Hai! Bagaimana kabarnya?
Semoga yang sedang mengikuti kata demi kata di tulisan ini sehat selalu yaa! Tentunya, sehat lahir batin.
Kini, aku ingin mengajak teman-teman menengok pengalamanku sebelum pandemi Covid-19 mengetuk Tanah Air. Di suatu hari, aku berpergian seperti biasa. Ransel merah kugendong di pundak, ponsel di saku celana. Lalu, aku mampir buat jajan. Saat hendak membayar, tanganku membuka risleting ransel dan berupaya mencari dompet lipat hitam yang sudah menemaniku lebih dari empat tahun. Biasanya, si dompet anteng nongkrong di dalam tas. Tak kunjung dompet itu tersentuh oleh jemari, aku spontan merogoh saku dan mengambil ponsel dan memindai kode respon cepat (quick response atau QR) yang ada di kasir. Transaksi selesai. Beberapa menit kemudian, aku mendapatkan kabar kalau dompetku tertinggal di rumah.
Jangan-jangan, sekarang orang lebih panik jika ponsel tertinggal dibandingkan dompet. Bayar-membayar kini sesederhana memegang ponsel dan memindainya. Transaksi pun berjalan real time atau hampir tak ada jeda waktu. Bahkan, terkadang kita tidak perlu membuka dompet untuk mengeluarkan uang tunai atau kartu.
Di tengah pandemi Covid-19, transaksi digital dengan ponsel menjadi arus baru. Pandemi menuntut masyarakat untuk bertransaksi tanpa kontak langsung (contactless) dan tidak bersentuhan langsung (touchless). Jika kita ingin berbelanja daring (dalam jaringan atau online) tanpa keluar dari tempat tinggal, cukup mengunjungi kanal e-dagang favorit, klik barang yang ingin dibeli, lalu pilih metode transaksi. Bisa transfer perbankan dengan aplikasi yang terpasang di ponsel, dompet digital, hingga memasukkan nomor kartu kredit.
Kalaupun kita terpaksa melangkahkan kaki untuk sebuah tanggung jawab dan di dalam perjalanan ingin jajan, transaksi digital tetap bisa menjadi andalan. Di sejumlah kasir, akan ada papan kecil yang biasanya berlapis plastik mika bening berisi beragam gambar QR dari masing-masing penyelenggara jasa sistem pembayaran. Bahkan, ada pula kasir yang cukup menampilkan satu gambar QR, yakni kode cepat standar Indonesia atau lebih populer dipanggil QRIS. QRIS membuat urusan bayar-membayar lebih enak lagi, baik untuk konsumen maupun penjual. Kenapa? Satu gambar QRIS dapat diakses oleh semua penyelenggara jasa sistem pembayaran.
Secara sadar maupun tidak sadar, saat belanja daring atau datang langsung secara fisik, beraneka produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menyapa kedua bola mata kita. Mengingat ada Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia atau Gernas BBI, membeli barang dan jasa UMKM menjadi tanda solidaritas. Tak jarang, produk-produk UMKM bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Contohnya, aneka jajanan makanan, jamu untuk menjaga imunitas, kopi susu untuk mengusir kantuk, lauk dalam kemasan vakum yang tahan lama dan menemani makan siang, hingga kursi untuk menemani bekerja dan belajar dari rumah.
Ada angka menarik dalam diskusi yang diadakan Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 27 Januari 2021 lalu. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menyebutkan, Gernas BBI telah membuat sekitar 2,25 juta UMKM tergabung dalam ekosistem digital per 15 September 2020. Tentunya, setelah bergabung, para pelaku UMKM ini berharap produk, barang, dan jasanya dapat sampai ke tangan konsumen. Apalagi, sudah hampir setahun, UMKM dalam moda bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Padahal, UMKM adalah sakaguru perekonomian Ibu Pertiwi.
Sebagai salah satu jalan keluar, Bank Indonesia melalui 46 kantor perwakilan daerah tengah bersinergi mendukung tercapainya 30 juta UMKM yang tergabung dalam ekosistem digital pada 2023. Mengapa krusial bagi UMKM untuk hadir secara digital? Pandemi Covid-19 telah menggeser pola belanja masyarakat ke ranah daring. Artinya, pasar UMKM kini ada di dunia digital. Agar dapat menemui konsumen secara daring, UMKM mesti terhubung di ekosistem digital, misalnya membuka situs penjualan secara mandiri atau bergabung di e-dagang.
Oh iya, QRIS juga membantu digitalisasi transaksi UMKM. Dengan QRIS, pelaku UMKM dapat melayani beragam konsumen yang mengunakan bermacam-macam jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia menargetkan, ada 12 juta merchant pengguna QRIS pada 2021. Sepanjang 2020, Bank Indonesia mendata, terdapat 5,8 juta merchant pengguna QRIS dan 84 persen di antaranya merupakan usaha skala mikro dan kecil.*
Nah, kini tugas kita sebagai konsumen Tanah Air untuk bertransaksi secara digital dan memprioritaskan untuk membeli produk asli Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mengalirkan rezeki dari layar ponsel ke pundi-pundi pelaku UMKM?
Terima kasih telah membaca tulisan ini
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur semuanya!
Semoga Yang Mahakuasa dan Semesta selalu menganugerahkan kesehatan dan kesadaran untuk bersolidaritas
Salam dari yang mengajak untuk membeli produk lokal dan membayarnya secara daring,
M Paschalia Judith J
M Paschalia Judith J
-----
*sumber:
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_230921.aspx