Pengembara muncul pertama kali kala pikir dan
imaji pemilik raga ini berkelana dalam ruang perumpamaan, tepatnya sekitar
tahun 2010/2011.
Saat itu Pengembara berjalan dari kolaborasi
logika dan imaji ke dunia Twitter.
Kini Pengembara tengah duduk, mereka ulang
bagaimana hidupnya sejak 2010/2011 hingga detik di mana dia duduk dan mereka
ulang.
Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam
kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat
bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan
sebagainya.
Modal perjalanannya hanya semangat dan niat.
Seperti yang telah dikatakan pada kalimat paling
pertama pada tulisan ini, kisah Pengembara dimulai pada kisaran tahun
2010/2011.
Pada awal mula, dikisahkan Pengembara membangun
tenda di pepohonan sekitar istana. Namakan wilayah istana itu Daerah Satu.
Dalam masa tinggalnya di sana, Pengembara jatuh hati pada seorang Pangeran di
Daerah Satu. Pada siang-sore-malam, Pengembara kerap menghabiskan waktu bersama
Pangeran Satu dalam cerita, canda tawa, hingga jalan-jalan santai.
Sayang, sakit hati menyerang Pengembara ketika
Pangeran Satu menceritakan perasaannya. Dia jatuh cinta pada seorang Putri
cantik tiada cacat di Daerah Dua. Putri ini sungguh berbanding terbalik dengan
Pengembara, dia begitu kalem dan pendiam. Pengembara mengunci jerit hatinya
dengan senyum di wajah sambil memagut ketertarikan akan cerita Pangeran ini.
Hari dan malam berikutnya, dunia Pengembara berisi kisah tentang Pangeran Satu
yang begitu tergila-gila pada Putri Dua.
Tak kuat lagi menahan jerit hatinya, Pengembara membereskan tendanya dan melanjutkan perjalanannya. Dia tak punya tujuan (sudah dibilang bahwa dia memiliki kebebasan tersendiri). Ternyata kakinya berpijak di suatu desa kecil, masih di Daerah Satu.
Di pinggir hutan dekat desa itu, dia membangun
tenda. Dia berusaha untuk menyembuhkan sakit hatinya yang berujung air mata di
kala malam. Apa yang dia lakukan di siang hari? Dia hanya berjalan-jalan
mengelilingi desa tersebut. Setelah sembuh, matanya jauh lebih terbuka.
Pandangannya beralih pada Pemuda Satu. Tanpa dia duga, pandangan ini bersambut
manis. Pemuda Satu pun menyukai Pengembara. Setelah mengenal satu sama lain
dalam interaksi hangat, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih
dari sekadar teman. Sayangnya, hubungan mereka hanya berlangsung selama 1
bulan. Ada tembok di antara Pemuda Satu dan Pengembara yang tidak ingin mereka
hancurkan dan mereka panjat. Pengembara sadar betul betapa dia meninggalkan
sakit hati pada relung kalbu Pemuda Satu. Sampai detik ini, Pengembara sadar
kata 'maaf' tak cukup untuk menyembuhkan luka hati Pemuda Satu. Apalagi
mengingat selama 1 bulan itu, benar-benar hanya ada bahagia yang sangat hangat
bagi hidup mereka berdua. Tak heran bila kehangatan itu membekas dalam hidup
Pengembara sampai saat ini.
Hebatnya, Pemuda Satu ternyata pemaaf. Bahkan
sampai detik ini, Pemuda Satu dan Pengembara masih menjalin hubungan yang
sangat baik. Beberapa bulan setelah mereka tak lagi menjalin hubungan khusus
sampai detik ini pula, Pemuda Satu menjalin hubungan cinta yang sederhana namun
pasti dengan Gadis Satu.
Kembali lagi saat hubungan antara Pengembara dan
Pemuda Satu berubah menjadi pertemanan yang erat. Seolah diguratkan takdir,
Pangeran Satu mendapati Pengembara di pinggiran desa itu.
“Aku mencarimu,” begitu kata-kata Pangeran Satu.
Kata-kata itu lalu hanya disambut oleh diam dan senyum bahagia Pengembara.
*****
Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam
kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Pengembara baru saja usai menutup buku dengan
Pangeran Tiga, Pangeran dari suatu istana di Daerah Tiga. Delapan bulan. Yah,
begitulah yang terhitung oleh Pengembara.
*****
Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam
kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dalam hidupnya, Pengembara memiliki Yang
Diterawang untuk menjadi sandaran hidupnya.
Dalam hidupnya, Pengembara memiliki sebuah
pondok kecil yang berada di wilayah yang dia sebut Rumah. Rumah ini bukan ‘rumah’
yang khalayak biasa sebut. Meski tingkat kenyamanannya memang tak senyaman ‘rumah’-yang-khalayak-biasa-sebut,
namun cukup memberi ketenteraman dalam hidup Pengembara. Ah ya, di pondok kecil
itu, Pengembara biasa bertemu dengan kedua orang tuanya dan adiknya.
Dalam hidupnya, Pengembara memiliki beberapa
pohon rindang yang tersebar di berbagai macam wilayah. Baru satu pohon rindang yang
tumbuh besar dan kokoh, sayangnya jaraknya begitu jauh dari Pengembara.
Meski jaraknya dengan pohon rindang – pohon rindang
itu tak menentu jauhnya, Pengembara selalu berhasil mencari cara untuk sampai
ke pohon rindang – pohon rindangnya tersebut. Dia selalu menemukan jalan untuk
sekadar bersandar sejenak di salah satu atau bahkan banyak pohon rindang.
Kemudian dia pergi melanjutkan perjalanannya dan meninggalkan pohon rindang –
pohon rindangnya untuk sementara. Pengembara pasti akan kembali pada mereka,
hanya saja waktunya tak pasti.
Pengembara percaya pada alam dan hidup. Alam dan
hidup akan menumbuhkembangkan pohon rindang – pohon rindang dalam kelana
Pengembara. Namun apabila ada manusia yang mengancam hidup pohon rindang –
pohon rindang itu, Pengembara akan langsung hadir bagi mereka serta berusaha
keras menyelamatkan nyawa dan hidup mereka.
*****
Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam
kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Saat ini Pengembara tak sebebas biasanya namun
tetap menjalani apa yang dia maksud dengan kebebasan miliknya.
Kini Pengembara tengah belajar memimpin suatu
desa mungil yang dipenuhi orang-orang yang ramah pun hangat di Daerah Tiga.
Secara tak langsung, Pengembara belajar memaknai
kebebasan dalam sudut pandang lain, memaknai rumah dalam sudut pandang berbeda,
dan memaknai libur dalam sudut pandang tak biasa.
*****
Hidup Pengembara begitu bebas, bebas dalam
kelana namun tetap menjaga mahkotanya sebagai perempuan.
Dia dalam jalan dan kelana menuju tempat-tempat
bernama Mimpi, Visi, Cita, Cinta, Harapan, Keheningan, Diri Sendiri, dan
sebagainya.
Ya, satu makna bebas yang Pengembara pegang. Dia
bukan milik siapa-siapa. Dia adalah milik Yang Diterawang, keluarganya, dirinya
sendiri, serta tanah dia lahir yang bernama Indonesia.
Tak ada satupun yang berhak menyatakan mereka
memiliki hidup Pengembara selain empat pihak yang baru saja disebutkan. Ingat,
Pengembara adalah kebebasan.
Sampai nanti Yang Diterawang mempertemukannya
dengan sosok laki-laki yang menjadi sandaran hatinya dan kelak pula nantinya
menjadi suaminya, keluarganya. Di saat itu makna kebebasan berubah bagi Pengembara.
*****
Nb: Ini beberapa prosa tentang secuil kisah
Pengembara. Sila klik di label Jalan Dongeng Pengembara
Terima kasih telah membaca tulisan ini
Tuhan memberkati.
Salam dari pemilik kolaborasi imaji dan pikiran
yang mencipta Pengembara,
Maria Paschalia Judith Justiari