Minggu, 27 Juli 2014

Mengingat Lagi Jalan Dongeng Pengembara

Pengembara muncul pertama kali kala pikir dan imaji pemilik raga ini berkelana dalam ruang perumpamaan, tepatnya sekitar tahun 2010/2011.
Saat itu Pengembara berjalan dari kolaborasi logika dan imaji ke dunia Twitter.
Kini Pengembara tengah duduk, mereka ulang bagaimana hidupnya sejak 2010/2011 hingga detik di mana dia duduk dan mereka ulang.

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan sebagainya.
Modal perjalanannya hanya semangat dan niat.
Seperti yang telah dikatakan pada kalimat paling pertama pada tulisan ini, kisah Pengembara dimulai pada kisaran tahun 2010/2011.

Pada awal mula, dikisahkan Pengembara membangun tenda di pepohonan sekitar istana. Namakan wilayah istana itu Daerah Satu. Dalam masa tinggalnya di sana, Pengembara jatuh hati pada seorang Pangeran di Daerah Satu. Pada siang-sore-malam, Pengembara kerap menghabiskan waktu bersama Pangeran Satu dalam cerita, canda tawa, hingga jalan-jalan santai.
Sayang, sakit hati menyerang Pengembara ketika Pangeran Satu menceritakan perasaannya. Dia jatuh cinta pada seorang Putri cantik tiada cacat di Daerah Dua. Putri ini sungguh berbanding terbalik dengan Pengembara, dia begitu kalem dan pendiam. Pengembara mengunci jerit hatinya dengan senyum di wajah sambil memagut ketertarikan akan cerita Pangeran ini. Hari dan malam berikutnya, dunia Pengembara berisi kisah tentang Pangeran Satu yang begitu tergila-gila pada Putri Dua.





Tak kuat lagi menahan jerit hatinya, Pengembara membereskan tendanya dan melanjutkan perjalanannya. Dia tak punya tujuan (sudah dibilang bahwa dia memiliki kebebasan tersendiri). Ternyata kakinya berpijak di suatu desa kecil, masih di Daerah Satu.
Di pinggir hutan dekat desa itu, dia membangun tenda. Dia berusaha untuk menyembuhkan sakit hatinya yang berujung air mata di kala malam. Apa yang dia lakukan di siang hari? Dia hanya berjalan-jalan mengelilingi desa tersebut. Setelah sembuh, matanya jauh lebih terbuka. Pandangannya beralih pada Pemuda Satu. Tanpa dia duga, pandangan ini bersambut manis. Pemuda Satu pun menyukai Pengembara. Setelah mengenal satu sama lain dalam interaksi hangat, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman. Sayangnya, hubungan mereka hanya berlangsung selama 1 bulan. Ada tembok di antara Pemuda Satu dan Pengembara yang tidak ingin mereka hancurkan dan mereka panjat. Pengembara sadar betul betapa dia meninggalkan sakit hati pada relung kalbu Pemuda Satu. Sampai detik ini, Pengembara sadar kata 'maaf' tak cukup untuk menyembuhkan luka hati Pemuda Satu. Apalagi mengingat selama 1 bulan itu, benar-benar hanya ada bahagia yang sangat hangat bagi hidup mereka berdua. Tak heran bila kehangatan itu membekas dalam hidup Pengembara sampai saat ini.

Hebatnya, Pemuda Satu ternyata pemaaf. Bahkan sampai detik ini, Pemuda Satu dan Pengembara masih menjalin hubungan yang sangat baik. Beberapa bulan setelah mereka tak lagi menjalin hubungan khusus sampai detik ini pula, Pemuda Satu menjalin hubungan cinta yang sederhana namun pasti dengan Gadis Satu.

Kembali lagi saat hubungan antara Pengembara dan Pemuda Satu berubah menjadi pertemanan yang erat. Seolah diguratkan takdir, Pangeran Satu mendapati Pengembara di pinggiran desa itu.
“Aku mencarimu,” begitu kata-kata Pangeran Satu. Kata-kata itu lalu hanya disambut oleh diam dan senyum bahagia Pengembara.







*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Pengembara baru saja usai menutup buku dengan Pangeran Tiga, Pangeran dari suatu istana di Daerah Tiga. Delapan bulan. Yah, begitulah yang terhitung oleh Pengembara.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki Yang Diterawang untuk menjadi sandaran hidupnya.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki sebuah pondok kecil yang berada di wilayah yang dia sebut Rumah. Rumah ini bukan ‘rumah’ yang khalayak biasa sebut. Meski tingkat kenyamanannya memang tak senyaman ‘rumah’-yang-khalayak-biasa-sebut, namun cukup memberi ketenteraman dalam hidup Pengembara. Ah ya, di pondok kecil itu, Pengembara biasa bertemu dengan kedua orang tuanya dan adiknya.

Dalam hidupnya, Pengembara memiliki beberapa pohon rindang yang tersebar di berbagai macam wilayah. Baru satu pohon rindang yang tumbuh besar dan kokoh, sayangnya jaraknya begitu jauh dari Pengembara.
Meski jaraknya dengan pohon rindang – pohon rindang itu tak menentu jauhnya, Pengembara selalu berhasil mencari cara untuk sampai ke pohon rindang – pohon rindangnya tersebut. Dia selalu menemukan jalan untuk sekadar bersandar sejenak di salah satu atau bahkan banyak pohon rindang. Kemudian dia pergi melanjutkan perjalanannya dan meninggalkan pohon rindang – pohon rindangnya untuk sementara. Pengembara pasti akan kembali pada mereka, hanya saja waktunya tak pasti.
Pengembara percaya pada alam dan hidup. Alam dan hidup akan menumbuhkembangkan pohon rindang – pohon rindang dalam kelana Pengembara. Namun apabila ada manusia yang mengancam hidup pohon rindang – pohon rindang itu, Pengembara akan langsung hadir bagi mereka serta berusaha keras menyelamatkan nyawa dan hidup mereka.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.

Saat ini Pengembara tak sebebas biasanya namun tetap menjalani apa yang dia maksud dengan kebebasan miliknya.
Kini Pengembara tengah belajar memimpin suatu desa mungil yang dipenuhi orang-orang yang ramah pun hangat di Daerah Tiga.
Secara tak langsung, Pengembara belajar memaknai kebebasan dalam sudut pandang lain, memaknai rumah dalam sudut pandang berbeda, dan memaknai libur dalam sudut pandang tak biasa.

*****

Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan sebagainya.

Ya, satu makna bebas yang Pengembara pegang. Dia bukan milik siapa-siapa. Dia adalah milik Yang Diterawang, keluarganya, dirinya sendiri, serta tanah dia lahir yang bernama Indonesia.
Tak ada satupun yang berhak menyatakan mereka memiliki hidup Pengembara selain empat pihak yang baru saja disebutkan. Ingat, Pengembara adalah kebebasan.

Sampai…
Sampai nanti Yang Diterawang mempertemukannya dengan sosok laki-laki yang menjadi sandaran hatinya dan kelak pula nantinya menjadi suaminya, keluarganya. Di saat itu makna kebebasan berubah bagi Pengembara.

*****


Nb: Ini beberapa prosa tentang secuil kisah Pengembara. Sila klik di label Jalan Dongeng Pengembara

Terima kasih telah membaca tulisan ini
Tuhan memberkati.

Salam dari pemilik kolaborasi imaji dan pikiran yang mencipta Pengembara,
Maria Paschalia Judith Justiari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar