bosan sampai habis ide ingin berbuat apa.

Langitnya gelap.
Gelap tak berhasil kalahkan secercah cahaya dalam niatan menulis.


*****
Ceritanya, dari tadi gue nunggu hujan reda di depan Sekre KMK ITB.
Sekarang ditemani Dwika, Vivi, dan Jotet.
Tadinya, gue udah berencana ke suatu tempat yang akan memudahkan hidup gue dalam 2 tahun ke depan.

Gue sekarang lagi nggak suka sama hujan.
Nanti sepatu gue basah terus kaki gue dingin. Nggak suka.
Nanti rambut gue basah terus bau. Nggak suka.
Nanti baju gue basah. Nggak suka.
Dan gue kedinginan nggak ada Jahim huaaaaaaa :''''''''''(

Tadi barusan Devi dan Jona (anak-anak basis 22, anak basis gue) lewat dan masuk ke Sekre KMK ITB. Mereka membawa satu teman Camediknya.
Apa yang mereka lakukan?
Mereka meletakkan 4 tandu yang baru saja mereka perbaiki bersama-sama teman Camedik lainnya.



Lama-lama gue bingung, ini sekre KMK atau sekre Camedik? .-.
Tapi yaaaa gue pribadi selow aja sih hahahaha
Puji Tuhan, berarti Sekretariat KMK ITB bisa berguna banyak bagi teman-teman yang sedang berjuang untuk Tuhan, bangsa, dan almamater :3

Daritadi gue di sini cuma ngetik di depan Sekre KMK ITB sambil menanti hujan reda. Biar gue bisa jalan ke mana gitu.
HUAAAAAAAAAAA HUJAN CEPATLAH BERHENTI...............................

Eh eh eh barusan Marcell telepon. Katanya di daerah Pasteur nggak hujan.
DASAR HUJAN LOKAL TRASHBAG!!!!!! -________-"
*padahalanakmeteorologi
*tetepajakalohujannyagamendukungsuasanaromantisyabete

Beberapa detik yang lalu, gue berniat meneguk Calais favorit gue untuk menenangkan pikiran biar ga bete...
Dan ternyata........................................Calais nya udah basi :''''''''''''''''''''''''(



Aaaaaaaakkkk ga tega buang nya aaaaaaaaaa :'''''''''''''(

HUAAAAAAAAAAAAAAAA
HUJAN CEPATLAH BERHENTI :''''(

Judith mau jalan
Judith mau Jahim
Judith mau kaos yang tebal
Judith mau pakai sepatu yang waterproof
Judith mau Calais
Judith mau hujannya berhenti
Judith mau sandaran hati
.................................................................
*****

Tuhan, izinkan aku menikmat malam berbintang tanpa hujan.
Izinkan aku menikmat hangat dalam dekap selimut dan sejuta ide.

Di balik umpatan ini, ternyata masih terselip rasa syukur.

Bersyukur mata ini masih mampu memandang redupnya suasana Sunken Court.
Bersyukur raga ini masih ditemani oleh Vivi, Dwika, dan Kak Ajan.
Bersyukur telinga ini masih mendengar alunan musik merdu dari UKSU ITB.
Bersyukur tubuh ini mengusir kucing dari Sekre KMK ITB.
Bersyukur akal ini memahami cara menyimpan dan mengawetkan Calais.
Bersyukur hati ini mendengar cerita dari beberapa anggota KMK ITB.
Bersyukur budi ini menyaksikan anggota KMK ITB yang antusias dalam menjadi Camedik.
Bersyukur syaraf ini menerima impuls bahwa Sekre KMK ITB bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan.
Bersyukur jemari ini mengetik suatu rangkaian kisah sederhana dari 3 jam duduk di depan Sekretariat KMK ITB.

Ah Yang Mahakuasa memang selalu baik :)
Semesta selalu membagikan kebajikannya :)

Terima kasih sudah membaca tulisan ini. Maaf kalau terlalu banyak umpatannya.
Tuhan memberkati.

Salam dari yang sedang jenuh menunggu hujan berhenti dan langit berbintang,
Maria Paschalia Judith Justiari

Sore Ini

- 11 Juli 2014 pukul 18.00 sampai 18.19 -

Sore ini aku duduk di depan Sekretariat KMK ITB.
Sore ini aku menunggu balasan dari seorang perempuan yang lebih muda setahun. Dia berjanji menemaniku mengecek sesuatu di daerah Cihampelas.
Sore ini aku mendengarkan kisah salah seorang anggota KMK tentang Diklat Panlap-nya.
Sore ini aku mendengar harmoni indah alunan musik dari Sekretariat UKSU ITB.
Sore ini aku tiba-tiba merasa dingin dari hujan.
Sore ini aku menyimpulkan kata 'redup' berdasar edaran mataku pada sekitar Sunken Court ITB.
Sore ini aku hanya ingin membagikan apa yang aku rasa.
Sore ini aku agak menyesal tidak membawa Jaket HMME "Atmosphaira".
Sore ini aku memandang langit mendung berawan.
Sore ini aku mengajak mataku menerobos ke kediaman Yang Mahakuasa, aku memohon agar malam ini tak hujan.
Sore ini aku mengusir kucing yang berusaha masuk ke dalam Sekretariat KMK ITB.
Sore ini aku..................................................................
Ya sudahlah :)



Terima kasih telah membaca cerita sore ini.
Tuhan memberkati

Salam dari yang sedang bercerita tentang sore ini,
Maria Paschalia Judith Justiari


Jumat, 27 Juni 2014

Mengganti Judul

Sebelum:




Sesudah:




*****
Dari "Kegembiraan dan Distorsi" ke "Cerita Indera"


Mengapa "Cerita Indera"...?
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada yang masih abu-abu di antara kegembiraan dan distorsi.
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada berbagai macam hal yang tidak tergolong kegembiraan maupun distorsi.
Karena saya sadar, dalam hidup saya ada indera yang menerjemahkan suatu cerita ke dalam kegembiraan atau distorsi. Ya, kegembiraan maupun distorsi bergantung sudut pandang indera.
Karena indera diri saya melalui berbagai macam cerita, entah nyata maupun khayal.

Cerita Indera.
Sekumpulan cerita yang disaksikan mata, didengarkan telinga, dikecap lidah, disentuh kulit, dihirup hidung, dialami raga, dan dirasakan jiwa.
Sekumpulan cerita yang ditulis apa adanya tanpa dibuat-buat oleh penulis.
Sekumpulan cerita yang tak bermaksud puitis karena penulis bukan sastrawan.
Sekumpulan cerita yang siap sedia dibaca oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.

Selamat menikmati suguhan Cerita Indera :)


Terima kasih.
Tuhan memberkati.

Salam dari pemilik blog yang baru mengganti judul menjadi 'Cerita Indera',
Maria Paschalia Judith Justiari

Filosofi Angin --- Kata Orang, Cinta Itu Kayak Angin #bukanpostinggalau

-Diketik tanggal 27 April 2014 -

Broh bray
Orang-orang banyak yang berkata dan berpendapat kalau cinta itu kayak angin.
Sebagai mahasiswi (yang berusaha keras mempelajari) meteorologi, nih dah gue kasih tau aja salah satu hal tentang angin.

Angin telah menjadi aspek penting di meteorologi. Bisa dibilang, sebagian besar pembahasan di ilmu meteorologi yang menyangkut angin.
Salah satunya ini bray:





Jadi di atas, gue punya data kecepatan angin zonal (notasi: U, satuan: m/s) dalam periode waktu tertentu (notasi: t, satuan: menit) di waktu tertentu (dimulai dari 14.58 dan acuan pengamatan pukul 15.00).
Nah, dari data itu, gue diminta mencari nilai kecepatan angin zonal rata-rata dan angin meridional rata-rata.

Hmmmm... Biar nggak bingung, gue jelasin sebisanya yaa apa itu angin zonal dan angin meridional. Angin zonal itu komponen angin yang bergerak sepanjang barat-timur atau sebaliknya, sedangkan angin meridional itu komponen angin yang bergerak sepanjang utara-selatan atau sebaliknya.
Angin zonal dan angin meridional itu punya hubungan satu sama lain.
Yak begitulah penjelasan yang gue tangkap dari dosen gue.

Oke. Cukup perkenalannya dengan angin zonal dan angin meridional ini. Balik lagi ke soal di atas.

Gue puyeng banget bray... Menurut teori, kecepatan rata-rata angin meridional itu nilainya ada di persamaan 3. Dan nilai percepatan itu ada di persamaan 1 dan persamaan 2.

Terus................................terus..... terus...........................
Kagak ada definisi jelas tentang t1 dan t2.
Trashbag pisan lah ini -_-
Di soalnya bilang interval. Nah, interval mana yang di maksud? Menit awal sama menit akhir? Atau antara menit-menit itu sendiri?
Menurut gua sih interval waktu t1 dan t2 yang dimaksud itu yaa menit awal dan menit akhir.
Logikanya gini bray. Kalau antar menit, berarti gue bakal punya percepatan ke-1,2,3 sampai ke-n. Akibatnya, gue akan punya nilai kecepatan rata-rata angin meridional ke-1,2,3, sampai ke-n.
Masa' ada rata-rata di nilai rata-rata???

Yak dan gue telusuri ke buku referensi kuliah Meteorologi Dinamik. Bisa dibaca judulnya 'An Introduction To Dynamic Meteorology'. Iya bray, buku setebal ini masih tahap 'AN INTRODUCTION' kok :3



Penjelasan hubungan antara angin zonal dan angin meridional yaa kayak gini................................:





Langsung gua tutup dah bukunya.

Lalu gua mikir lagi.
Mikir asumsi apa yang digunakan terhadap percepatan angin ini.
Gilak, bahkan gue sekarang mengasumsikan asumsi .-.

Intinya, kalau gue berhasil nemu algoritmanya, gue bisa bikin programnya dengan bahasa Fortran :3
Wuidih kece badai banget sih...

*lalu gue berpikir keras*
*diskusi sesama anak meteorologi*

TADAAAAAAAAA

Nah ternyata gue nemu algoritmanya daaaaannnn mulai kepikiran programnya kayak apa :''3
Lalu segalanya tampak lebih mudah :'''3
Ah bahagia~~~ :'''''''''''''3

Men, gue setuju banget sih kalo cinta itu kayak angin.
Angin itu tampaknya begitu rumit di awal. Lalu ketika kita telah mengerti bagaimana alur memahami angin, semuanya menjadi lebih mudah, lebih sederhana. Kemudian akan membawa bahagia kepada kita.
Sama seperti cinta :)


*sumber gambar: dokumentasi pribadi*

Terima kasih telah membaca.
Tuhan memberkati.


Salam dari yang sedang memahami angin dan cinta secara paralel,
Maria Paschalia Judith Justiari
Kita tak hanya berada dalam bumi berbentuk bola pepat.
Kita tak hanya berada di atas tanah Ibu Pertiwi.
Kita berada dalam satu tubuh.
Aku, diriku, dan jiwaku.

Aku dengan senang hati membebaskan diriku untuk pergi dan melakukan segala sesuatu. Apalagi di tengah libur dan berada di rumah seperti ini.


WAKAKAKAKAKAKAK JUDITH BERLIBUR WOOYY!! YIHAAAAAAAA :3
JUDITH SEMEDI DI RUMAH TJOIIIIIII!! YUHUUUUUU :3

Gaada galau-galauan.........
......
......
Betewe, galau gue cuma muncul kalau gue udah stress tingkat dewa. Begitu gue merasa tertekan amat sangat, gue akan membutuhkan seorang laki-laki yang gue tahu saking sayangnya dia sama gue, tekanan yang buat dia remeh-temeh sampai tekanan yang memang berat pun dia dengarkan. Lalu dia pun memimpin gue untuk meloncat dan terbang menerobos tekanan-tekanan tersebut, memimpin atau paling tidak mendampingi gue menyelesaikan masalah-masalah hidup yang gue hadapi. Ya, sosok sandaran hati.
Oke. skip. Gausah dibahas lagi :p

Iya. Harusnya tidak ada distorsi (baca: galau-galauan) :)

Karena aku bebas tanpa tuntutan
Karena aku bisa rehat dan melepas sejenak beberapa tanggung jawab. Ingat, hanya sejenak.
Karena aku bisa menikmat waktu untuk membahagiakan diriku sendiri tanpa perlu mengganggu kebahagiaan orang lain.
Karena aku dapat memiliki waktu lebih untuk semakin mengenal diriku dan hidupku sendiri.
Karena aku bisa berada di sekitar raga dan jiwa yang menerima sekaligus menyayangi aku apa adanya diriku ini.

Libur dan Rumah :)

Tapi untuk beberapa waktu ke depan, mungkin sampai belasan Juli, aku harus memiliki liburku dan rumahku sendiri. Rumah dan libur yang kusebut dalam sandingan kelenturan hingga di manapun dan kapanpun aku berada, aku selalu bisa menyebut "Judith sedang libur!" atau "Judith sedang di rumah!". Meski aku secara kasat mata tak di rumah atau tak dalam waktu libur.

:)

Semangat Judith! Semangat untuk menciptakan rumah dan liburmu sendiri!
Semangat!!
:3

Tuhan memberkati.


Salam dari yang sedang menikmati libur di rumah secara tersurat maupun tersirat,
Maria Paschalia Judith Justiari