Halo Welt!
So have been a long time since the last post.
Well, actually I want to share my minds and what I am thinking about lately.
Aku Belakangan Ini
Akhir-akhir ini ada pertanyaan yang aku ajukan kepada diri sendiri. Pertanyaan ini jujur saja berhasil membuatku merenung.
Dua pertanyaan.
"Hidup seperti apa yang ingin kamu raih, Judith?"
"Kualitas diri seperti apa yang ingin kamu capai?"
Kedua pertanyaan tersebut tidak serta-merta datang secara tiba-tiba. Dimulai karena aku merasa terlalu terbawa arus keseharian.
Kuliah, ya hanya sekadar kuliah.
Mengerjakan tugas, ya hanya sekadar supaya tugas itu selesai dan ada bahan yang dinilai oleh Dosen atau Asisten.
Ikut lomba atau seleksi, ya hanya sekadar mengejar nama besar dan pujian. Katakanlah, pengakuan dari banyak orang kalau ternyata aku berprestasi.
Parahnya, mengikuti semacam pelatihan terbuka, ya hanya mengejar sertifikat.
Lama-lama, aku merasa aneh.
Aneh aja. Bangun pagi bukannya mensyukuri hari tetapi malah ingin segera mengakhiri hari yang baru saja akan dimulai.
Tak ada semangat sama sekali. Enggan.
Karena keengganan menjalani hari itulah, aku mulai mempertanyakan diriku, mau dibawa ke mana hidupku ini.
Peristiwa Pertama di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Minggu, 22 November 2015 seperti biasa aku ke gereja. Cukup berbeda dari hari-hari Minggu lainnya karena hari Minggu ini merupakan Perayaan Kristus Raja Semesta.
Kristus Raja Semesta.
Raja Semesta.
Lalu aku langsung mengamati diriku dan keseharianku akhir-akhir ini. Rupanya hari-hariku belakangan ini jauh dari pimpinan Yang Katanya Raja Semesta.
Jelas-jelas Dia Katanya Raja Semesta, Dith, logikanya Dia memimpin semesta, termasuk kamu. Begitu batinku.
Aku cuma diam.
Peristiwa Kedua di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Di pagi hari menjelang siang, aku mendapatkan suatu kabar yang.......................yah cukup mengecewakan. Kabar itu pun mampu membuatku begitu merasa gagal. Belum lagi orang-orang di sekitarku yang sedang menikmati keberhasilannya dan keberhasilannya diumbar-umbar secara viral.
Gagal di tengah suasana seperti itu? Sedap.
Karena orang-orang di sekitarku sedang menikmati keberhasilannya dan kabar keberhasilan mereka terumbar di mana-mana, aku jadi berpikir, nilaiku sebagai manusia benar-benar sebatas gelar juara, gelar berhasil, atau katakanlah pengakuan. Akibatnya, aku menilai diriku yang tengah gagal ini sebagai manusia yang tak bernilai. Parahnya lagi, di detik itu aku tidak memiliki teman untuk berbagi cerita.
Kolaborasi Peristiwa Pertama dan Peristiwa Kedua di Waktu yang Nyaris Berdekatan
Sadar. Aku benar-benar tersadarkan. Sesuatu-sesuatu yang kukejar akhir-akhir ini sangatlah duniawi. Dan sepengalaman aku, yang bersifat duniawi tidak banyak yang abadi.
Popularitas? Itu duniawi.
Pengakuan? Itu duniawi.
Sertifikat? Itu duniawi.
IP? Itu duniawi.
Gelar? Itu duniawi.
Pujian? Itu duniawi.
Hal-hal duniawi pasti dengan mudahnya berubah-ubah, tidak abadi. Paling-paling hanya bertahan dalam hitungan satuan waktu. Mengejar yang berubah-ubah dengan mudahnya pun menjadi sesuatu yang melelahkan. Tak urung menimbulkan kekosongan, semangat hidup yang kosong.
Kembali ke Beberapa Waktu Sebelum Aku Belakangan Ini
Waktu-waktu yang menyenangkan kalau boleh aku bilang. Tiap bangun pagi, selalu ada hal yang dengan cepat dan cekatan begitu mudah aku syukuri. Selalu membuka mata dengan semangat baru untuk menempa dan menantang diri dalam satu hari baru yang akan kujalani. Motivasinya pun begitu sederhana. Motivasinya apa, ya mungkin cukup Yang Mahakuasa, semesta, dan beberapa orang yang tahu. Sering juga aku menatap langit atau kuedarkan pandanganku pada semesta sambil tersenyum senang. Lelah? Lelah pasti ada dan ternyata lelah itu tidak menguasaiku.
Dan di waktu-waktu itu, aku berasa begitu hidup :)
Beranjak ke Simpulan
Mengejar hal duniawi atau hal spiritual ternyata sudah begitu tipis bedanya bagiku. Ke depannya mungkin aku perlu lebih cermat lagi mana yang sepatutnya aku raih. Mungkin tambahannya, aku perlu berlatih lagi untuk lebih tidak bergantung pada hal-hal duniawi.
Kuliah, ya tak hanya sekadar datang, tapi semakin menambah ilmu sebanyak-banyaknya, membuka mata ini akan begitu besarnya misteri semesta.
Tugas, ya tak hanya sekadar selesai, tapi aku mengerti segala yang bisa dieksplorasi lewat tugas itu.
Lomba atau seleksi, ya bukan mengejar pialanya, tapi memberikan segala yang terbaik dariku untuk bermanfaat bagi sekitar
Mengikuti pelatihan terbukan, ya bukan mengejar sertifikatnya, tapi melatih diri untuk memiliki kemampuan-kemampuan baru agar bisa semakin bermanfaat bagi sekitar.
Bagiku, hal duniawi cukup seperlunya saja untuk membantu aku meraih apa yang ingin dan akan aku capai sesungguhnya. Ya, yang ingin aku capai sesungguhnya :)
Setidaknya aku menemukan jawaban untuk dua pertanyaan di atas tadi. Sesederhana supaya aku sadar untuk memberi makna pada diriku dan hidupku. Bahwa diriku tak sekadar sosok bernama, bahwa hidupku tak sekadar lewat selintas lalu kembali menjadi debu tanpa punya cerita :)
Terima kasih sudah membaca tulisan ini.
Semangat selalu dan jangan lupa bersyukur ^v^
Semoga Yang Mahakuasa selalu memberkati
Salam dari yang ingin hidupnya tak sekadar lewat lalu begitu saja,
Maria Paschalia Judith Justiari
Salam dari yang ingin hidupnya tak sekadar lewat lalu begitu saja,
Maria Paschalia Judith Justiari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar