Ada yang kehilangan setelah berjalan bersama
Ada yang mendapatkan setelah tercampak
Ada yang menggenggam setelah terperenyak
Ada ketulusan dalam panjat-panjat doa
Pada rasa-rasa yang meruah dalam tiap insan, ada sirat keikhlasan
Sekumpulan cerita yang disaksikan mata, didengarkan telinga, dikecap lidah, disentuh kulit, dihirup hidung, dialami raga, dan dirasakan jiwa. Sekumpulan cerita yang ditulis apa adanya tanpa dibuat-buat oleh penulis. Sekumpulan cerita yang tak bermaksud puitis karena penulis bukan sastrawan. Sekumpulan cerita yang siap sedia dibaca oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Hari ke-18 di bulan keempat menjadi tanggal yang tidak aku lupakan sejak tahun lalu. Di tengah pandemi Covid-19 yang menjungkirbalikkan keseharian, aku mengambil langkah pertama untuk sebuah kebiasaan baru. Namanya memilah dan mengompos. Ada apa di tanggal itu? Komposter pertamaku mengetuk pintu hunian.
Langkah ini ternyata cukup
berdampak signifikan di rumah. Pertama, sebelumnya orang-orang di rumah
membuang sampah di satu keranjang dan bercampur antara yang organik dengan
anorganik. Biasanya ada dua kantong plastik besar berisi sampah tercampur itu
yang keluar dari hunian tiap harinya. Setelah mulai mengompos, ada si ember
hitam yang menampung sisa bahan organik. Sampah anorganik tak lagi tercampur.
Hanya satu kantong plastik besar per hari yang keluar dari rumah.
Foto oleh: M Paschalia Judith J Ember hitam untuk sisa bahan organik dan keranjang untuk sisa bahan anorganik. Foto diambil pada Mei 2020 |
Ketiga. Kalau teman-teman sadar,
aku memilih menyebut “sisa bahan organik” ketimbang “sampah organik”. Mengapa?
Dalam refleksiku dan terinspirasi dari seorang perempuan pegiat urban farming,
kita sebaiknya tidak cepat-cepat menyematkan kata “sampah” pada sisa bahan.
Sisa bahan organik rumah tangga, dengan bantuan kita sebagai manusia, tetap
berdaya guna. Bahkan, sisa bahan organik tersebut menjadi salah satu sumber
kehidupan ketika dia menjadi pupuk kompos. Oleh karenanya, rasa-rasanya tak
layak kalau aku menyebutnya dengan kata “sampah”.
Langkah berikutnya
Berangkat dari perubahan pola
pikir sebagai dampak ketiga, aku merenung. Kalimat tanya “Jangan-jangan, sisa
bahan anorganik pun tak bisa langsung kuhakimi sebagai sampah?” muncul.
Jawabannya benar. Aku tidak bisa buru-buru menggolongkan sisa bahan anorganik
sebagai sampah. Apalagi setelah membaca beragam informasi yang ada di laman Waste4Change,
salah satu usaha rintisan yang bergerak di bidang waste management Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, Waste4Change
punya solusi terpadu untuk mengajak masyarakat lebih akrab dengan pengelolaan sampah secara lebih bertanggung jawab. Misalnya, kita ingin warga di
perumahan terlibat aktif dalam memilah sampah dan mengurangi volume ke tempat
pembuangan akhir, Waste4Change bisa memfasilitasi.
Syaratnya, seperti langkah
pertamaku. Kita perlu memilah. Nah, memilah di sini perlu secara rinci. Sisa
bahan anorganik ini perlu dipisahkan dari sampah medis serta sampah golongan
bahan berbahaya dan beracun (B3). Sampah medis itu misalnya masker sekali pakai
atau jarum suntik. Sampah B3 itu seperti barang elektronik atau bohlam lampu.
Setelah bahan anorganik tersebut
bersayonara dengan sampah medis dan sampah B3, kita perlu membersihkannya.
Misalnya, botol atau gelas kemasan plastik dibersihkan terlebih dahulu dan
dikeringkan. Kenapa? Kalau menurutku pribadi, supaya bisa bernilai tambah untuk
jadi bahan baku industri daur ulang. Oia, sebaiknya sebelum diambil oleh
petugas dari Waste4Change, kita kelompokkan berdasarkan material. Kelompok
bahan dari plastik berada di wadah yang berbeda dengan kelompok dari karton.
Foto oleh: M Paschalia Judith J Memisahkan sisa bahan anorganik berdasarkan materialnya. Foto diambil pada April 2021 |
Mayoritas langkah-langkah di atas aku sadur dari tips personal waste management atau pengelolaan sampah secara pribadi ala Waste4Change. Karena tadi skalanya perumahan, kebiasaan-kebiasaan pribadi tadi perlu di-“copy paste” sehingga menjadi kebiasaan kolektif. Tak hanya perumahan, skala gedung perkantoran juga bisa! Prinsip dan langkah-langkahnya sama, hanya beda tempat.
Mentransformasi kebiasaan pribadi
menjadi kebiasaan bersama atau kolektif memang memiliki tantangan. Untungnya,
ada jalan keluar untuk setiap tantangan. Kita secara pribadi harus mengedukasi
diri terlebih dahulu dengan informasi dan pengetahuan mengenai pengelolaan sampah
dari sumber terpercaya. Belajar dari orang yang sudah berpengalaman juga bisa, contohnya
ke kerabat yang telah menggunakan jasa Waste4Change.
Selanjutnya, kita perlu
membagikan informasi dan pengetahuan yang diperoleh ke warga sekitar atau
komunitas. Dalam tahap ini, kita perlu membuka ruang diskusi yang sehat karena
mungkin ada sejumlah kerabat yang memiliki semangat sama dalam mengelola sisa
bahan namun caranya berbeda. Sudut pandang “siap belajar hal baru tiap saat”
mesti terpatri di diri kita.
Mungkin ada juga kawan yang masih
bingung dan bertanya pada kita. Demi membangun kebiasaan kolektif, sebisa
mungkin kita selalu hadir dan berupaya menjawab pertanyaan mereka dengan
santun. Kalau kita tidak tahu bagaimana? Kita akui ketidaktahuan kita lalu
langsung gerak cepat alias gercep belajar dan mencari informasi.
Oia, sebagai salah satu sumber
informasi, teman-teman bisa mampir ke akun Instagram Waste4Change. Di
sana tersedia beragam tips mengelola sisa bahan dari hunian. Tips dan
informasinya dikemas dengan grafis yang ciamik. Selain itu, Waste4Change juga sering
mengadakan acara bincang-bincang, seminar dalam jaringan, sampai IG Live yang
pastinya bikin pengetahuan kita bertambah. Cuss, langsung cek yaa!!
Foto oleh: M Paschalia Judith J Masker medis sekali pakai yang mesti diperlakukan secara khusus. Foto diambil pada April 2021 |
Sebagai contoh nih, pas akhir
tahun lalu, aku galau soal sampah masker medis sekali pakai. Tiba-tiba, pas kepo
akun Instagram-nya Waste4Change, ada infografis soal pengelolaan sampah medis.
Langsung deh aku praktikkan. Teman-teman yang penasaran soal tips mengelolasampah medis ala Waste4Change bisa klik di sini.
Akhir kata, semoga tulisan kali
ini bisa berfaedah buat teman-teman pembaca. Yuk kita ambil langkah pertama untuk
mengelola sisa bahan dari tempat terdekat! Biarpun kecil dan pelan-pelan, yang
penting kita melangkah bersama. Langkah kita juga bisa menjadi kado untuk merayakan
Hari Bumi yang diperingati tiap 22 April. Yuk yuk yukkk!!
Semangat selalu dan jangan lupa
bersyukur 😊
Salam dari yang masih belajar
melangkah dalam mengelola sisa bahan rumah tangga,
M Paschalia Judith J
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog
Waste4Change Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021
Nama penulis: Maria Paschalia Judith Justiari
Hai! Bagaimana kabarnya?
Semoga yang sedang mengikuti kata demi kata di tulisan ini sehat selalu yaa! Tentunya, sehat lahir batin.