Jumat, 27 Juni 2014

Breathtaking Episode of Bones Season 8

Holaaahhh everybody!

Pengennya sih gue nulis ini dalam Bahasa Inggris tjui, pengennya...
Tapi apa daya, Bahasa Inggris gue udah rada gimana gitu karena jarang dipakai. Jadi daripada ribet mikirnya, langsung aja deh pake Bahasa Indonesia yang (mungkin) baik dan (nggak terlalu) benar :D

Gue mau mengulas sedikit salah satu episode dari Bones. Yep, Bones udah jadi salah satu serial tv favorit gue sejak kelas 12. Thanks Agitha for introducing Bones to me anyway :3

It's titled "Pathos in Pathogens".
Garis besarnya, episode ini mengisahkan Bones dan Booth menghadapi kasus kejahatan biologi yang telah berhasil membunuh 1 nyawa dan nyaris membunuh 1 kerabat terdekat mereka.

Buat gue, sudut pandang yang menarik di sini adalah bagaimana ilmu pengetahuan dieksplorasi di masa kini.

Suatu hari Jeffersonian (semacam lembaga penyelidikan jenazah. Tempat Bones dan sohib-sohibnya bekerja dan menghabiskan waktu bersama) kalang kabut. Bagaimana tidak? Ada seorang jenazah memasuki Jefersonian dengan infeksi biologis yang tidak dikenal.



Sayangnya, pada saat pemeriksaan, salah seorang dokter di Jeffersonian tertusuk jarum yang berisi cairan yang mengandung sumber infeksi biologi tersebut. Dokter itu bernama Arastoo. Dalam waktu singkat, Arastoo menderita demam tinggi bahkan kejang-kejang.


Untuk menemukan vaksin agar Arastoo pulih, mau tak mau Booth dan Bones harus segera menemukan pelaku pembunuhan keji kelas ilmiah ini.

Sambil selidik sana-sini demi menangkap pelaku jahanam itu, Bones dan Hodgins bekerja sama membuat ramuan dari bahan-bahan herbal tradisional. Ini dilakukan karena setelah diteliti ternyata infeksi biologis tersebut memiliki gejala yang sama dengan penyakit chikungunya namun dimodifikasi lebih jauh secara biologis.

Singkat cerita, Booth dan Bones menemukan pelakunya. Ternyata pelakunya adalah seorang dokter yang sengaja membuat infeksi biologis yang mengerikan itu untuk kepentingan pribadi.

Si pelaku tampaknya sudah tak lagi memiliki hati nurani. Booth naik pitam karena si pelaku tak kunjung menyebutkan lokasi penyimpanan vaksinnya. Puncaknya ketika Booth membawa dia secara paksa untuk melihat kondisi Arastoo yang sekarat, bukannya kasihan, si pelaku malah bangga. Dengan teganya dia merasa diri hebat karena karyanya mampu melumpuhkan orang secepat itu. Melihat kejamnya si pelaku, Bones dengan cekatan menyuntikkan suatu cairan ke pelaku sambil berkata, "Nikmatilah hasil karyamu sendiri! Sekarang katakan di mana vaksinnya?"



Akhirnya, secara dramatis pelaku itu ditangkap dan Arastoo pun pulih secara perlahan. Usut punya usut, ternyata yang disuntikkan Bones hanya cairan biasa, bukan virus penyebab infeksi biologis mematikan itu.



*****

Nah, apa yang membuat gue tertarik?
Perkembangan ilmu pengetahuan mungkin membuat beberapa manusia merasa dirinya 'tuhan' yang hanya sudi memikirkan kebahagiaannya sendiri bahkan sampai mengorbankan kebahagiaan orang lain. Kesenjangan ilmu antara yang menguasai dan mengenyam lebih lama dengan yang berangan pada ilmu pun dimanfaatkan demi meraup keuntungan sendiri.
Padahal kesenjangan itu harusnya diubah menjadi kesetaraan.
Menurut gue pribadi, eksplorasi ilmu pengetahuan itu seharusnya bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya kaum cendekia yang bertitel. Bagi mereka yang hanya punya mimpi mencicip ilmu pengetahuan pun perlu disuguhkan ilmu pengetahuan eksakta yang begitu menakjubkan. Hingga mereka pun tak hanya mencicip melainkan terus melahap dan melahap ilmu pengetahuan tersebut.

Sama satu lagi yang benar-benar membuat gue tertarik.
Jangan pernah meremehkan suatu bentukan ilmu apapun. Setradisional atau sekuno apapun ilmu itu, ilmu tetaplah ilmu. Pada hakikatnya, ilmu itu berguna bagi kehidupan. Meskipun sudah berkembang secara pesat, ilmu yang dianggap tradisional jangan sampai dilupakan.
Karena pasti ada momennya, ilmu yang dianggap tradisional itu terbukti menolong manusia.
Ya, ilmu pengetahuan itu kekal. Semesta kece! Yang Mahakuasa benar-benar hebat!

Sebagai (calon) ilmuwan, gue merasa apapun yang gue temukan itu demi kesejahteraan bersama. Bukannya malah merugikan orang lain dan hanya meraup keuntungan sendiri.

Gue sadar bannget kalau gue ini calon ilmuwan.
Calon ilmuwan yang berusaha memberi solusi ilmiah pada nusa dan bangsa.
Calon ilmuwan yang mengabdikan dirinya pada ilmu yang diemban tanpa ego sedikitpun.
Calon ilmuwan yang berharap bisa menyelamatkan nyawa nantinya.

Semoga suatu saat nanti gue bisa menjadi seorang ahli vulkanologi, seismologi, dan meteorologi profesional kebanggaan Indonesia di dunia internasional yang berbasis nilai-nilai ilmiah serta memiliki semangat mengabdi. 

*seluruh sumber gambar: klik di sini :)*

Terima kasih sudah membaca.
Tuhan memberkati.


Salam dari (calon) ahli vulkanologi, seismologi, dan meteorologi,
Maria Paschalia Judith Justiari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar