Ketika embun menetes dan jatuh tepat di permukaan kelopak mata, Penggembara mengernyitkan dahi. Bola matanya langsung menatap ke atas, bukan untuk mencari pelaku yang meneteskan embun, melainkan menyambut sinar matahari yang malu-malu mencolek retinanya dari balik awan kelam.
Ah, sudah pagi.
Lantas Penggembara tak lagi menatap sinar matahari. Dia menerawang jauh menerobos. gerombolan awan yang mulai memutih karena kepercayaan diri matahari untuk tampil.
Hatinya bingung. Otaknya yang tadinya berpikir logis, juga bingung.
Kepada yang diterawang, dia berkata dalam sunyi, apa yang terjadi denganku? Jarang sekali aku hanya berdiam dan lebih dari dua jam bersandar di makhluk yang entah sudah sampai berapa dia menghitung helaan nafasku. Aku tahu Engkau tahu di mana diriku. Kembalikan diriku karena aku ingin menggembara tanpa beban...
Matanya terpejam.
Apa sebenarnya aku telah memenjarakan diriku?
Lagi-lagi, pohon menambah jumlah helaan nafas dari orang yang bersandar padanya....
Selamat pagi!
- Maria Paschalia Judith Justiari -