Sekumpulan cerita yang disaksikan mata, didengarkan telinga, dikecap lidah, disentuh kulit, dihirup hidung, dialami raga, dan dirasakan jiwa. Sekumpulan cerita yang ditulis apa adanya tanpa dibuat-buat oleh penulis. Sekumpulan cerita yang tak bermaksud puitis karena penulis bukan sastrawan. Sekumpulan cerita yang siap sedia dibaca oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Rabu, 18 Desember 2013
Filosofi Wartawan dan Komentator Pertandingan Sepak Bola
Ini Tulisan ke-130
130.
Seratus tiga puluh.
Seratus tiga puluh itu 3 digit pertama untuk NIM (Nomor Induk Mahasiswa) jurusan Teknik Kimia ITB.
Seratus tiga puluh itu selalu mengingatkan kamu pada minat dan tanggung jawab kamu.
Seratus tiga puluh itu bisa jadi alasan untuk kamu lebih bersemangat lagi ke kampus.
Seratus tiga puluh itu bisa jadi prioritas tempat kamu berkarya dan mengembangkan diri.
Seratus tiga puluh itu bisa jadi prioritas sumber kamu menimba ilmu.
Seratus tiga puluh itu wadah kamu yang selalu mencurahkan segenap totalitas diri kamu.
Seratus tiga puluh itu entah kenapa selalu membuat kamu melintas di pikirku.
Seratus tiga puluh itu tiba-tiba identik jadi kamu.
Semangat selalu dan teruslah berkarya dalam keilmuan dan kemahasiswaan di seratus tiga puluh ini
Teruslah mengembangkan diri dan seratus tiga puluh ini!
:D
Tuhan memberkati
Salam dari pemilik hidup yang tiba-tiba terkoneksi secara tak langsung dengan angka 130,
Maria Paschalia Judith Justiari
Senin, 16 Desember 2013
Judith Punya Hobi Baru
Sabtu, 23 November 2013
"Sejak kapan sih, Mbak, kamu jadi yaudahlah gini sama hidup kamu?! Mbak Judith yang Bapak kenal itu selalu struggle sama hidupnya, bahkan kamu itu pejuang sekaligus pemberontak hidup yang keras," kata seorang Bapak pada putri sulungnya.
:''''''''''''')
Detik ini, aku merasa semakin nyaman menjadi diri sendiri dan menjalani hidup dengan caraku sendiri.
Kamu Hanya Perlu Mengingat
Senin, 18 November 2013
Saat Dia Bilang
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir."
Semangat, Judith!
Seperti yang selalu kamu katakan pada teman-temanmu untuk menyemangati mereka, Dith:
"Semua indah pada waktunya broh, kalo ga indah yaa berarti bukan waktunya!" :')
Semangat dan selamat pagi, Judith!
Selamat pagi juga Tuhan serta seluruh ciptaan-Nya!
Tuhan memberkati.
Salam,
Maria Paschalia Judith Justiari
Jumat, 25 Oktober 2013
Air Mata
Sedetik kemudian, Pengembara ikut meneteskan air mata bersama langit.
Langit mengira Pengembara mencucurkan air mata yang sama dengannya.
Ternyata tidak.
Pengembara sedih. Hatinya teriris pilu mengingat waktu dan tiga ratus enam puluh lebih makhluk.
"Satu itu jauh ya?" Tanya Pengembara dalam hati seraya mengusap air matanya dengan tangannya sendiri.
"Biar, biar saja. Akan kusyukuri semua. Akan kusyukuri," gumamnya dalam hati sambil melangkah berat untuk belajar bersyukur.
- MPJJ -
Judith Mengalami Degradasi Karakter (?)
Kangen
Jumat, 02 Agustus 2013
Usaha, Dith?
Makasih Tuhan buat nafas ini. Ternyata gue masih sanggup hidup huahahaha
He? Sanggup, Dith? Ngga salah?
Mmmmm salah ga yaa...? :|
Ngga tahu sih sanggup atau engga toh gue cuma berusaha menjalaninya.
Walau kadang berat. Nggak kadang juga tapi sering.
Toh gue tetap berusaha menjalaninya.
Berusaha menjalani hidup gue sendiri.
Berusaha sekeras-kerasnya usaha.
Yah mungkin nggak cuma berusaha menjalani, tapi juga menikmati
Jadi mau dibawa ke mana hidup ini, Dith?
Apa sekedar menjalani dan menikmati tiap momen yang berlalu-lalang di masa kini?
Tampaknya hanya Tuhan dan dirimu yang tahu, Dith :)
Tuhan memberkati
Salam yang sedang berusaha sekeras-kerasnya usaha,
Maria Paschalia Judith Justiari
Senin, 29 Juli 2013
Teruntuk Dosa yang Aku Hindari Namun Akhirnya Terjebak Juga
Kamis, 13 Juni 2013
Daftar yang Seharusnya-Bisa-Gue-Lakukan pada 11 Juni 2013
11 Juni 2013. Pengumuman Penjurusan.
Di tengah ucapan syukur teman-teman sekampus yang diterima di jurusan yang diinginkan, gue cuma bisa menangisi perjuangan 5 tahun untuk menjadi mahasiswi jurusan yang gue inginkan..
Di tengah status media sosial yang menyatakan kegembiraan teman-teman sekampus gue yang diterima di jurusan yang diinginkan, gue cuma bisa berteriak penuh kepedihan mendalam disertai kekecewaan dalam hati gue..
Di tengah euforia keberhasilan teman-teman sekampus gue yang diterima di jurusan yang diinginkan, gue cuma bisa merasa diri gue adalah sampah karena gue terbuang dari jurusan yang gue cita-citakan dan perjuangkan selama 5 tahun..
Di tengah teman-teman sekampus gue yang bisa dengan bangga menjawab ketika ditanya "Kamu jurusan apa?", gue cuma bisa meratapi mimpi yang susah payah gue perjuangkan selama 5 tahun dengan bangga dan kini hanya tersisa puing-puing..
Di tengah teman-teman sekampus gue yang bisa memberitakan kabar bahagia kepada keluarganya bahwa dia diterima di jurusan yang diinginkan, gue cuma bisa menatap orangtua gue menangis dalam hati melihat gue yang stress akut karena tidak masuk jurusan yang gue inginkan..
Gue ga bisa marah sama siapapun kecuali sama diri sendiri. Semua orang di sekitar gue hanya mendapat laporan kegagalan dari mulut gue (yang gue sendiri pun enggan mengatakannya).
Bersyukurlah ketika lo mendapat apa yang lo inginkan karena salah satu nikmat yang menyenangkan adalah ketika lo melakukan apa yang lo suka, apa yang lo inginkan.
Gue di sini beneran stress, sakit jiwa. Iya. Sakit jiwa. Memikirkan bagaimana ke depannya sambil menatap kehancuran mimpi dan cita-cita yang gue perjuangkan. Sekarang gue melihat masa depan gue buram. Begitu ada cahaya semungil lilin, langsung padam. Gelap. Yaaahh, begitulah gue memandang masa depan gue sekarang.
Maaf, gue memang tidak terima kalimat "Itu jurusan yang terbaik buat lo, Dith."
Kalau terbaik, ga akan bikin gue stress dan sesakit ini.
Maaf, gue memang tidak terima kalimat "Itu jalan yang harus lo lalui, Dith."
Harus gue lalui? Kenapa yang lain engga? Gue aja ga mau sama sekali.
Maaf, gue agak sedikit tidak terima kalimat "Lo kan kuat, Dith."
I'm tired to be strong....... Ada hal yang membuat gue benar-benar cuma bisa menangis. Ini salah satunya.
Maaf, gue enggan menjawab pertanyaan "Masuk jurusan mana, Dith?"
Ya pikir aja lah kenapa.
Maaf, gue berlebihan soal ini dan menganggap ini bencana.
Ya gue memperjuangkan mimpi gue dengan segala pengorbanan dan jatuh bangun tuh selama lima tahun.
Maaf, gue akan mengisolasi diri gue untuk beberapa waktu ke depan.
Maaf, gue akan sering nyampah di beberapa sosial media. Maaf yaa..
Maaf, gue antipati dan sensitif abis mengenai hal penjurusan.
Maaf kalau gue terlihat over-pathetic dan terkesan nyari perhatian.
Karena gue memang butuh perhatian.
Tapi terima kasih buat dukungan, hiburan, keyakinan yang kalian berikan, dan semangatnya.
Buat Gusti Ruri Lestari, Khoirunnida, Ika Indah Fitria, Cindy Rachel Jessica, Amalia Dwiandani, Corry Angelica, Angela Merici Bella, Seto Adi Prabowo, Joseph Christoffel, Yustinus Marcellino, Michael Setiawan (ko Chiki), Yakobus Geganaseta, Yosef Michael Julianto, Teguh Sanjaya, Innocentius Andrien Ivander, Kristofora Alvin, Leonardus Andrew, Abdi Pistari, Extivonus Kiki Fransiskus, Paulus Junior, Dimitrij Ray, Tatjana Dabita, Nuresa Riana, Maria Regina, Anton Prayogo, Christian Chandra, Nicolas Jalu, Giovanno Dirk.
Terima kasih banyak yaa
Terima kasih karena telah meyakinkan gue beberapa hal walaupun mungkin gue sendiri belum yakin sama diri gue. Ini berarti banget.
Gue memang butuh banget semangat karena gue hidup dari semangat dan sekarang semangat hidup gue lenyap entah ke mana lalu kalian memberi semangat itu lagi pada gue. Makasih :')
Terima kasih yaa kalian :'"""")
Pengkhotbah 3 : 11
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir."
Iya Tuhan, maaf yaa... Judith ga ngerti. Sumveh, sama sekali ga ngerti. Tapi satu hal, Judith ga marah sama Tuhan. Biarpun Judith mempertanyakan ini pada Tuhan karena betapa dangkalnya iman Judith, Judith tetap berpegang teguh pada Allah Tritunggal Mahakudus.
Yudit 13 : 7b
"Ya Tuhan, Allah Israel, kuatkanlah aku pada saat ini."
Judith akan berjuang, pasti bisa Dith! :')
Terima kasih telah membaca tulisan ini.
Tuhan memberkati.
Salam dari yang terbuang dari jurusan yang diperjuangkan selama lima tahun,
Maria Paschalia Judith Justiari.
Senin, 06 Mei 2013
Mungkin
Mungkin di sana, ada satu ruang yang perlu sinar matahari
Mungkin di sana, ada rantai yang mesti dilepas
Mungkin di sana, aku keluar
Mungkin.........
Senin, 15 April 2013
Sebut Saja Judith Sedang Pura-pura Galau
Senin, 08 April 2013
Entah, Mungkin Masih Distorsi
Selalu salah arah.
Dan ini kesekian kalinya salah arah.
Apa ini waktunya otak perlu menekan hati?
Ketika pada awalnya hati dan otak telah berjabat tangan tanda sepakat, tekad untuk menata hidup sudah 100% siap.
Kini hati meminta lain. Bukan lagi apa yang disepakati di awal.
Khayalan itu benarlah hanya khayalan. Otak bilang begitu. Makanya hati tak suka. Hati ngambek sama otak. Hingga kesepakatan pun terbengkalai. Ada sisi tak nyaman dan sakit di hati sedangkan otak terus memaksa hati untuk realistis, untuk tetap menjalankan kesepakatan.
Masalahnya, apa bisa si hati diajak realistis, meninggalkan khayalannya yang ternyata menyakitkan, dan tetap menjalani kesepakatan secara rasional?
Tuhan memberkati.
Salam dari yang otak dan hatinya lagi berantem,
Maria Paschalia Judith Justiari
Rabu, 03 April 2013
Untuk Maria Paschalia Judith Justiari
Minggu, 24 Maret 2013
Jadi Ini yang Namanya Sendiri?
Iya. Aku memang Baladewa (semacam fanbase-nya Dewa 19 pas zaman Once jadi vokalis). Tapi lirik ini kuketik di sini karena ya itu yang aku rasa. Kosong. Sepi di tengah keramaian.
Semacam merasa sendirian padahal ada banyak orang di sekeliling.
Semacam merasa diri bayangan padahal diajak bicara oleh orang lain.
Semacam mengerti apa yang kulihat tapi tidak mengerti apa yang kurasa.
Jadi begini rasanya sendiri?
Di tengah belasan pertanyaan berinti sama walau diksi berbeda yang terus ditembakkan padaku, aku masih memegang prinsip untuk bertahan.
Bertahan dengan segala dosa tanpa harus diakui aku berbuat dosa.
Bertahan dengan keyakinan rasa itu pasti masih ada dan masih bisa berkembang walaupun hati berkecamuk meronta memohon sandaran.
Bertahan dengan ego hati dan logika berpikirku.
Bertahan dengan sakit akibat dosaku sendiri.
Bertahan diikat dan dibiarkan mengayun di tepi jurang tanpa tahu akan dilepaskan atau diselamatkan. Cuma bisa minta tolong diselamatkan orang lain tapi percuma, kunci dari gemboknya bukan di orang lain.
Di suatu waktu tertentu mungkin aku harus bisa mengambil keputusan. Mengambil keputusan untuk berani bertanya tanpa takut apa akibatnya. Ah tapi sulit. Aku 'kan pemendam walaupun bukan pendendam.
Dan aku tidak tega. Sangat tidak tega untuk mendengar ada yang terluka karenaku.
Jadi? Apa kubiarkan saja kesendirian semu ini seiring berjalannya waktu?
Iya. Biarkan saja perasaan sendiri itu hilang ketika waktu mengajaknya berjalan perlahan. Perlahan pula aku harus belajar menarik nafas dari segala distorsi ini.
Iya. Ini distorsi hebat tapi aneh. Distorsi yang mendorongku untuk berbuat dosa tapi untungnya baru setengah jalan dan dosa itu hanya sampai 'nyaris' dilakukan.
Distorsi yang membuatku terus-menerus menatap ponsel dan mengecek semua akun jejaring sosialku.
Distorsi. Distorsi. Distorsi.
Sudahlah. Aku lelah.
Salam dari yang sedang mengalami kesendirian akibat distorsi,
Maria Paschalia Judith Justiari