“Neng, ini kayaknya sepatu udah jelek banget. Beneran mau
dibenerin aja, Neng? Nggak mau beli baru?”
“Enggak, Mang. Dibetulin aja.”
“Saya jadi heran, Neng. Kenapa ya banyak anak seumuran Eneng
malah nyimpen sepatu yang kayaknya udah jelek banget, bahkan masih kekeuh buat
benerin sepatu yang rusak. Eneng sendiri kenapa?”
“Karena sepatu ini udah nemenin saya ke mana-mana, Mang,
hehehe”
*****
Aku berani mengecap diriku sebagai Bocah Petualang
Terakreditasi A. Begitu banyak bentuk petualangan yang aku cicipi. Dari yang
alam banget yang mall banget. Dari perjalanan ke Mall Kelapa Gading sampai
perjalanan ke Mahameru. Begitu beragam dan begitu aku syukuri.
Dari kecil aku memang tidak bisa duduk diam. Jika di rumah
tidak ada yang aku kerjakan, sontak aku mengambil ransel serta mengenakan kaos,
celana panjang jeans, kaos kaki, dan sepatu keds bertali. Lalu aku berpamitan
dan melenggang keluar rumah. Kadang ada tujuan tertentu, kadang tanpa tujuan.
Dari yang alam banget sampai yang mall banget. Dari
perjalanan ke Mall Kelapa Gading sampai perjalanan ke Mahameru. Begitu beragam
dan begitu aku syukuri. Dari perjalanan yang terdokumentasikan oleh kamera
sampai yang teringat jelas dalam benak tanpa dipotret kamera.
Dari yang alam banget
Agustus 2014 aku memutuskan untuk mendaki Semeru hingga
Mahameru. Mahameru sendiri mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang tangguh dan
mampu melawan keterbatasan fisik dalam suatu totalitas.
Meraih puncak Mahameru adalah kesulitan dan tantangan luar biasa bagiku. Namun aku tak membiarkan diriku dihipnotis kata menyerah.
Bukankah sama ketika aku berjuang meraih puncak-puncak kehidupanku, kata menyerah tak boleh mampir dalam hidupku?
Tiap setahun sekali, aku melakukan tea walking bersama
keluarga. Bagiku merupakan suatu yang berharga berjalan sekitar 3 km sampai 5
km untuk menikmati udara segar dan pemandangan indah buatan Yang Mahakuasa.
20 Juli 2014.
Tea-walk sejauh 4 km ini memuaskan raga akan pesona harmoni antara awan putih, langit biru, dan tentunya hijau kebun teh
Tea-walk sejauh 4 km ini memuaskan raga akan pesona harmoni antara awan putih, langit biru, dan tentunya hijau kebun teh
Akhir tahun pun aku memilih untuk pergi ke dataran tinggi di
Pegunungan Tengger untuk mengabadikan pesona matahari terbit yang terakhir di
tahun 2014. Matahari terbit telah menjadi sumber semangat tersendiri bagiku
untuk menjalani hari di tahun 2004.
Kepada matahari di ufuk timur, ingatkan aku selalu untuk terbit sebagai suatu jalan keluar
Dataran tinggi pun punya pesona tersendiri untuk memberi
kesegaran pada raga, pikiran, dan perasaan milikku. Memiliki waktu untuk
berhenti sejenak memandangi pesona tersebut merupakan waktu yang sungguh tidak
sia-sia untuk dinikmati.
Negeri atas awan di Kediri, suatu surga yang malu-malu untuk memamerkan pesonanya
Bicara kesegaran, air yang mengalir tumpah ruah dengan
derasnya pun tak terelakkan menjadi sumber kesegaran itu tersendiri. Tapi
namanya juga kesegaran yang lain daripada yang lain, perlu perjuangan untuk
menikmati kesegaran itu. Perjalanan ke air terjun mengajarkanku bahwa segala
yang indah membutuhkan perjuangan. Bahwa untuk meraih segala yang aku sebut keberhasilan
pasti membutuhkan perjuangan.
Air Terjun Dolo, Kediri
Air Terjun Malela, Jawa Barat.
Sampai ke yang mall banget
Bisa jadi bagi orang lain perjalanan ke mall di seputaran
Jakarta merupakan suatu kemewahan. Bagiku biasa saja. Aku lebih memilih pergi
ke mall dengan angkutan umum. Kenapa? Karena aku begitu ingin menikmati
dinamika berbagai lapisan masyarakat yang berinteraksi dalam angkutan umum.
Adalah sudut pandang yang menyegarkan kala aku mengamati bagaimana dinamika
interaksi tersebut dibanding hanya duduk diam dalam kendaraan pribadi atau
taksi.
Senja pusat kota Jakarta dari sudut pandang Grand Indonesia
Pulang dari Grand Indonesia, aku pergi ke sini untuk naik Commuter Line jurusan Depok
Tak kusangka-sangka, sekarang Stasiun Sudirman sekeren ini.
Pernahkah kita menghargainya?
Kadang kala, aku tak sempat mengambil potret untuk suatu
momen hanya karena aku terlarut dalam yang disajikan oleh perjalananku.
Semisal ketika aku bertualang dengan angkutan umum, entah
bus (Kopaja, Metromini, Mayasari, dkk) atau kereta (kereta api ekonomi jaman
baheula).
Aku membiarkan telingaku menikmati alunan lagu yang
didendangkan pengamen-pengamen sepanjang perjalanan. Dari suara mereka, aku
mengasah kepekaanku pada realita hidup yang mesti diperjuangkan. Dari suara
mereka pula aku belajar yang namanya ketegaran hidup. Tak jarang lirik yang
mereka senandungkan berisi protes atas ketidakadilan bahkan berisi keprasahan
harap akan kesejahteraan.
Aku membiarkan mataku merekam segala aktivitas yang lewat di
hadapanku. Pernah aku memperhatikan seorang ibu berpakaian lusuh berjongkok di
hadapanku dan membersihkan kereta ekonomi tempat aku berada. Aku hanya membisu
dan terhenyak. Dia berlalu dari hadapanku dan membersihkan gerbong lainnya. Dia
tak mengenakan baju seragam resmi jadi bisa aku pastikan dia hanya menanti
uluran kasih yang memberikannya sedikit uang sebagai penopang hidupnya. Saking
tak bisa berkata apa-apa aku hanya bisa diam memandanginya.
Pernah juga mataku merekam seorang anak kecil yang asyik
bermain ponsel di dalam angkutan umum. Dia duduk di hadapanku dan tanpa sengaja
memaksaku mengingat-ingat apakah di umur yang sama aku pernah seasyik itu
bermain ponsel. Rasa-rasanya tidak. Yah, jaman memang telah berubah. Mungkin
karena begitu herannya tanganku sampai sempat merogoh tas dan memotret apa yang
ada di hadapanku.
Gadis kecil yang tengah begitu asyik dengan ponselnya
*****
Segala perjalanan itu aku ingat dan kujadikan suatu bahan
pelajaran hidup.
Ketika aku melangkahkan kakiku keluar rumah sama saja aku
menapaki langkah pertama untuk mengenal diri lebih jauh.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku memahami betapa
indah karya Yang Mahakuasa , betapa agung Yang Mahakuasa, dan betapa Yang
Mahakuasa mencintaiku.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku membuka diri pada
segala macam sudut pandang yang dunia miliki. Aku pun lebih terbuka dengan
pelbagai macam dinamika yang ditawarkan dunia ini.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku dapat menjadi
pribadi yang lebih bersyukur, memiliki empati, bahkan termotivasi untuk
berkarya lebih bagi kebaikan sekitarku.
Karena dengan berpergian keluar rumah, aku menemukan keeping-keping
dari diriku.
Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur :)
Salam, dari Pengembara hidup ini dengan segala
petualangannya,
Maria Paschalia Judith Justiari.
#BetterOutside
#BetterOutsideID
#BetterOutsideID
@BetterOutsideID