Jumat, 06 Agustus 2010

Filosofi Otonomi Daerah

Entah gua kerasukan setan apa, mungkin ahli-ahli otonomi daerah hadir dalam mimpi saya dan memberi inspirasi untuk menulis filosofi ini.

Otonomi daerah itu bisa berupa penggabungan daerah atau pemisahan daerah (secara  sederhana). Yaaaah, itu cuma pembukaannya.

Daerah A, daerah B, daerah C.
Daerah A dan daerah B menjalin hubungan yang kuat, bahu-membahu membangun daerah masing-masing. Tiba-tiba daerah C dengan potensi kekayaan alam yang tinggi mengajak daerah A untuk bersatu. Tanpa dipikirkan lebih lanjut, daerah A menerima tawaran daerah C. Ya, sekarang kedua daerah itu bersatu menjadi satu daerah.

Awalnya, daerah A mengalami kemajuan yang pesat. Lambat laun, penduduk di daerah A mengeluh. Mereka tidak merasa nyaman dengan daerah gabungan A-C. Sejujurnya, penduduk daerah A ingin bersatu dengan daerah B. Daerah B telah memberi kenyamanan kepada penduduk daerah A walaupun tak dapat memberikan kekayaan sebanyak daerah C.

Pemerintah daerah C tak mengetahui perasaan penduduk daerah A. Bahkan, ketika daerah A mulai menjalin hubungan lagi dengan daerah B, daerah C sama sekali tidak sadar.

Daerah B berubah. Pemerintah dan penduduknya memberi kenyamanan dan menambah pasokan sumber daya kepada daerah A. Seolah-olah, tak ada batas antara daerah A dan B. 

Tanpa disadari, daerah A semakin memantapkan langkahnya untuk bergabung dengan daerah B dan memisahkan diri dari daerah C. Parahnya, daerah C tidak mengerti apapun yang terjadi pada daerah A dan B. Daerah C hanya menyimpulkan bahwa daerah A baik-baik saja.

Sampai saat ini, daerah A masih menyandang status sebagai gabungan daerah C. Namun, ia melupakan batas daerah dengan daerah B yang lama-kelamaan memiliki hubungan semakin erat dengan daerah A.


Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar