Senin, 29 Juli 2013

Teruntuk Dosa yang Aku Hindari Namun Akhirnya Terjebak Juga

Sebenar-benarnya benar, aku tahu aku tidak boleh melakukan ini. Ini adalah dosa bagi diriku dan mungkin sakit hati bagi seseorang. Nah, dengan bodohnya baru saja aku mengatakan ini tidak boleh dilakukan beserta alasannya. Lalu dengan malu-malu tapi mau, aku tetap melakukan ini. Mau dosa yang berapa kali lipat, Dith?
Aku menyukaimu. Dosa ini berporos karena aku menyukaimu. Ternyata ada yang namanya sosok ideal. Dan itu kamu. Kamu.
Aku benar-benar orang yang sembarangan apalagi begitu melihat salah satu foto dan di situ ada kamu dan aku. Saking sembarangannya diriku ini, mungkin hanya tanda minus yang kamu lihat.
Senyum optimis yang menjadi penghubung antar pipimu selalu membujukku untuk tidak mengecewakanmu. Tapi dari sekian percobaan untuk mengubah senyum optimismu menjadi senyum keberhasilan, yang berhasil hanya sedikit. Tiga jari rasanya cukup untuk menghitungnya. Lagi-lagi aku hanya menambah tanda minus di matamu. Tanpa aku pikirkan, walaupun gagal, kamu tetap tersenyum dan menghargai usahaku. Pada akhirnya aku hanya mengingat senyum saat kamu menghargai apa yang telah aku lakukan biarpun gagal menjadi bagian besarnya. Aku merasa dihargai. Bahkan dihargai sebagai seorang perempuan. Terima kasih yaa kamu.
Kamu pintar. Tak hanya otak dan motorikmu yang pintar, sisi senimu, sosialmu, dan spiritualmu pun kupikir memiliki tingkat kecerdasan yang di atas rata-rata. Apalagi ditambah kharismamu yang membuat aku ingin terhitung baik di matamu (meski kenyataannya aku hanya mengisi matamu dengan tanda minus).
Sesadar-sadarnya kewarasanku pada tingkat normal, aku tahu bahwa dalam sebulan kita bertemu paling banyak sejumlah (akar kuadrat dari empat) ditambah (akar kuadrat dari sembilan). Namun dengan kurang ajarnya, aku berani-beraninya meminjam sosokmu dalam dongeng khayal pengantar tidurku. Maaf yaa..
Duh, tampaknya begitu banyak tanda minus yang aku tabung di matamu. Menyedihkan.
Kamu sosok yang mendekati ideal. Aku makhluk yang jauh dari ideal. Tampak mustahil khayal indahku bersamamu ini menjadi kenyataan. Pendapatnya peribahasa Indonesia sih bagai si pungguk merindukan bulan.
Apalagi aku tidak masuk jurusan impian itu (baca: Teknik Geologi ITB 2012). Apa hubungannya, Dith? Karena dengan tidak tahu dirinya aku pernah berucap, "Sandaran hati mah ntar aja dipikirin pas dapet si jurusan impian." HAHAHA mamam tuh, Dith! Maaf ya aku begitu naif dan begitu gagal dalam menjadi mahasiswa. Maaf ya untuk ke sekian kalinya aku menambah tanda minus di matamu.

Aku menyukaimu dan aku sadar menunggu sosok ideal sepertimu itu mendekati kata mustahil. Belum lagi ini adalah dosa dan penyebab seseorang sakit hati.
Aku menyukaimu dan aku mengubur kenyataan itu lalu pergi melanjutkan pengembaraan kehidupan ini.
Aku menyukaimu dan maafkan aku yang meninggalkan cinderamata berupa berpuluh-puluh tanda minus di matamu.
Dan aku mengubur cerita non-fiktif ini beserta pernak-pernik rasa suka. Aku tidak menyesalinya sama sekali.
Aku mengubur kenyataan ini sambil memohon ampun atas dosa ini.
Aku mengubur kenyataan ini dengan nisan kekagumanku padamu.
Aku menguburnya dan melangkah ceria meninggalkan makam itu.
Aku tidak menyesalinya sama sekali, tidak berharap lebih, dan tidak berniat menggali makam itu. Tidak sama sekali :)

Tuhan memberkati
Salam dari seorang pendosa,
Maria Paschalia Judith Justiari